Hore, hore, hore
Simpanlah tas dan bukumu
Lupakan keluh kesahmu
Libur telah tiba, libur telah tiba
Hatiku gembira"
Desember, akhir tahun, selalu ditunggu! Liburan panjang untuk semua murid yang telah merelakan sebagian waktu tidur dan mainnya untuk" belajar dan belajar". Tak dipungkiri, nun disudut-sudut rumah, teriakan, bujukan, bahkan ancaman agar anak-anak masa depan bangsa duduk diam memegang buku, (sebagai deskripsi belajar) demi seperangkat nilai akademis yang digadang-gadang akan menyelamatkan kehidupan masa depan mereka.
Lirik lagu di atas, yang dinyanyikan Tasya terasa tetap aktual saat ini. Tersirat dalam lagu itu proses belajar di sekolah adalah proses yang melelahkan bagi mereka. Keluh kesah dan beratnya pelajaran membuat mereka butuh liburan yang panjang. Liburan itu kebebasan. Bebas melakukan apa mau si murid. Tak asyik kalau diisi dengan tugas belajar yang menggunakan laptop, pena dan kertas. Tapi itu dulu. Saat ini, murid-murid di era tahun 2000an yang sering disebut dengan murid milenial, memiliki pola belajar yang berbeda. Mereka menghabiskan 6,5 jam setiap hari untuk membaca media cetak, elektronik, digital, broadcast dan berita. Mereka mendengarkan dan merekam musik, melihat, membuat, dan mempublikasikan konten internet serta tidak alpa menggunakan gawai kesayangan.
Ciri murid zaman milenial:
1. Otonomi mengelola diri
2. Peka terhadap perubahan
3. Mudah mengalihkan fokus
4. Kebutuhan teman bicara
Murid zaman milenial memiliki cara belajar sesuai zamannya. Karakteristik mereka yang unik, bergeser jauh dari pola belajar guru mereka yang hidup dan belajar di era 80-90an. Mereka yang sekarang memiliki otonomi dalam mengelola diri. Perubahan yang terjadi dalam kehidupannya, tidak dianggap sebagai ancaman, tapi lebih sebagai tantangan, layaknya tantangan dalam permainan daring (online) yang mereka mainkan.