Menurut hemat penulis, terkaparnya kultur intelektual di kampus tak pelak lagi turut berimbas terhadap meredupnya nuansa gerakan mahasiswa hari ini bahkan ada indikasi bahwa mahasiswa generasi sekarang mulai ciut atau mulai tidak bernyali melakukan gerakan penentangan terhadap ketidakadilan di kampus dan di negeri ini dalam skala yang lebih luas lalu konsekuensi logisnya adalah semakin tumbuh suburnya para mahasiswa apatis di kampus, mahasiswa yang tidak peduli dengan kondisi kemahasiswaan, mahasiswa yang tidak mau tahu apakah dirinya tertindas atau tidak, yang jelas mereka masih fun-fun saja karena bisa bercanda kesana - kemari di tengah hujan kebijakan dari birokrasi kampus dan pemerintah yang nyata merugikan mahasiswa dan rakyat, sangat sederhana untuk menjelaskan sinkronisasi (hubungan) antara matinya kultur intelektual kampus dan meredupnya gerakan mahasiswa sebab insan yang bisa melakukan perekayasaan di bidang kemahasiswaan adalah insan tercerahkan (rausyan fikr) dan insane tercerahkan tersebut baru bisa terwujud ketika kultur intelektual bisa mapan di setiap kampus.
Belakangan ini dalam dunia kampus muncul sindrom "narsisme intelektual" yakni sekelompok manusia dalam kampus yang terlalu mudah melabeli diri sebagai intelektual padahal hakikatnya mereka belum pantas menyandang predikat tersebut, opini narsis semacam ini mampu bertahan bahkan tumbuh subur dalam komunitas mahasiswa tertentu disebabkan terjadinya mispersepsi terhadap kata intelektual itu sendiri, muncul kecenderungan dalam diri mereka untuk mempersamakan antara akademisi dan intelektual sehingga secara tidak langsung anggapan tersebut akan menjadikan mereka alergi terhadap kegiatan di luar proses perkuliahan semisal bergabung dalam salah satu organisasi dengan orientasi perubahan, untuk menjadi intelektual sejati maka, seorang mahasiswa mesti bergabung ke dalam organisasi yang berbasis perubahan dan pencerahan, bukan dengan terkungkung dalam setting permainan birokrasi kampus yang cenderung mendorong mahasiswanya untuk sekedar menjadi akdemisi yang sering tidak peka dengan realitas kampusnya sendiri. matinya budaya intelektual kampus hanya bisa disikapi dengan bergabung ke dalam organisasi yang berbasis perubahan dan pencerahan sebab dalam organisasi tersebutlah senantiasa hidup berbagai diskusi yang memproduk ide - ide perubahan yang mesti ditindaklanjuti dalam ranah praktis, gerakan manapun tidak akan pernah kokoh tanpa memiliki dasar intelektual dan spiritual yang kuat.
Zaenal Abidin Riam
Kader HMI MPO Komisariat Tarbiyah UIN Alauddin Makassar