Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money

Ramadhan sebagai Momentum Syiar Ekonomi Islam

24 Juni 2015   18:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:26 457 0
Ramadhan sebagai momentum syiar ekonomi Islamharus diteguhkan. Selama ini Ramadh
an adalah bulan yang selalu dinanti oleh umat Islam. Bukan hanya karena setelah Ramadhan ada Lebaran, akan tetapi juga karena banyaknya tradisi yang hanya ada di bulan suci, salah sattunya adalah tradisi “posonan” di pondok pesantren. Jauh sebelum ada gerakan ayo Mondok pun banyak orang berbondong-bondong untuk “ngalap berkah” di pesantren. Pondok pesantren bukanlah tempat yang baru bagi masyarakat muslim di Indonesia, Pesantren adalah tempat menimba ilmu agama sejak pertama kali kehadiran Islam di Indonesia dan sangat identik dengan khas belajar yang tradisional dengan ilmu-ilmu salaf yang diajarkan.

Banyak orang kemudian berlomba-lomba untuk mengadakan kegiatan yang berbau agama, Mulai dari “Ngaji”, tadarus bersama, sholat tarowih, kultum dan kegiatan-kegiatan khas Pondok pesantren lainnya. Dari berbagai kegiatan tersebut, muncul kajian-kajian mengenai ilmu agama khususnya tentang hubungan manusia dengan Tuhannya. 

Namun yang menjadi catatan disini adalah kajian-kajian yang banyak dikembangkan masih terbatas mengenai ibadah, sangat sedikti sekali ceramah-ceramah atau pun kultum membahas tentang muamalah padahal banyak sekali kitab-kitab kuning yang berisikan tentang hubungan manusia dengan sesama dalam hal muamalah yang kemudian pada era sekarang sangat krusial untuk didiskusikan.

Katakan saja salah satunya tentang isu ekonomi Islam, tentu ini bukanlah sesuatu yang baru bagi beberapa kalangan, namun sayangnya isu itu kemudian hanya menjadi isu ekslusif yang menjadi konsumsi bangku-bangku formal tanpa menyentuh lapisan masyarakat yang menjadi fokus dalam sistem tersebut.

Dari sanalah kemudian muncul gagasan untuk memperkenalkan ekonomi Islam ke berbagai kalangan baik di bangku formal maupun informal. Terdapat Hal yang sangat menarik dari agenda tersebut yakni adanya ngaji ekonomi Islam yang mulai marak dilakukan oleh berbagai kalangan, mulai dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan) sampai kelompok-kelompok Studi Ekonomi Islam. Mungkin kedengarannya agak aneh ketika mendengar kajian ekonomi yang masuk ke pesantren atau sebagai bahan ceramah dan kultum mengingat pesantren adalah tempat mengaji kitab-kitab kuning dan teman-temannya.

Pesantren dan Pertumbuhan Ekonomi Islam di Indonesia
Menurut kepala pusat pengembangan penelitian dan pendidikan pelatihan kementrian agama H.Abdul Jamil, jumlah santri pondok pesantren di 33 provinsi di seluruh indonesia mencapai 3,65 juta yang tersebar di 25.000 pesantren (Republika 19/0711). Dengan potensi Sumber daya Insani yang sangat besar, diharapkan Pondok pesantren bisa menjadi lokomtif dalam membumikan ekonomi islam, lebih-lebih pondok pesantren adalah tempat dimana kajian-kajian syariat islam diajarkan sudah barang tentu jika Ekonomi Islam selayaknya berkembang dari sana.

Ekonomi Islam mengalami perkembangan yang sangat pesat di Indonesia. Hal ini terbukti dengan maraknya pendirian lembaga-lembaga keuangan yang berbasis syariah. Data statistik perbankan syariah per Maret 2015, terdapat 12 Bank Umum Syariah dengan jumlah Kantor 2.138 dan jumlah pegawai mencapai 49.101 orang, sedangkan Unit Usaha Syariah yang dimiliki oleh bank konvensional sebanyak 22 unit dengan jumlah kantor 325 total pegawai mencapai 4.591 orang, dan BPRS 162 dengan jumlah kantor 671 yang memiliki pegawai mencapai 4.642 orang. Hingga Februari 2015, total aset perbankan syariah mencapai Rp 264, 813 triliun (www.bi.go.id).

Dengan sumber daya dan asset sedemikian rupa, namun ternayata performa perbankan syariah tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan yakni masih dibawah level 20 % dengan capaian pangsa pasar hanya sekitar 5 % saja. Bahkan total laba per Februari 2015 perbankan syariah hanya Rp 293 miliar mengalami penuruna sebanyak 44% dibandingkan periode yang sama di Februari 2014 (finance.detik.com).

Dari berbagai data tersebut tentunya menjadi pertanyaan bagi kita semua, bagaiamana bisa perbankan syariah dengan sumber daya sedemikian rupa pangsa pasarnya hanya sekitar 5 % padahal Indonesia adalah Negara dengan jumlah penduduk muslim sebanyak 88,2 %. Banyak faktor yang mempengaruhi lambatnya pertumbuhan bank syariah di Indonesisa, salah satunya Sumber Daya Insani. Sumber daya insani disini bukan hanya sekedar mereka yang menjadi pelaku kegiatan perbankan syariah tetapi juga masyarakat muslim di Indonesia secara keseluruhan. Kesadaran masyarakat muslim akan kebutuhan bank syariah masih sangat rendah ditambah lagi dengan dukungan yang setengah-setengah dari pihak pemerintah semakin memperparah kondisi pertumbuhan Perbankan Syariah.

Kurangnya Kesadaran Masyarakat akan Ekonomi Islam dan Solusinya
Sosialisasi yang massif tentang perbankan syariah memang sudah seharusnya dilakukan dari hulu ke hilir, mulai dari masyarakat pedesaan dan kalangan santri di pondok pesantren, dari pendidikan formal sejak dini hingga di perguruan tinggi masyarakat Indonesia seharusnya mendapatkan informasi tentang Ekonomi Islam agar tujuan mulia ekonomi Islam untuk kesejahteraan ummat dapat terealisasi dengan adanya praktik-praktik bisnis riil dikalangan masyarakat dan bukan hanya sekedar jadi bahan diskusi yang tak berujung. 

Selama ini wacana ekonomi Islam barulah menyentuh permukaan masyarakat Indonesia dan belum bisa menyeluruh ke lapisan paling bawah masyarakat khususnya yang berada di pedesaan. Kegiatan sosialisasi seharusnya bukan saja menjadi tanggung jawab OJK melalui program-program kerjanya, namun lebih dari itu sosialisasi hendaknya dilakukan dan diteruskan oleh mereka yang sudah mendapatkan informasi tentang ekonomi Islam dari berbagai sumber.

Solusi yang ditawarkan dari kondisi ini adalah dari ribuan santri dan pelajar yang memperoleh pengetahuan tentang ekonomi Islam setelah lulus harus kembali ke daerah masing-masing serta melakukan praktik ekonomi Islam di tempat asalnya, ini akan sangat membantu untuk mengajak dan membumikan ekonomi Islam dari pada hanya sekedar ceramah saja. Dengan melihat karakter penduduk yang berada di pedesaan dengan tingkat pengetahuan yang belum memadai, sangat tidak mungkin untuk melakukan praktik ekonomi Islam tanpa ada yang memberikan contoh langsung.

Namun sejauh ini, kebanyakan para sarjana yang lulus dari perguruan tinggi dengan Ilmu yang mumpuni malah lebih memilih tingal dan mencari pekerjaan di Kota, bukan sebaliknya. Para ilmuwan yang diharapkan mampu memberikan wawasan baru terhadap masyarakat, tidak sedikit yang akhirnya terjun bebas ke dunia kerja yang praktiknya justru jauh dari nilai-nilai Islam dengan alasan materi.

Dengan melihat kenyataan ini, ada baiknya jika pihak OJK membuat program mengembalikan para sarjanan kembali ke daerah masing-masing dan mengaplikasikan pengetahuan yang diperolehnya. Misalnya dengan mendirikan lembaga keuangan Islam dan praktik-praktiknya. Dengan begitu, persoalan materi yang dihadapi para sarjana mampu terpenuhi dan dakwah ekonomi Islam bisa terlaksana yang akhirnya akan menumbuhkan kesadaran Ekonomi Islam bagi masyarakat sekitarnya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun