Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Style Mahasiswa Sukses - Kuliah Bebas

3 September 2013   13:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:26 174 0
Duduk berkumpul, itulah saat-saat yang tepat melangsungkan “Kuliah Bebas” kata kak Ali memberikan istilah pada aktivitas tersebut. Ah, bahasa sederhananya itu lho kegiatan yang disenangi sama kaum Ibu, “rumpi-rumpi!!”. Tapi ini sangat beda sebab yang rumpi itu mahasiswa, jadi kontentnya sarat akan ilmu pengetahuan. Obrolan penuh dengan analogi logis, praktis, aktual, factual dan ditambah lagi momen-momen seperti itu memang paling enak kalau ditemani sama logistic berupa gorengan dan minuman dingin, ahai pemirsa jadi makin betah lama-lama.

Akupun mengambil tempe gorang dan ku makan secara berlahan, maklumlah aku cewek gitu, apalagi belum begitu akrab dengan kakak-kakak mahasiswa, ya sungkanlah. Setelah selesai akupun mengambil tisu yang ada di depan Tini, sambil membersihkan mulut dan tanganku, aku persiapkan diri untuk mengajukan pertanyaan, sepertinya pertanyaan itu muncul karena didorong energi makanan yang baru saja aku lahab.

“Kak Nashir,” seruku. Oh ia, aku Kuliah Bebas sama kak Ali, kak Nashiruddin, dan Tini temanku. Eh jangan tanya ya, kenapa aku tanyanya sama kak Nashir bukan kak Ali, emang sih kak Ali orangnya seru, tapi aku lebih suka sama orang yang Cool kayak kak Nashir gitu, he..he. “Kak Nashir,” ulangku “kenapa sih kakak-kakak mahasiswa kok aktif sekali ngajakin kita-kita untuk gabung di organisasi?”

“Itu merupakan style mahasiswa,” kata kak Nashir dengan jelas. Keningku pun berkerut, mencoba untuk berfikir apa sih sebenarnya makna kata-kata yang diucapkan kak Nashir itu, Namun apalah dikata aku tidak sanggup menemukan maknanya, sehingga menuntutku untuk mempertanyakannya kembali, “maksudnya apa kak?”. “Begini sebagai seorang mahasiswa kita harus mampu mengetahui performa kita”. Belum sempat aku memahami kata-kata kak Nashir yang kedua itu, eh malah aku balik ditannya. “Mila sekarangkan sudah jadi mahasiswa nih ya, kalau boleh tahu apa tugas kamu sebagai mahasiswa?”.

“Ya belajar lah kak,” jawabku. “Ya ialah belajar, tapi kalau cuma itu jawabannya gak usah jadi mahasiswa pun bisa belajar”, celetuk kak Ali. “Kan kalau gak jadi mahasiswa/kuliah, gak bisa dapat Ijazah?” kataku menimpali. “Oh, kalau gitu jadinya tugasmu bukan belajar, tapi cari Ijazah, kalau cuman mau cari Ijazah itu di tempat pemulung juga banyak, katanya cuma dipakai tempat tidur tikus aja, karena dijual gak laku, ha..ha..ha..” canda kak Ali mengkritik jawabanku. “Sepertinya harus diprospek ulang nih!,” suara kak Nashir sambil mengekeh memecah gelak tawa kak Ali.

Aku pun menjadi semakin tidak paham sebenarnya apa yang salah dari jawabanku, sepertinya benar-benar aja tuh. Kak Ali pun lanjut bicara, “waduh kalau jadi mahasiswa tugasnya hanya untuk mendapatkan ijazah saja, ya pantas kalau ada anekdok bahwa jika sarjana Indonesia sekarang baru berfikir tentang sesuatu maka orang-orang barat 20 tahun yang lalu telah menciptakan sesuatu itu.” Kak Ali mencoba memancing emosi untuk mendobrak pemikiranku.

“Perasaan setiap prospek ada deh materi soal tugas mahasiswa itu, iakan Din?” Tanya kak Ali pada kak Nashir, dan sepertinya kak Ali ingin membawa kita untuk memflashback materi-materi yang disampaikan saat prospek.

“Yups right, itulah Tri Dharma Perguruan Tinggi, masih ingat Mil apa isinya?” tanya kak Nashir padaku. Aku kurang begitu yakin dengan ingatankun tentang apa itu Tri Dharma Perguruan Tinggi, akhirnya aku pun memutuskan untuk mencolek Tina, mungkin dia bisa membantuku memberikan jawaban yang diminta oleh kak Nashir. Tina yang sedari tadi hanya berdiam diri mulai angkat bicara dengan nada yang sedikit terputus-putus “pendidikan…, e… peng…abdian, yang satu lagi e… penelitian, iakah kak?”

“Sip, nah tiga dasar itulah yang menjadi tugas kita sebagai mahasiswa atau kalau saya menggunakan bahasa kerennya, ya itulah style mahasiswa.” Kak Nashir mulai membuka penjelasannya tentang apa yang tidak saya pahami tadi. “Terus apa hubungannya style mahasiswa dengan organisasi?” tanyaku dengan nada penasaran.

“Jadi begini hubungannya, untuk mengetahui tingkat performa dari style mahasiswa tersebut kita membutuhkan perangkat. Perangkat yang tepat bagi mahasiswa yaitu adalah organisasi baik itu intra maupun ekstra kampus, begitu Mil,” jelas kak Nashir. Waduh jadi makin berat nich pembahasan pikirku. Sampai-sampai tengorakan ikut merasakan beratnya, segera aku ambil satu botol minuman dingin yang ada di depanku, sekilas terbaca olehku Gr**n T*a, tanpa sadar akupun berucap dalam hati “wah minuman kesukaan kak Goffar.”

Kak Nashir pun melanjutkan penjelasannya “sebabnya karena performa dari style mahasiswa tidak bisa kita lakukan sendiri, nah dalam sebuah organisasi itulah terdapat suatu sistem yang secara otomatis akan memberikan penilaian terhadap performa dari style mahasiswa tersebut.”

“Maaf kak, kalau boleh tau performa itu apa ya, terus kenapa kakak-kakak ngajak kita untuk berorganisasi, ?” tanya Tina, oh ternyata apa yang ditanyakan Tina sama seperti yang aku pikirkan. Terlihat kak Ali menegakkan badannya sambil ia angkat tangannya seperti akan mencoba menjelaskan “performa itu, telur yang kamu pecah pakai sendok, terus kamu masukkan kedalam wajan dengan minyak yang panas, bagaimana sudah tahukan sekarang? Ha..ha..ha..”. “Kak Ali ini sepertinya emang mahasiswa banget ya, itu taunya masak cuma ceplok telor aja,” ucapku mengikuti alaur bicara kak Ali.

“Performa itu kinerja Tin, dalam sebuah organisasi intra maupun ekstra kampus itu ada sistem yang mengharuskan mereka regenerasi, action bersama, belajar bersama, dan lain-lain. Jadi mengajak mahasiswa lain untuk ikut berorganisasi itu artinya menciptakan ekosistem –bahas biologi nich-, yang menjadikan organisasi mampu menilai performa dari style mahasiswa.” Terang kak Nashir panjang lebar.

“Katanya kak ikut organisasi itu kuliah kita jadi kacau?” akupun mengutarakan ketakutanku, sebab pernyataan itu banyak dibicarakan oleh teman-teman mahasiswa. “Kalu berbicara soal itu, maka kita akan berbicara soal pilihan, nah kalau berbicara soal pilihan maka kita juga harus bicara soal komparasi.” Jawab kak Nashir mantap.

Tanpa terasa hari sudah semakin gelap, mata aku arahkan kesana-kemari berharap menemukan sesuatu bukti, bahwa hari memang telah senja. “Kak sudah jam 17:30 sudah waktunya pulang.”

“Oke, kalau gitu tentang studi komparasinya kita bahas dilain waktu aja!” seru kak Nashir mencoba membuat rencana kedepan. “Terus besok-besok aku tunggu lho Mila sama Tini action di BEM, HMJ, UKM-UKM, atau juga di organisasi ekstranya,” imbuh kak Nashir. “Oke,” jawabku penuh semangat.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun