"Berhubung saya tidak pernah sekolah, saya tidak bisa berbahasa Indonesia," hanya satu kalimat itu yang masih kuingat, ketika berjumpa pertamakalinya dengan Mbah Maridjan. Kala itu, mungkin sekitar awal 1998, ketika saya dan rekan mahasiswa asal Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, berkunjung ke sana.
KEMBALI KE ARTIKEL