Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Matinya Budaya Intelektual Kampus

5 Mei 2013   00:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:05 928 0
Selama kurang lebih 67 tahun (terhitung dari 1945 sampai sekarang) oleh kalangan luar, kampus masih tetap dianggap sebagai lambang dunia intelektual, dengan kata lain orang masih mempersepsi bahwa selama kampus masih tegak maka, selama itu pula nuansa intelektual masih berkecambah dan tumbuh di tengah umat namun jika direfleksi ke belakang sebenarnya asumsi ini masih berada pada tataran kewajaran mengingat beberapa sepak terjang mahasiswa yang notabenenya berasal dari dunia kampus tidak bisa disepelekan begitu saja, sebutlah proklamasi yang sampai kapanpun akan menjadi unforgettable moment bagi masyarakat bumi pertiwi juga tidak lepas dari campur tangan mahasiswa (kaum muda). Suatu keniscayaan bahwa kita memang tidak bisa memungkiri jika nuansa intelektual pada angkatan 65-66 atau angkatan 98 sangat mengental di dalam kampus, hal ini terbukti dengan begitu mudahnya kita menjumpai tempat - tempat kajian di kampus bahkan organisasi ekstra kala itu berlomba - lomba mengadakan kajian di kampus sebagai bentuk pencerahan kepada sesama mahasiswa yang menjadi ujung tombak bangsa ini, namun kondisi itu perlahan tapi pasti mulai ditinggalkan oleh masyarakat kampus sehingga alam intelektual kampus justru memberikan tampilan yang jauh berbeda dari tahun 65-66 atau 98, kalau dulu tempat kajian sangat mudah dijumpai dan bertebaran di setiap sudut kampus maka sekarang dicari selama seminggu pun belum tentu didapatkan, kalau dulu kampus sering diramaikan dengan lesehan kampus maka sekarang dalam jangka waktu satu semester pun kegiatan itu belum tentu terlintas di mata kita, yang ramai justru lesehan gosip.

Menurut hemat penulis, terkaparnya kultur intelektual di kampus tak pelak lagi turut berimbas terhadap meredupnya nuansa gerakan mahasiswa hari ini bahkan ada indikasi bahwa mahasiswa generasi sekarang mulai ciut atau mulai tidak bernyali melakukan gerakan penentangan terhadap ketidakadilan di kampus dan di negeri ini dalam skala yang lebih luas lalu konsekuensi logisnya adalah semakin tumbuh suburnya para mahasiswa apatis di kampus, mahasiswa yang tidak peduli dengan kondisi kemahasiswaan, mahasiswa yang tidak mau tahu apakah dirinya tertindas atau tidak, yang jelas mereka masih fun-fun saja karena bisa bercanda kesana - kemari di tengah hujan kebijakan dari birokrasi kampus dan pemerintah yang nyata merugikan mahasiswa dan rakyat, sangat sederhana untuk menjelaskan sinkronisasi (hubungan) antara matinya kultur intelektual kampus dan meredupnya gerakan mahasiswa sebab insan yang bisa melakukan perekayasaan di bidang kemahasiswaan adalah insan tercerahkan (rausyan fikr) dan insane tercerahkan tersebut baru bisa terwujud ketika kultur intelektual bisa mapan di setiap kampus.

Belakangan ini dalam dunia kampus muncul sindrom "narsisme intelektual" yakni sekelompok manusia dalam kampus yang terlalu mudah melabeli diri sebagai intelektual padahal hakikatnya mereka belum pantas menyandang predikat tersebut, opini narsis semacam ini mampu bertahan bahkan tumbuh subur dalam komunitas mahasiswa tertentu disebabkan terjadinya mispersepsi terhadap kata intelektual itu sendiri, muncul kecenderungan dalam diri mereka untuk mempersamakan antara akademisi dan intelektual sehingga secara tidak langsung anggapan tersebut akan menjadikan mereka alergi terhadap kegiatan di luar proses perkuliahan semisal bergabung dalam salah satu organisasi dengan orientasi perubahan, untuk menjadi intelektual sejati maka, seorang mahasiswa mesti bergabung ke dalam organisasi yang berbasis perubahan dan pencerahan, bukan dengan terkungkung dalam setting permainan birokrasi kampus yang cenderung mendorong mahasiswanya untuk sekedar menjadi akdemisi yang sering tidak peka dengan realitas kampusnya sendiri. matinya budaya intelektual kampus hanya bisa disikapi dengan bergabung ke dalam organisasi yang berbasis perubahan dan pencerahan sebab dalam organisasi tersebutlah senantiasa hidup berbagai diskusi yang memproduk ide - ide perubahan yang mesti ditindaklanjuti dalam ranah praktis, gerakan manapun tidak akan pernah kokoh tanpa memiliki dasar intelektual dan spiritual yang kuat.

Zaenal Abidin Riam

Kader HMI MPO Komisariat Tarbiyah UIN Alauddin Makassar

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun