Mahasiswa Perantau: Ketika Kebanggaan Kota Melupakan Asal Usul.
25 September 2024 01:27Diperbarui: 25 September 2024 01:431721
dok.pribadi Desa Bangka KulengÂ
Di balik kebisingan dan gemerlap kehidupan kota ada realitas yang sering kali diabaikan oleh para mahasiswa perantau yaitu kampung halaman mereka yang terus menunggu. Dengan segala kebanggaan tentang kehidupan modern di kota, banyak mahasiswa perantau lupa bahwa di kampung, mereka memiliki tanggung jawab yang lebih besar daripada sekadar kembali sesekali untuk berlibur. Ketika mereka membanggakan segala kenyamanan kota dan mereka lupa bahwa ada desa yang tetap terpuruk dalam ketertinggalan tanpa perubahan nyata.Banyak mahasiswa yang begitu asyik membicarakan hiruk pikuk kota, kehidupan modern, kafe-kafe yang menjamur, serta teknologi yang memudahkan segala sesuatu. Mereka memamerkan gaya hidup kota yang dianggap lebih canggih dan maju dibandingkan kehidupan di kampung. Namun ironisnya, mereka yang seharusnya membawa perubahan dan inovasi ke kampung halaman justru sering kali tidak berbuat apa-apa. Keberhasilan di kota seolah menenggelamkan kesadaran mereka bahwa kampung halaman tetap membutuhkan kontribusi nyata.Sebagai mahasiswa terutama mereka yang berasal dari daerah terpencil, ada harapan besar dari keluarga dan masyarakat bahwa mereka akan pulang dengan ilmu dan keterampilan yang dapat membangun kampung.  Namun, sering kali harapan itu hanya berakhir sebagai mimpi yang tak pernah terwujud. Banyak mahasiswa perantau hanya pulang membawa cerita tentang kesuksesan di kota tanpa membawa apa pun yang dapat mengangkat derajat kampung halaman mereka. Lalu apa gunanya pendidikan tinggi yang mereka banggakan jika itu tidak pernah berdampak pada tanah kelahiran mereka? Kebanggaan hidup di kota yang sering kali dijadikan ukuran kesuksesan justru memperlihatkan adanya kesenjangan antara kampung dan kota. Mahasiswa perantau sering kali menjadi contoh dari masalah ini. Mereka lupa bahwa tujuan utama dari pendidikan adalah untuk memberikan perubahan bukan hanya bagi diri mereka sendiri tetapi juga bagi masyarakat di sekitarnya, termasuk kampung halaman. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Mereka terjebak dalam euforia kehidupan kota melupakan asal-usul dan tanggung jawab mereka. Lebih dari itu ada fenomena di mana para perantau, khususnya mahasiswa, bahkan merasa malu dengan kampung halaman mereka sendiri. Mereka enggan kembali atau bahkan mengidentifikasi diri dengan kampungnya karena dianggap terlalu 'kampungan' atau ketinggalan zaman. Mereka terlalu sibuk membanggakan kehidupan di kota yang modern dan secara tak sadar memandang rendah kampung yang melahirkan mereka. Ini adalah bentuk alienasi yang sangat menyedihkan. Seharusnya  pendidikan di kota membuat mereka semakin peduli pada kampung bukan malah menjauh.Â
Jixie mencari berita yang dekat dengan preferensi dan pilihan Anda. Kumpulan berita tersebut disajikan sebagai berita pilihan yang lebih sesuai dengan minat Anda.