Memang menenggelamkan kapal asing pencuri ikan, bukan kebijakan yang salah. Apalagi itu demi kedaulatan wilayah NKRI. Tetapi esensi dia sebagai seorang menteri, tentu tidak hanya berpikir di satu arah saja. Kebijakan itu harus paralel dengan kebijakan yang memperhatikan rakyat pesisir, yang dapat menyejahterakan nelayan-nelayan tradisional.
Ada sekitar 2,17 juta nelayan miskin di Indonesia (data BPS 2013). 70% hanya lulusan Sekolah Dasar dengan penghasilan paling tinggi Rp 1,1 juta per bulan. Kehidupan mereka, hari ini menangkap ikan, hanya cukup untuk makan besok. Jika besoknya tidak melaut, maka nelayan tersebut akan pinjam uang ke tengkulak. Dalam cuaca yang semakin tidak menentu, nelayan kecil terpaksa hidup segan mati tak mau.
Menteri Susi perlu mengevaluasi ulang kebijakan yang dibuatnya selama ini. Peraturan yang dikeluarkan masih ada yang berbenturan dengan kebiasaan nelayan, sehingga menyulitkan kehidupan nelayan. Idealnya, sebelum memutuskan suatu kebijakan, Susi harus mengajak semua stakeholder untuk duduk bersama. Pembicaraan itu sangat penting untuk menentukan kebijakan apa yang terbaik bagi masyarakat nelayan.
Contoh kebijakan yang sangat kontroversial adalah penggunaan cantrang. Memang cantrang terbukti berbahaya bagi ekosistem laut. Tetapi selama ini banyak nelayan yang mengandalkan cantrang untuk mencari penghasilan. Menteri Susi hanya mengeluarkan larangan tanpa sosialisasi dan solusi bagaimana nelayan bisa menangkap ikan tanpa cantrang.
Jika serta merta cantrang dilarang tanpa penjelasan, tentu hal ini sulit diterima oleh nelayan tradisional. Mereka hanya rakyat kecil yang berpendidikan rendah, perlu mendapat arahan yang cukup dan memadai. Karena itu butuh sosialisasi beberapa waktu lamanya. Di sisi lain, harus ada solusi alat apa yang bisa digunakan nelayan kecil untukĀ menangkap ikan lebih baik dari cantrang. Kalau nelayan tidak memiliki alternatif cara dan alat untuk menangkap ikan, bagaimana mereka akan bertahan? Mereka akan kelaparan, dan anak-anak nelayan miskin itu akan semakin kekurangan gizi.
Beberapa waktu yang lalu, Menteri Susi menjanjikan ada pelonggaran penggunaan cantrang hingga September 2015. Namun hal itu hanya diucapkan secara lisan, tak ada kelanjutan dengan kebijakan-kebijakan secara resmi. Alhasil, nelayan tradisional masih kebingungan, takut menggunakan cantrang karena bisa ditangkap, tapi tidak punya alat lain untuk menangkap ikan.