Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerbung

Kabur di Malam Pernikahan

20 September 2024   14:56 Diperbarui: 20 September 2024   14:56 88 2

“Tak ada sesuatu yang kebetulan di dunia ini. Semua atas sekenario dan Izin-Nya. Tak terkecuali pertemuanku denganmu.”
(Mutiara Ayu}
Waktu di ponsel menunjukkan jam dua dini hari. Kukira semua orang di dalam rumah, telah terbuai ke alam mimpi masing-masing.  Suara riuh para bapak yang sejak tadi bermain kartu di depan rumah tak terdengar lagi. Ini saatnya melancarkan aksi yang  semalaman direncanakan.
Kukemas pakaian sepenuhnya ke dalam tas ransel.  Kemudian, mematut diri di cermin. Tampak, gadis berkerudung modis terpantul di sana.
Mataku menyapu seluruh ruangan kamar yang telah disulap bak kamar istana kerajaan, tadi siang. Tentu saja fasilitas ratu sehari akan kudapatkan hari ini.
Pak … Mak … maafkan Tiara! Aku mengusap bulir bening yang jatuh tanpa dikomando.
Aku berjalan ke arah jendela kamar, lalu membukanya  perlahan. Dengan sigap, aku melewati jendela. Sepatu sport yang dikenakan, cukup membantu usahaku.
***
Butuh waktu lima belas menit untuk sampai di jalanan mulus ini. Jalanan tampak sepi dari kendaraan yang lewat. Biasanya kata tetanggaku, bus jurusan Wado-Bekasi sering lewat jam dua dini hari. Sialnya sekarang sudah jam dua lebih, mungkin saja bus itu sudah berlalu. Alamat harus menunggu bus berikutnya, mana … lama lagi.
Dingin mulai menusuk kulit. Jaket kain yang kukenakan tak mampu mengisolasi hangatnya badan. Aku menepuk jidat, ketika netraku tiba-tiba menagkap lingkaran putih yang sepertinya digambar oleh polisi.
Ya ampun! Aku baru ingat. Kemarin siang, terjadi kecelakaan disini. Pengendara motor tewas di tempat, sedangkan pengendara mobil yang menabraknya dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi kritis.
Seketika bayangan rekaman video yang dikirim temanku lewat grup Whatsapp, sukses membuat bulu kuduk berdiri. Aku menengok ke kiri dan ke kanan. Tak  ada satu pun makhluk di sini.
Hiiiy, jadi ngeri, kalau pemuda yang tewas itu tiba-tiba menghantuiku. Lalu mengajakku kawin lari.
“Jangan ganggu … tolong … jangan ganggu, boleh lewat asal jangan menampakkan diri.” Aku komat-kamit disertai bacaan surat pendek sebisanya. Keringat dingin mulai bercucuran, diiringi tubuhku yang gemetar melawan takut.
Dari kejauhan kulihat sorot lampu mobil. Aku harus ikut mau apapun jenis mobilnya. Daripada  terus terperangkap rasa takut.
Cahaya lampu mobil semakin mendekat. Untung akal sehatku masih bekerja. Kurogoh tas ransel bagian depan. Aku hampir saja lupa memakai masker. Bagaimana kalau pengemudi itu mengenaliku? Jadilah aku permaisuri anak juragan kambing.
Kulambaikan tangan ke depan agar mobil itu berhenti. Lampu sein kiri mobil menyala, lalu kendaraan beroda empat itu berhenti tepat di depanku.  Aku langsung mengetuk kaca Avanza hitam. Seolah paham, sang pengemudi membuka kaca mobil. Tampak sosok pemuda berkulit putih.
“Maaf A, saya ikut nebeng ya!” Aku memohon dengan nada memelas.
Tanpa menunggu jawaban, aku langsung masuk ke mobil dan duduk di samping pengemudi yang tampak kebingungan.
Aku menarik napas lega, ketika mobil mulai membelah jalanan.
Pengemudi itu melirikku sambil bertanya, 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun