Hari Jumat yang lalu sayaberkesempatan shalat di masjid Arif Rahman Hakim Universitas Indonesia (ARH UI) di Salemba. Masjid ini selama sekitar 4-5 tahun direnovasi dari sebuah masjid 1 lantai, sekarang menjulang menjadi 3 lantai. Renovasi masjid sendiri meminta pengorbanan bagi warga Salemba, karena jalan keluar kompleks UI sering ditutup ataupun rusak karena renovasi ini. Akhirnya masjid ini diresmikan pada bulan Desember yang lalu.
Beberapa hal yang saya rasakan ketika shalat di lantai dua masjid ini adalah masjid ribut dan berdebu. Suara kendaraan yang lalu lalang di Jl. Salemba terdengar jelas. Lalu debu bertebaran di mana-mana. Keributan dan debu ini ternyata datang dari lobang-lobang ventilasi yang menjadi dinding masjid. Masjid ini didisain sebagai masjid yang ramah lingkungan, tidak menggunakan pendingin ruangan. Kesejukan diharapkan datang dari aliran angin yang masuk melalui lubang-lubang ventilasi. Sayang sekali angin masuk membawa debu dan juga suara yang ribut. Dan katanya pula, air juga masuk pada saat hujan. Sementara itu, masjid juga tidak terasa sejuk, mungkin karena udara saat itu memang sedang panas. Jarak antara lantai dan langit-langit yang tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan masjid Istiqlal, rasanya juga memberikan kontribusi. Kipas angin yang tersebar di langit-langit tampaknya tidak dapat melawan udara yang panas.
Sayang sekali, secara keseluruhan masjid menjadi kurang nyaman. Padahal dulu, masjid ini menjadi tempat istirahat yang nyaman bagi mahasiswa, setelah shalat Dhuhur ataupun Ashar. Debu dan suara rasanya belum mengganggu. Sayang sekali, masjid yang diharapkan untuk ramah lingkungan, karena lokasinya yang sangat dekat dengan jalan raya yang padat, menjadi masjid yang kurang nyaman.Sayang sekali karena renovasi memakan biaya yang cukup besar danwaktu yang lama. Kelihatannya suatu niat yang baik tidak diikuti dengan eksekusi yang baik, dalam hal ini rancangan yang disesuaikan dengan lingkungan, memberikan hasil yang kurang sesuai dengan harapan.
Selain ramah lingkungan, masjid ini juga ramah pencuri. Saya sempat melihat seseorang yang berhasil menyelamatkan tasnya, setelah sempat diambil oleh orang lain, kemungkinan pada saat dia shalat. Awalnya orang itu berlagak seperti salah tas. Sayapun sempat menyayangkan pemilik tas yang sepertinya menuduh orang itu mencuri. Kemudian, dari kejauhan, saya lihat mereka bersalaman. Kemungkinan si tersangka meminta maaf. Lalu tersangka itu berjalan melenggang keluar. Saya coba ikuti, dan ternyata dia tidak lagi berupaya mencari tasnya. Berarti memang orang itu berusaha untuk mencuri. Saya coba mengobrol dengan tukang semir sepatu yang mangkal di situ. Ternyata memang banyak orang yang kehilangan tas. Sepertinya para pencuri mengambil tas pada saat orang sedang shalat. Sepertinya tren pencurian sepatu di masjid sudah berakhir. Orang sekarang lebih tertarik mencuri tas, karena biasanya di tas mahasiswa ada laptopnya. Entah kenapa, masjid ini justru lebih menyediakan tempat penitipan sepatu, bukan penitipan tas.