Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money

Apakah Kenaikan Harga Elpiji 12 kg Menyengsarakan Rakyat?

7 September 2014   14:28 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:23 45 1
Kenaikan harga BBG (Bahan Bakar Gas) atau elpiji memang sesuatu yang tidak populer dan tidak menyenangkan untuk didengar. Namun hal ini bukan barang baru bagi masyarakat Indonesia. Apapun yang namanya kenaikan harga, baik soal bahan bakar atau sembako, sudah biasa terjadi dalam kurun waktu tertentu. Kehebohan soal kenaikan harga, hanya bersifat sementara, selebihnya masyarakat bisa menerima kebijakan tersebut.

Ketika kebijakan konversi dari minyak tanah ke gas dikeluarkan   pada era pemerintahan SBY jilid pertama, Jusuf Kalla telah memperkenalkan penggunaan gas bersubsidi 3 kg dan non subsidi 12 kg. Kebijakan ini juga sempat menimbulkan kontroversi, karena rakyat biasa menggunakan minyak tanah. Tetapi berkat sosialisasi yang gencar, akhirnya rakyat juga mengerti. Apalagi ketersediaan minyak tanah juga semakin langka. Mau tak mau mereka harus menggunakan gas sebagaimana yang diharapkan pemerintah. Gas bersubsidi 3 kg menggunakan tabung hijau muda ( menjadi terkenal dengan sebutan gas melon) ditujukan untuk rakyat kecil. Sedangkan kalangan menengah ke atas  diarahkan untuk menggunakan gas non subsidi  12 kg atau lebih.

adaptasi masyarakat

Sesungguhnya rakyat Indonesia mempunyai daya adaptasi yang luar biasa. Masyarakat selalu menyesuaikan diri terhadap setiap situasi dan kondisi yang diciptakan pemerintah. Kepanikan sesaat tidak membuat rakyat menjadi tumpul dalam mengatasi berbagai persoalan yang terjadi. Selalu ada alternatif dan jalan keluar yang dapat dipahami bersama. Sebagai contoh: kelangkaan BBM dan BBG telah mendorong kreatifitas para ilmuwan untuk menciptakan bahan bakar pengganti. Meski sampai saat ini bahan bakar alternatif belum diputuskan, upaya itu masih terus berjalan.

Kemampuan tinggi adapatasi masyarakat dalam menyikapi kebijakan pemerintah yang vital patut dihargai dan diapresiasi. Pemerintah tidak boleh semena-mena dalam menaikkan harga BBM/BBG. Harus ada kajian secara ilmiah berdasarkan data yang akurat yang memungkinkan untuk kenaikan harga. Proses dan hasilnya diberitahukan dan dilaporkan secara terbuka kepada masyarakat, sehingga terjadi pemahaman yang sama antara kedua pihak. Transparansi akan meningkatkan kepercayaan rakyat kepada pemerintah bahwa kebijakan menaikkan harga BBM/BBG adalah keputusan yang terbaik.

Dalam waktu  dekat  Pertamina akan menaikan harga gas elpiji non subsidi 12 kg.  Memang harga gas elpiji non subsidi 12 kg  telah mengalami kenaikan  pada awal tahun 2014.  Menurut rencana, harga gas ini juga akan mengalami kenaikan setiap enam bulan sekali. Hal ini disebabkan karena Pertamina masih menanggung kerugian sebesar 2, 81 triliun selama semester pertama. Kalau harga tidak dinaikkan, Pertamina akan menderita kerugian sebesar 5 triliun setahun. Mengapa Pertamina bisa merugi? sebab gas elpiji harus diimpor dari negara lain. Sekarang ini, Indonesia hanya bisa memproduksi gas alam, sedangkan gas elpiji didatangkan dari luar negeri.

Apakah kebijakan Kenaikan harga ini menyensarakan rakyat? ternyata hanya sedikit pengaruhnya  karena berdasarkan data Pertamina, hanya 16 % dari masyarakat yang menggunakan tabung gas elpiji 12 kg.  Dan mereka adalah orang-orang yang berasal dari kalangan menengah ke atas alias berpenghasilan besar. Sedangkan  lainnya yaitu rakyat kecil atau golongan lemah  menggunakan gas melon. Berarti sebagian besar masyarakat Indonesia tetap dapat  menggunakan gas bersubsidi 3 kg. Dengan kata lain, kenaikan gas non subsidi 12 kg tidak akan menyengsarakan rakyat kecil.    Berdasarkan hal tersebut, maka Bank Indonesia telah memperkirakan bahwa kenaikan harga gas elpiji non subsidi tidak berpengaruh secara signifikan pada inflasi. Meski ada sisi yang akan memacu kenaikan harga beberapa macam barang yang biasa dikonsumsi masyarakat, tetapi pada dasarnya rakyat kecil tidak dirugikan.

manajemen

Satu hal yang harus diingat, masalah penyaluran dan distribusi gas bersubsidi 3 kg selalu rawan akan penyelewengan. Dalam beberapa kasus, ada oknum-oknum yang menjual gas bersubsidi ke tangan para penadah untuk disuntikkan pada tabung gas 12 kg. Penyelewengan ini melibatkan pengusaha dengan aparat dan staf pemerintah, dengan kata lain ada mafia yang senang bermain di sektor migas.  Permainan ini yang menyebabkan kelangkaan gas melon di beberapa daerah.

Pertamina memang menjanjikan akan mampu mengontrol distribusi gas ke seluruh Indonesia. Pertamina mengklaim telah memiliki data seluruh agen distributor dan sistem monitoringnya. Tetapi fakta membuktikan, ada saja kebocoran yang terjadi. Ada baiknya jika Pemerintah melakukan Waskat (pengawasan melekat) yang dulu digunakan Orde Baru, yang disesuaikan untuk masa zaman sekarang. Setiap pergerakan yang menyangkut distribusi gas harus diawasi oleh tim khusus yang ditunjuk oleh pemerintah. Tim ini harus mampu mengenali dan memotong siasat mafia agar tidak dapat mengganggu penyediaan gas melon untuk rakyat, sehingga kelangkaan gas melon bisa dihindari.

Di sisi lain, Pertamina juga harus melakukan sosialisasi tentang prioritas pengguna gas bersubsidi kepada masyarakat. Pertamina sebaiknya memberi penekanan bahwa gas elpiji 3 kg diperuntukkan bagi rakyat kecil. Jangan memberi peluang bagi kalangan menengah ke atas untuk melakukan kenakalan yaitu membeli gas bersubsidi. Misalnya, distributor  diwajibkan menolak  dengan tegas pembeli yang berindikasi sebagai orang yang berpenghasilan tinggi. Perlu dibuat papan-papan peringatan yang mengimbau masyarakat kalangan atas agar membeli  gas non subsidi dan membudayakan rasa malu jika menggunakan gas elpisi 3 kg.  Sosialisasi ini juga melibatkan media massa dan tokoh-tokoh masyarakat. Tak ada salahnya memberi sanksi sosial kepada orang yang  terpergok melakukan kenakalan tersebut.

Perlu dipikirkan pula ide dari Presiden terpilih Jokowi tentang pengadaan kartu bagi orang yang pantas menggunakan BBM/BBG bersubsidi. Cara ini memang bisa menjadi solusi untuk lebih tertib dalam penyaluran gas bersubsidi agar tepat sasaran, yaitu rakyat kecil.

eksplorasi

Indonesia adalah negara yang diberkati Tuhan. Luas wilayahnya  malah  lebih besar dari negara adidaya Amerika Serikat. Dengan luas wilayah sebesar ini, Indonesia memilik kekayaan alam yang luar biasa, yang dapat digunakan untuk menyejahterakan rakyat. Karena itu kurang masuk akal jika negeri ini harus mengimpor bahan-bahan alam  dari negara lain. Dan lebih tidak masuk akal jika kekayaan alam yang ada dikelola oleh perusahaan asing dan mengalir ke negara lain. Kasus Freeport membuktikan bahwa  kekayaan alam Indonesia berupa minyak dan emas di bumi Papua telah  dikeruk untuk menguntungkan Amerika Serikat. Ini adalah salah satu kesalahan yang terjadi pada awal Orde Baru yang harus diperbaiki.

Maka kita percaya bahwa segala macam mineral ada di bumi Nusantara. Kalau kita mampu menghasilkan gas alam, mengapa tidak mencoba untuk memproduksi gas elpiji? Masih banyak daerah yang belum dieksplorasi, terutama di wilayah laut. Tambang minyak lepas pantai memang telah ada, tetapi juga belum maksimal. Perlu dilakukan penelitian oleh para ilmuwan dalam negeri untuk menemukan sumber-sumber migas yang baru. Wilayah laut yang merupakan 2/3 dari luas wilayah Indonesia secara keseluruhan masih terbuka untuk eksplorasi. Namun pemerintah jangan lagi melakukan kesalahan dengan membiarkan PMA yang melakukan hal tersebut. Banyak pengusaha pribumi yang memiliki kapabilitas untuk mengelola sumber daya alam. Beri kesempatan dan keleluasaan kepada para pengusaha pribumi untuk berprestasi. Beberapa hal bisa dicapai, negara bisa mendapatkan devisa, membuka lowongan pekerjaan untuk masyarakat dan terpenuhinya kebutuhan rakyat akan gas elpiji. Dan pada saatnya nanti kita bisa  berhenti mengimpor gas elpiji dari luar negri. Tak ada alasan bagi Pertamina untuk merugi.

,

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun