Dan…
Kemarin hari sumpah pemuda. Sejarahnya sudah banyak dijelaskan. Sekarang yang penting , semoga muncul semangat pemuda pada diri kita. Apa itu pemuda? Kalau tetua itu lawan kata pemuda, jadiapa itu tetua? Titik bedanya ada pada wajah . Wajah pemuda semangat dan emosional. Sedang wajah tetua standar dan sabar. Gitu kale ya?
Dan…
Pemuda A yang sudah kenyang bertanya, “Bagaimana cara menghabisi nasi ini?”. Pemuda B menjawab, “Masukkan saja ke lubang yang lain bro, lubang telinga!” Pemuda C tertawa karena ide brilian Pemuda B masuk akal tapi tidak bermanfaat menyelesaikan problem, sambil bikin canda lagi “Tenang aja, masih ada lubang hidung!”
Dan…
Pemuda A yang sudah kenyang pengalaman bertanya, “Bagaimana cara mengatasi kelebihan uang (yang beredar) ini?”. Pemuda B menjawab, “Bakar aja bro!” Pemuda C berkata, “Tenang aja, kita remuk-in sambil kita koyak-in!”
Dan…
Tiba-tiba saja harta hilang dengan kesewenangan sebab sebagai siasat ekonomi .. atau ini keliru pemahaman? Apa komentar Anda tentang harta yang tiba-tiba hilang tersebut? “Pengemudi laju uang” hak Bank atau siapa?
Dan…
Michael Hutchison yang memberi judul “Pessimism can Destroy Healthy Banks: Bank Runs pada artikelnya dan menyatakan, “Banks only keep a relatively small percentage of their deposits in cash reserves.” Bank hanya menyimpan persentase yang relatif kecil dari deposito mereka di cadangan kas.
Jika semua deposan bank muncul untuk menuntut uang mereka kembali pada hari yang sama, hanya orang-orang di garis depan (deposan senior)yang akan menerima uang mereka. Apa komentar Anda tentang pendapat Hutchison tersebut?
Dan…
Apa komentar Anda tentang pendapat Simmel dalam artikelnya The Metropolis and Mental Life’ (1971) dan artikelnya Money in Modern Culture (1991) dengan harga, uang menandai kuantitas; itu tidak menandai kualitas. Simmel memberi asumsi-asumsi untuk mengerti tentang uang-fiat atau ,mengambil istilah yang dipakai Aschheim dan Tavlasyaitu rezim moneter fiat, sedangkan lawannya diistilahkan rezim non-moneter:
1.Interaksi orang relatif terlalu formal. Muncul sikap hidup bosan.
2.Muncul sikap acuh tak acuh. Hubungan intelektual berurusan dengan angka.
3.Kota dipenuhi orang-orang beragam asal-usul.
4.Niscayanya pembentukan majikan dan buruh, sedangkan barter menghilang.
5.Kemunitas berbasis ikatan emosional, semua di bawah ancaman kehidupan kota.
6.Melalui uang, pikiran modern jadi satu p[erhitungan. Ilmu mengubah dunia sebatas masalah aritmatika. Sekadar mengukur hidup, tak peduli soal kualitas.
7.Desa semakin berjarak dengan kota karena pemanfaatan waktu. Berkaitan waktu, desa lebih substantif (karena musim) sementara kota sekadar formal (karena jam). Waduh. Hidup jadi itung-itungan kuantitas, bias kualitas.
8.Individualitas di kota lebih besar, demikian itu diiringi oleh keterasingan (alienasi).
9.Kepribadian relatif tidak dipelihara secara keseluruhan, menghilangkan faktor rohani.
10.Pialang saham (the kikir man) berlomba kaya. Masalahnya bukan keinginan untuk kaya, tapi kikirnya itu lho.
11.Polaritas tujuan. Sebagian memandang kekayan sebagai tujuan, sebagian yang lain memandang sebagai sarana mengakhiri kekayaan. Wajar saja terjadi perang keluarga, regional atau bakan perang dunia.
Bersambung…
Read more: