Tahun lalu saya mengajak keponakan untuk pergi ke wisata mangrove. Tempatnya tidak jauh, di sekitar jalan Rungkut, masih di Kota Surabaya. Salah satu alasan saya mengajak mereka kesana adalah karena titik jenuh saya berwisata ke mall. Mau hiburan apalagi di Surabaya kalau bukan mall? Hiburan nuansa hijau sudah digantikan dengan Timezone, Cartoon Kingdom, bioskop. Ketika saya bertanya, sebenarnya saya tidak terlalu yakin mereka akan mengatakan iya. Jawaban yang diberikan pasti tidak, tapi apa salahnya kalau saya mencoba bertanya. “Gak”, itu jawabannya. Sesingkat itu saja. Masih dengan sedikit harapan, saya mencoba membujuknya.. “Ayolah.. disana ada burung2, pohon2, bagus kok”.. “Gak mau”.. Jawaban gak kali ini lebih ditegaskan olehnya. Haizz akhirnya saya menyerah mengajaknya berwisata alam. Keponakan saya dibesarkan dengan segala kelimpahan yang patut disyukuri. Berbeda dengan saya yang pernah mengalami masa2 sulit sejak kecil. Dia hidup di keluarga lengkap, berkelimpahan mainan, seminggu minimal sekali ke mall, lemari baju sampai tidak cukup lagi. Bermain Ipad sudah menjadi mainan sehari2, bahkan dia sekarang punya BB lho, meski masih duduk di kelas 4 SD..