Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story

Tiang Rumah Panjang Itu Sepelukan Orang Dewasa

12 Mei 2011   06:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:48 434 0
[caption id="attachment_107059" align="alignleft" width="300" caption="Lilis berpose dengan Apai Janggut, tetua masyarakat adat Dayak Iban di Rumah Panjang Sungai Utik. Foto: ISTIMEWA"][/caption] KAWASAN Desa Sungai Utik di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, bisa menjadi tujuan wisata budaya. Di sana bermukim suku Dayak Iban yang mendiami rumah panjang yang terletak di pedalaman Kecamatan Embaloh Hulu. Bukan sekadar menyaksikan rumah panjang yang hingga saat ini masih menjadi tempat bermukim sebagian penduduk Dayak. Tetapi juga merasakan suasana tradisi dan adat istiadat masih menjadi satu dalam ritme keseharian masyarakat. Elisabeth Lilis, seorang warga Kota Pontianak, sempat berkunjung ke Rumah Panjang Sungai Utik. Desa tersebut berjarak sekitar 800 kilometer dari Kota Pontianak. Dari Putussibau yang merupakan ibu kota kabupaten Kapuas Hulu, rumah panjang tersebut bisa dijangkau dengan perjalanan menggunakan mobil selama satu jam. "Di sekeliling Rumah Panjang Sungai Utik, jalanan memang sudah disemen. Tetapi suasananya masih sangat mencerminkan kehidupan tradisional Dayak. Warga berladang dengan tetap menjaga kelestarian hutan," ujar Lilis, Rabu (11/4/11). Dia pergi ke sana menemani seorang anggota senator untuk melakukan dialog dengan warga. Lilis melakukan pendokumentasian proses penjaringan aspirasi tersebut. Dia menuturkan, kondisi Rumah Panjang Sungai Utik masih relatif asli. Rumah tradisional Dayak yang keberadaannya sudah sangat langka ini pun masih mempertahankan konstruksi semula. "Ada 24 bilik yang didiami 48 kepala keluarga. Fondasi rumah dari kayu belian (ulin) yang diameternya seukuran pelukan orang dewasa," kata Lilis. Dindingnya dari papan kayu, dan atapnya masih berupa atap sirap, yang terbuat dari jenis kayu ulin dengan bilah-bilah kecil dan tipis. Suasana lingkungan alam masih sangat terjaga, dengan air jernih yang mengalir serta ikan-ikan sungainya. "Kami bertemu dengan para penghuni rumah panjang. Kedatangan kami pada sore hari disambut upacara adat," cerita Lilis. Penyambutan dilakukan dengan tari-tarian, dan sang tamu diminta menusukkan sejenis pisau tradisional ke tubuh seekor babi persembahan yang ditaruh di atas tangga. Saat menaiki tangga yang tinggi dan panjang itu, seekor ayam dikibas-kibaskan, sebagai bagian dari ritual adat agar sang tamu dan semua orang dihindarkan dari marabahaya. "Kami menaiki tangga diiringi tari-tarian serta permainan musik tradisional, dan disuguhi minuman tuak sebagai ucapan selamat datang," kisah Lilis. Di rumah panjang itulah Apai Janggut tinggal. Beliau merupakan "Tuai Rumah" dalam sebutan bahasa setempat, setingkat kepala adat di atas jabatan Tamenggung. Pada tahun 2008 lalu, masyarakat adat Desa Sungai Utik menerima sertifikasi ekolabel karena dinilai berhasil menjaga kelestarian hutan adat. Apai Janggut menerima sertifikat tersebut dari Menteri Kehutanan MS Kaban. "Tak banyak yang bisa saya ceritakan dari Apai Janggut, karena beliau agak pendiam," ucap Lilis. Anda ingin merasakan wisata budaya khas suku Dayak? Mungkin Desa Sungai Utik bisa menjadi pilihan. (*) SEVERIANUS ENDI Note: Versi yang telah diedit dimuat sebagai Citizen Reporter di Harian Tribun Pontianak, Kamis 12 Mei 2011.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun