Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Catatan Debat Capres 2019

20 Februari 2019   08:58 Diperbarui: 20 Februari 2019   09:27 103 0


Saya ingin memuji Jokowi di debat Capres kali ini, Ahad 17 Februari 2019 yang tampil lebih agak tenang dan berbicara dengan beberapa data. Tapi, setelah berseliweran bantahan bahwa data-data yang dikemukakan Jokowi dalam menyikapi beberapa isu yang menjadi tema debat kali ini juga banyak yang tidak benar, hoax, ditambah serangan terhadap pribadi Prabowo yang menyalahi aturan debat, pujian itu saya tarik kembali.

Ada yang janggal dengan aturan debat kali ini. Undian soal atau pertanyaan yang akan diajukan kepada Capres dimasukkan dan diambil dari wadah yang berbeda. Hanya satu kali atau satu tema yang diambil dari wadah yang sama. Undian soal untuk Jokowi diambil dari wadah (bola) yang berbeda dengan Prabowo. Masing-masing Capres punya wadah soal yang telah dipersiapkan oleh KPU.

Di mana-mana yang namanya cabut undian di tempat wadah yang sama. Ini tidak. Artinya, soal pertanyaan untuk Jokowi sudah disiapkan untuk Jokowi, begitu pula pertanyaan untuk Prabowo telah disiapkan untuk Prabowo. Lalu, siapa menjamin di sini tidak ada kecurangan? Bahwa satu Capres telah mengetahui soal yang akan diajukan? Dan aturan ini menurut Nanik S Deyang, orang dekat Prabowo, tidak pernah disosialisasikan apalagi dibicarakan di rapat-rapat KPU. Tidak heran tim BPN Prabowo-Sandi keberatan meski pihak KPU tidak peduli.

Yang menarik lagi, banyak publik curiga dan memperbincangkan pena yang dipegang dan ditekan Jokowi, yang berhubungan dengan reaksinya yang beberapa kali menekan telinga saat debat berlangsung. Semacam reaksi untuk memperjelas pendengaran. Sehingga muncul kecurigaan Jokowi menggunakan alat komunikasi (wireless earphone) saat debat berlangsung. Benarkah? Kita tunggu saja klarifikasinya.

Bagi saya, serangan pribadi Jokowi terhadap Prabowo yang memiliki penguasaan tanah di Kalimantan dan Aceh justru menarik. Karena ternyata pihak pribumi ada yang menguasai banyak tanah. Kabarnya itu pun didapat oleh Prabowo setelah menang dari pihak asing. Dan diakhir statemen Prabowo mengakui itu dengan jujur, tanah itu HGU, milik negara, dan kapan saja bila negara mengambilnya ia siap untuk menyerahkannya.

Persoalannya, bukan lagi rahasia bahwa tanah, hutan, perkebunan dan perusahaan besar dengan sahamnya selama ini justru banyak dikuasai oleh pihak asing. Sementara masyarakat di kampung menjadi babu di tanah, kebun dan perusahaan besar itu dengan bagian yang tidak seberapa dengan kompleksitas persoalan yang ada.

Di Kuansing, Riau misalnya, dengan seenaknya mereka mendirikan patung di tengah perkebunan sawit yang mereka kuasai yang memprovokasi masyarakat tempatan. Dan sumbangsih untuk pembangunan daerah yang sulit untuk didapatkan.

Jika sertifikat tanah dibuat untuk rakyat, lalu bagaimana dengan sekitar 80 % tanah yang disebut-sebut dikuasai pihak asing dan konglomerat? Jadi, kebijakan bagi-bagi sertifikat tanah ke orang kampung yang dibanggakan Jokowi sesungguhnya tidak berhubungan dengan persoalan bangsa yang lebih besar, jika tanah, hasil bumi, alam, hutan, dan perkebunan justru dikuasai pihak asing. Kata Prabowo, justru hasilnya di bawa ke luar negeri.

Oleh sebab itu, komitmen Prabowo untuk menguasai kekayaan alam negara untuk kepentingan masyarakat Indonesia sesuai dengan peraturan yang ada patut kita apresiasi. Dan isu serta komitmen ini jarang kita dengar dari pihak Jokowi yang memang di masa pemerintahannya pihak asing begitu santer ambil bagian dari kebijakan pembangunan Indonesia. Termasuk dalam hal tenaga kerja.

Lidus Yardi
Penonton Debat Capres 2019

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun