Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe

Stop Jadi Malin Kundang!

22 Desember 2012   05:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:13 202 0

Seperti biasa, pagi ini saya membuka lembaran hari ini dengan surfing ke dunia maya. Mulai membuka email, jejaring sosial, situs berita aktual, dan tentu Kompasiana tercinta. Hampir di semua situs yang saya buka itu sedang hangat membincangkan peran perempuan yang mulia yakni Ibu. Saya enggan untuk ikutan mengharu-biru atau terbawa arus tanggal merah yg dispesialkan untuk para Ibu. Bukan berarti saya tidak saying pada ibu saya, dan ibu-ibu yang lainnya, atau bahkan diri sendiri yang kelak akan menjadi ibu. Melainkan, menurut saya hari ini hanyalah formalitas saja sebagai bentuk penghormatan terhadap perempuan. Semuanya sibuk update status “Terimakasih Ibu”, “I love you, Mom.”, dan sebagainya. Semuanya serba melankolis hari ini. Kalaupun ada aksi, hanya sekedar gerakan sporadic semata misal, bagi bunga, orasi jalanan atau orasi ilmiah di forum-forum intelektual formalitas dan atau non-formalitas.

Seolah-olah hari Ibu mengalahkan perayaan hari besar agama pada umumnya. Kenapa hari Ibu hanya ditentukan pada hari ini saja? Hanya satu hari? Pada bulan Desember lagi, akhir tahun. Kenapa tidak pada bulan-bulan di awal tahun saja? Kalau dipandang dari simbolisasi, maka bulan di awal tahun itu dapat dimaknai sebagai gerbang pintu perubahan dan awal harapan baru, karena ibu merupakan gerbang kehidupan awal bagi para manusia ke dunia. Pertanyaan-pertanyaan, dan asumsi-asumsi tersebut berkecamuk dalam pikiranku pagi ini.

Cobalah kita tengok sejenak, tak usah jauh-jauh, ibu kita sendiri, apakah kita sering melakukan sesuatu yang membuatnya berbunga-bunga dengan perasaan membuncah setiap hari dan waktu? Apakah kita sering membuat ibu kita tersenyum selalu selama menghabiskan waktu bersama? Atau malah sebaliknya, setiap kita bangun tidur yang kita dengar adalah omelan ibu kita atas tindakan kita yang dianggap “tidak benar” dalam pandangannya? Dan, menangis ketika kita melakukan perbuatan yang membuat perasaannya tersakiti dan kecewa? Jujur, saya belum pernah membuat ibu saya tersenyum dan tertawa setiap waktu tanpa sedikitpun menyakiti perasaannya. Memang sih, manusia tidak ada yang sempurna dan selalu melakukan kesalahan, akan tetapi sederhananya apakah kita sudah menjadi anak yang baik yang akan menjadi ibu yang baik bagi anak kita kelak? (bila anda perempuan, silahkan mengangguk atau menggeleng. Kalau anda pria, wah saya perlu menanyakan kejantanan anda, hehehe)

Saya mengatakan dengan tegas bahwa hari ini yang ditasbihkan sebagai hari Ibu bagi saya adalah sekedar formalitas. Kenapa kita hanya membuat hari ini saja yang istimewa bagi ibu kita dengan kata-kata manis yang terlontar lewat media apapun? Sedangkan, di hari yang lain, kita masih melontarkan kata-kata menyakitkan pada ibu kita.

Kalau kita pahami secara mendalam, semua agama mendudukkan ibu kita pada derajat yang tinggi. Nggak percaya? Nih, aku kutipkan beberapa ayat atau sedikit pandangan dari beberapa agama yang diakui di Indonesia. Simak baik-baik di bawah ini ya, bias-bisa habis kalian baca ini, langsung sungkem tuh sama ibu kalian semua.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun