Setelah mendengarkan keluhan dan "rumpian ibu-ibu tadi, saya dan isteripun lalu pamitan pada mereka. Dalam perjalanan kami terus ngobrol tentang harga buku di sekolah. " Mah kira-kira berapa ya di sekolah anak kita?" membuka percakapan. " yach, mudah-mudahan ga sebesar itu, jadi kita nggak perlu nombok lagi" jawab isteri menenangkan." Kalau lebih dari segitu berarti ayah nambah lagi dong , sudah tipis nih persediaan". Isteri diam, kelihatan agak bingung dan bingung. Akhirnya kamipun terdiam. Tidak lama kemudian isteri ngomong lagi." Yah, gimana kalau ada orang tua wali murid yang mempunyai dua, atau tiga anak yang sekolah di SD, berapa yang harus mereka keluarkan? adakah kebijakan dari kepala sekolah atau dinas terkait?. Saya hanya berkomentar " untung cuma satu....hehehe.
Dalam perjalanan saya terus berpikir dan bergumam dalam hati. Sampai kapan kejadian pendidikan ini terus berlangsung tanpa adanya pengawasan dan tindakan nyata dari pemerintah pusat atau daerah. Apakah Negera sengaja menghancurkan generasi bangsanya, hanya karena mengejar keuntungan semata? semoga kejadian ini dapat di respon sehingga tidak pernah terjadi lagi di masa yang akan datang. Karena mengejar ilmu adalah kewajiban untuk bekal di masa yang akan datang baik untuk individu, masyarakat ataupun negara, Seandainya pemerintah pusat dan daerah atau seluruh elemen bangsa peduli. Tentu mereka akan mendahulukan kepentingan nasional dari pada kepentingan pribadi untuk meraup keuntungan. Semoga Pemerintah pusat dan daerah membaca keluhan ini.