Tapi, cerita saya sedikit berbeda. Inilah yang menambah keyakinan saya akan "keanehan" orang Jakarta (mungkin termasuk saya). Kalau biasanya jenazah yang terkena gosip adalah yang proses meninggalnya "tidak wajar" atau orang yang semasa hidupnya berbuat "jahat", di daerah rumah saya beberapa oknum warga justru menggosipkan mendiang tetangga yang selama hidup (bahkan hingga meninggal) bermanfaat bagi orang lain.
Bagaimana tidak, mendiang gadis usia 20-an itu punya niat mulia mendonorkan matanya setelah meninggal dunia. Mengharukan ya? Bahkan sedikitpun tidak pernah terpikirkan bagi saya untuk berbuat hal sama. Saya semakin kagum saat tahu ternyata mereka sekeluarga sejak awal memang berniat donor mata jika meninggal.
Gadis itu meninggal karena kecelakaan yang mengakibatkan benturan di kepala. Jasadnya utuh, hanya sedikit benjolan di kepala. Tapi yang bikin heboh para biang gosip (bigos) adalah kondisi mata yang ditutup perban. Bukan cuma bisik-bisik, bahkan secara terang-terangan mereka menggunjing situasi tersebut. Mbok ya kalau tidak tahu bertanya, jangan sok tahu. "Ih, itu kenapa matanya ditutup? Aneh ya, padahal kemarin di rumah sakit baik-baik saja?" celoteh salah satu tetangga, tepat di belakang kakak almarhumah. "Iya ih, harusnya kan dibuka biar nggak menimbulkan fitnah," samber tetangga lain, yang tak sadar justru dialah yang baru saja menyebarkan fitnah.
Untungnya Sang Kakak sama baik hatinya dengan mendiang. Dia justru menjelaskan baik-baik kepada para bigos. "Kita sekeluarga memang niat donor mata, termasuk adik saya. Makanya matanya diperban, karena kornea sudah diangkat," jelasnya dengan tegar. Para bigos itu tentu tidak puas dengan jawaban Sang Kakak. Pindahlah mereka ke tenda depan, yang tentu banyak pelayat lainnya bisa dengan jelas mendengar gosip mereka. "Aneh ya, buat apa donor mata? Jangan-jangan nggak sanggup bayar biaya rumah sakit kali yah? Lumayan tuh jual mata, bisa dapat berjuta-juta," kata salah satu biang gosip.
Entah ide gila itu ia dapat dari mana. Dari beribu-ribu bahan gosip, kenapa mereka harus memilih jenazah gadis mulia itu? Saya hanya bisa mengelus dada dan menyeret ibu saya yang duduk tak jauh dari gerombolan sinting itu. Jangan sampai ibu saya ikut-ikutan.
Apakah gosipnya selesai sampai di rumah duka? Tentu tidak. Bahkan, hingga jenzah baru dimasukkan ke liang lahat, para bigos yang rela terpaksa ikut ke makam masih bersungut-sungut penasaran. Mungkin mereka ingin melihat langsung bagaimana bentuk jenazah tanpa kornea. Sinting.
Selamat Siang Jakarta,
Jangan ikut-ikutan gosipin (jenazah) ya :)