Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat Pilihan

Menyoal Gelar "Haji"

10 Maret 2015   11:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:54 194 0
Gelar haji, banyak dicantumkan orang yang telah menunaikan ibadah haji ke tanah suci Mekah. Apakah gelar ini adalah sesuatu yang pantas disandang oleh orang Islam? kelihatannya begitu. Namun mari kita lihat hakikat daripada haji ini sesuai dengan ajaran agama Islam.

Haji adalah salah satu dari rukun Islam. Ini salah satu pilar agama Islam. Haji adalah bagian dari ibadah, hubungannya hanya antara seorang hamba (manusia) dengan Allah. Jadi perlukah manusia lain mengetahui apakah dia sudah menunaikan ibadah haji atau belum? tidak. Sama sekali tidak ada perlunya. Korelasinya hanya pada implementasi seseorang setelah menunaikan ibadah haji pada kehidupan sehari-hari.

Karena haji adalah ibadah, sebagai bukti ketaatan perintah kepada Allah, maka untuk apa menyandangkan gelar haji?  Kalau kita lihat, orang yang menggunakan gelar haji ini adalah orang Melayu, terutama Malaysia dan Indonesia. Namun kalau di tanah Saudi Arabia, adakah yang bergelar haji? tidak. Padahal mereka lebih sering melakukan ritual haji daripada orang kita.

Sejak zaman Rasulullah, tidak ada yang memakai gelar haji. Baik itu para sahabat, Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, dll. Memang Nabi Muhammad tidak pernah mengajarkan atau menganjurkan agar orang yang telah menunaikan ibadah haji memakai gelar haji. Nah mengapa orang Indonesia melakukannya? apakah ini tidak salah kaprah?

Sekali lagi, haji adalah ibadah. Itu berarti urusan seorang hamba kepada Allah. Manusia lain tidak perlu mengetahui. Maka jika sesseorang mencantumkan gelar haji, pertanyaannya adalah untuk apa? agar manusia lain tahu kalau dia sudah pergi ke Mekkah. Ini bisa dikatakan riya. Bukankah ibadah tak perlu dipamerkan kepada orang lain. Seandainya orang lain tahu karena tidak sengaja, tidak mengapa, tetapi bukan karena diproklamirkan bahwa orang itu sudah haji.

Lagipula, dari sekian banyak orang yang menunaikan ibadah haji, hanya sebagian kecil yang mendapat pahala haji mabrur. Sedangkan umat muslim lainnya hanya sekedar telah menunaikan kewajiban rukun Islam yang kelima. Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya niat pergi berhaji bukan mencari keridhaan Allah, tetapi agar dipandang mulia oleh orang lain. Lalu uang untuk pergi haji berasal dari uang haram, begitu pula makanan dan pakaiannya. Adapula yang pergi hajinya telah menzalimi orang lain dsb.

Ciri haji mabrur

Begitu banyak orang yang menunaikan ibadah haji dari Indonesia. Tetapi kita bisa tahu apakah seseorang mendapatkan haji mabrur melalui sikapnya setelah pulang dari Mekkah. Orang terssebut biasanya mendapat petunjuk dari Allah untuk memperbaiki hidupnya. Ia banyak bertobat,  berupaya menghilangkan sifat-sifat buruk, meningkatkan ibadah, selalu istiqomah dalam ketaatan.

Maka, orang yang mendapat pahala haji mabrur akan semakin tampak kesolehannya. Ia memperbaiki tutur katanya, berhati-hati dalam bersikap agar tidak melukai perasaan orang lain. Orang itu juga tidak akan berani menyombongkan diri walau ia memiliki banyak kelebihan. Ia lebih memilih tawadhu, meski berhadapan dengan orang yang merendahkan dirinya. Dalam kehidupan sehari-hari, ia memuliakan wanita, mencintai keluarga, menghormati tetangga dan mudah mengulurkan tangan untuk memberi bantuan. Ia menjadi seorang dermawan.

Salah satu orang yang saya kagumi dan saya yakini telah mendapat haji mabrur adalah Bapak Edi Sudradjat, Jenderal berbintang lima yang menjadi Menkopolkam di tahun-tahun terakhir kejayaan Orde Baru. Ia tidak mau dipanggil haji, meski telah menunaikan rukun islam tersebut.

"Haji adalah ibadah saya kepada Allah," kata almarhum Edi Sudradjat semasa hidup.

Bentuk ke-tawadhu-an Pak Edi sangat terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Ia ramah dan rendah hati. Jika ada orang dari daerah datang, ia bergegas menemui tamu tersebut. Pak Edi menghargai dan menghormati orang tanpa memandang pangkat dan kedudukan, apalagi status sosial. Bahkan setelah  menjadi purnawirawan, ia enggan dipanggil Jendral.

Nah, saya tidak habis pikir dengan tokoh-tokoh yang dengan bangga mencantumkan gelar haji pada namanya dan minta dipanggil Pak haji. Terutama pada orang0orang yang berkelakukan tidak pantas. Bukan hanya sombong, sok pintar, senang berfoya-foya, tetapi juga melakukan korupsi yang jelas-jelas dilarang oleh ajaran agama. Tokoh-tokoh ini sama saja dengan merendahkan agamanya sendiri. Ironinya, Indonesia dipenuhi oleh orang-orang seperti ini.

*Disitu  saya merasa sedih

sumber : Hadits Rasulullah riwayat HR Muslim & Bukhari

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun