Pasalnya adalah, Indonesia kurang dikenal di dunia Internasional. Boleh saja orang mengatakan bahwa Bali sangat terkenal. Namun hanya sebagian penduduk dunia yang mengetahui bahwa Bali ada di Indonesia. Mereka mengira bahwa Bali adalah suatu negara tersendiri. Hal ini dapat dilihat pada buku-buku acuan wisata yang diterbitkan di Eropa. Nama yang tercantum adalah Bali, bukan Indonesia. Maka tak salah jika Justin Beiber pernah 'ngeyel' bahwa Bali bukan Indonesia. Sedangkan Indonesia disebutnya sebagai negara terbelakang yang jauh dari modernisasi.
Kita tak perlu marah dengan arogansi penyanyi sekelas Justin, atau orang-orang lain yang belum mengenal Indonesia. Pengalaman saya pribadi, bahkan lebih mengejutkan. Ketika berada di sudut Eropa, salah seorang yang mengobrol dengan saya, mengira Indonesia ada di benua Afrika. Jujur saya katakan, negara tetangga yang juga seteru kita, Malaysia lebih dikenal dunia internasional. Adanya Candi Borobudur yang pernah menjadi salah satu keajaiban dunia saja tidak mampu mendongkrak popularitas Indonesia.
Beruntung ada Jusuf Kalla, mantan Wakil Presiden yang berjuang keras agar Komodo menjadi salah satu keajaiban dunia sehingga Indonesia mulai disebut-sebut dalam pembicaraan wisatawan. Kemudian ada Raja Ampat di Papua, yang belakangan ini santer sebagai destinasi wisata yang menarik. Namun semua itu belum cukup, masih panjang perjalanan yang harus ditempuh agar Indonesia menjadi tujuan wisata dunia.
Pariwisata adalah salah satu sektor penting untuk meningkatkan pendapatan nasional di luar migas. Kita dapat melepaskan ketergantungan terhadap migas dengan memaksimalkan pariwisata. Kalau kita perbandingkan, negara-negara lain yang jauh lebih kecil, mampu memperoleh pemasukan yang besar dari pariwisata. Lantas kenapa kita tidak bisa? Padahal begitu banyak keindahan alam Indonesia yang layak dijadikan destinasi wisata.
Ada beberapa hal yang harus dibenahi :
1. Promosi. Kita butuh iklan yang bombastis untuk memperkenalkan Indonesia pada dunia. Pemerintah masih terlalu perhitungan dalam hal ini. Promosi masih terbatas pada stand yang dibuka dalam sebuah event tertentu di sebuah negara. Perlu lebih banyak event yang digelar di Indonesia dan mengundang masyarakat Internasional untuk mengikutinya. Misalnya Tour de Singkarak di Sumatera Barat atau Tour de Bintan di Kepulauan Riau. Jangan ragu menggunakan media massa luar negeri agar cepat menyebar di seluruh dunia.
2. Berdayakan para mahasiswa Indonesia yang belajar di luar negeri. Alangkah baiknya jika mereka memiliki kemampuan memeragakan salah satu budaya tanah air, sehingga jika ada acara kampus, mampu menarik minat teman-temannya untuk datang ke Indonesia. Setahu saya, mahasiswa-mahasiswa Indonesia di Turki, justru mengikuti lomba menyanyi dalam bahasa Turki. Kita jusru harus mendorong mereka untuk memperlihatkan kekayaan keanekaragaman budaya di Indonesia. Kalau perlu, pemerintah memberikan bea siswa kepada para pelajar yang merangkap sebagai duta wisata. Selain itu pemerintah dapat bekerja sama dengan universitas-universitas di dalam dan luar negeri untuk menggalakkan program pertukaran pelajar. Sebaliknya, kita juga bisa mengadakan kontes semacam itu di tanah air untuk para pelajar dari luar negeri. Misalnya mengadakan lomba menari tradisional atau menyanyikan lagu-lagu daerah yang hanya boleh diikuti oleh orang asing.
3. Pembenahan sarana infrastruktur di kawasan wisata. Bali dan Yoyakarta memang sudah ditunjang oleh infrastruktur yang memadai dengan jalan-jalan yang rapi dan bersih. Tetapi di wilayah-wilayah lain, masih memerlukan banyak perbaikan. Demikian pula fasilitas yang diperlukan untuk melayani para wisatawan seperti penginanapan dan transportasi.
4. Birokrasi. Salah satu yang membuat wisatawan senang ke suatu negara adalah kemudahan dalam mengurus surat-surat yang diperlukan. Para pelancong tak suka direpotkan oleh masalah birokrasi karena hanya membuang waktu dan uang. Memang kalau ke tempat wisata yang sudah dikenal seperti Bali dan Yogya, tidak banyak bersinggungan dengan birokrasi. Namun beberapa wisatawan yang datang ke daerah lain, misalnya Maluku Utara, mengeluhkan adanya wajib lapor dan keharusan mengisi formulir-formulir yang membuat mereka pusing.
5. Bahasa. Kelemahan kita adalah sulit berkomunikasi dengan wisatawan mancanegara. Biasanya memang ada tour guide yang dapat menjelaskan kepada mereka. Namun hal itu bisa dilakukan bila para wisatawan berkunjung dengan menggunakan paket wisata yang diselenggarakan biro perjalanan. Sedangkan para turis yang datang sendiri, lebih suka bebas 'blusukan' kemana-mana tanpa didampingi pemandu. Nah ketika mereka berinteraksi dengan penduduk, ada kesulitan karena masyarakat kita kurang menguasai bahasa Inggris. Maka alangkah baiknya jika pemerintah setempat memberikan pelatihan bahasa Inggris di wilayah pariwisata. Sebagai contoh, pelatihan yang diberikan kepada tukang becak di Yogyakarta atau kepada sopir taksi di Surabaya. Hal ini harus diberlakukan di seluruh Indonesia.
6. Information Center. Pusat informasi sangat diperlukan oleh para wisatawan untuk mencari tempat yang menjadi tujuannya. Setiap kota, terutama kota besar dan kota-kota yang memliki tempat wisata harus memberikan informasi yang mudah dan memadai. Dan information center ini, mutlak tercantum di setiap brosur yang menjadi pegangan wisatawan agar mereka tidak tersesat.
7. Kejujuran. Di beberapa daerah wisata, banyak orang yang tidak mengerti bahwa kejujuran sangat penting untuk menjual daerah wisata. Ada kebiasaan buruk masyarakat kita yang menganggap semua turis asing banyak uang, sehingga wisatawan dijebak dangan harga dan tarif yang jauh lebih tinggi dari biasanya. Jika diketahui para turis, hal ini dapat membuat mereka jera untuk datang ke Indonesia, dan mereka bisa menyebarkannya dalam komunitas para pelancong dunia. Kejujuran ini juga menyangkut sikap aparat yang seharusnya menunjang pelayanan kepada wisatawan. Jangan sampai terjadi lagi kasus di Bali dimana polisi meminta uang kepada turis.