Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Melacak Jejak Sejarah dan Keberagaman Budaya: Perjalanan Islam ke Jawa Barat melalui Keindahan Masjid Sang Cipta Rasa

13 November 2023   00:04 Diperbarui: 13 November 2023   00:17 114 0

Jejak masa lalu adalah peta yang membimbing kita melintasi perjalanan kolektif manusia.
Masuknya Islam ke Jawa Barat bukanlah sekadar pencatatan kronologis, tetapi sebuah epik kisah yang meresapi setiap serat kehidupan masyarakat setempat.
Sejarah Indonesia kaya akan keanekaragaman budaya yang terbentuk dari berbagai pengaruh dan percampuran budaya. Pada saat saya berkunjung ke Museum Sribaduga, saya melihat berbagai budaya yang ada di Jawa Barat. Salah satunya adalah masuknya agama Islam ke Jawa Barat. Museum Sribaduga tersebut menjadi jendela berharga untuk memahami perjalanan Sejarah dan keberagaman budaya yang ada.

Salah satu pengaruh besar yang membentuk budaya Indonesia adalah agama Islam. Agama Islam adalah salah satu aliran monoteistik yang mengakui Allah SWT sebagai Tuhan yang menciptakan dan menjaga dunia. Islam mengajarkan bahwa Tuhan hanya dapat dikenal sebagai Allah, dan bahwa Nya adalah kreasi, penyediak, dan pembangun dunia Islam mengajarkan bahwa Tuhan mengucap melalui rasul Nya, Muhammad SAW, untuk menyampaikan ajaran dan hukum.

Islam pertama kali masuk ke Indonesia pada abad ke-7 Masehi melalui para pedagang Arab. Namun, Islam baru benar-benar menyebar ke seluruh wilayah Indonesia pada abad ke-13 Masehi, terutama di Pulau Jawa. Masuknya Islam ke Jawa Barat pada abad ke-15 Masehi membawa dampak yang signifikan bagi masyarakat Jawa Barat. Masalah terkait dengan objek yang perlu diperhatikan adalah bagaimana Islam masuk ke Jawa Barat, bagaimana Islam beradaptasi dengan kebudayaan Jawa Barat, dan bagaimana pengaruh masuknya Islam terhadap kebudayaan Jawa Barat. Dengan memperhatikan masalah-masalah tersebut, kita dapat memahami sejarah masuknya Islam ke Jawa Barat dan pengaruhnya terhadap kebudayaan Jawa Barat.

Pada tahun 1525 M, Faletehah atau Fatahillah, yang merupakan utusan Sultan Demak, tiba di Banten dengan tujuan menyebarkan agama Islam. Faletehah adalah laksamana Cirebon dan tokoh penyebar Islam yang dikenal karena memimpin penaklukan Sunda Kelapa pada tahun 1527 dan mengganti namanya menjadi Jayakarta. Berdasarkan Carita Purwaka Caruban Nagari Falatehan lebih dikenal sebagai menantu Sunan Gunung Jati dan Anggota Walisanga yang mengemukakan bahwa, agama islam sudah ada di Cirebon dan Indramayu sejak tahun 1513, bahkan menurut persi local, islam datang lebih awal lagi yakni tahun 1470 M ketika seorang guru bernama Sarif Hidayat yang bergelar Susuhunan Jati. Dari sanalah Islam menyebar ke daerah lain.

Islam telah berkembang di Cirebon sejak abad ke-15 dan menjadi salah satu pusat penyebaran agama islam di Jawa Barat. Sunan Gunung Jati, yang berpusat di Cirebon mulai menyebarkan agama Islam di Jawa Barat sekitar tahun 1475 M. Selain Sunan Gunung Jati, terdapat beberapa tokoh lain yang berperan besar dalam proses islamisasi di daerah Jawa Barat, seperti Sunan Kudus, Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang.

Bukti adanya dan berkembangnya Islam di Cirebon adalah dengan berdirinya Masjid besar yang bernama Masjid Sang Cipta Rasa yang didirikan pada masa Sunan Gunung Jati (1948). Masjid ini dibangun dibangun atas Prakarsa Nyi Ratu Pakungwati dengan dibantu oleh Walisongo dan beberapa tenaga ahli yang dikirim oleh Raden Patah. Dalam Pembangunan masjid ini, Sunan Kalijaga mendapat penghormatan untuk mendirikan sokoguru (tiang utama) yang dibuat dari kepingan -- kepingan kayu, kemudian disusun atau diikat hingga menjadi sebuah tiang yang dinamakan sebagai sokotatal, yakni tiang yang terbuat dari tatal atau serpihan kayu.

Masjid Agung Sang Cipta Rasa mempunyai arti penting sebagai bangunan megah yang  sengaja dibangun untuk kegunaan umat  beribadah kepada Sang Pencipta Yang Maha Esa, Allah SWT. Hal ini tercermin dari tiga kata yang menggambarkan nama masjid tersebut: Sang yang berarti keagungan, Cipta yang berarti dibangun, dan Rasa yang berarti digunakan. Arsitektur bangunannya bercirikan gerbang  utama dan pintu-pintu lainnya, serta pagar yang terbuat dari batu bata merah, dan arsitektur beberapa bagian interior dan atap bangunan  masih sangat terpelihara. Menurut sejarah, masjid ini dibangun  dalam  semalam oleh Wali Songo yang bekerja sama dengan masyarakat. Ada pintu masuk kecil di bagian utama masjid, di mana jamaah  harus menundukkan kepala saat masuk. Ini sebagai tanda hormat dan juga sarana mempermalukan diri sendiri ketika memasuki masjid. Dan itu berarti semua manusia mempunyai kedudukan yang sama di mata Sang Pencipta dan oleh karena itu harus tunduk dan menaati perintah Allah SWT.

Masjid Agung Sang Cipta Rasa merupakan bukti sejarah peradaban Islam Cirebon yang sangat besar. Masjid ini juga dikenal sebagai masjid tertua di Cirebon. Setiap hari Jumat di Masjid Agung Sang Cipta Rasa, salat Azan Pithu dikumandangkan serentak oleh tujuh Muzdin berseragam serba putih. Adzan pitu pertama kali dilakukan pada masa Sunan Gunung Jati, Syekh Syarif Hidayatullah. Salah satu istrinya, Nyimas Pakungwati, putri Mbah Kuwu Cirebon, Pangeran Cakrabuana, terkena wabah penyakit. Wabah tersebut juga menimpa sebagian warga Cirebon di sekitar keraton. Berbagai upaya dilakukan untuk menghilangkan wabah tersebut, namun hasilnya selalu tidak berhasil. Akibatnya banyak warga Cirebon yang meninggal dan jatuh sakit. Usai berdoa kepada Allah, Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati mendapat petunjuk agar wabah penyakit di tanah Caruban atau Cirebon akan hilang dengan  mengumandangkan azan tujuh orang sekaligus. Sunan Gunung Jati akhirnya melakukan upaya dengan memerintahkan tujuh orang  mengumandangkan azan di Masjid Agung Sang Cipta Rasa sebagai upaya menghilangkan wabah tersebut.

Komunikasi budaya adalah proses pertukaran informasi, gagasan, dan makna antara individu atau kelompok yang berasal dari budaya yang berbeda. Fungsi komunikasi budaya meliputi transmisi budaya, pengenalan dan pemahaman terhadap budaya lain, serta memperkuat identitas budaya. Komunikasi budaya juga dapat menjadi sarana untuk menyambutkan tradisi dan budaya lokal, seperti halnya dalam Masjid Sang Cipta Rasa di Cirebon yang menjadi tempat untuk menghargai hari Jumat dengan mengucap salat dan memasuki masjid. Selain itu arsitektur masjid ini merupakan perpaduan pengaruh Islam dan Hindu, dengan ukiran dan dekorasi yang rumit. Menara masjid ini juga sangat unik, dengan alas berbentuk persegi dan puncaknya berbentuk silinder, dengan atap tradisional Jawa di atasnya hal ini menciptakan gambaran yang khas dan dapat diidentifikasi terkait dengan warisan budaya lokal. Selain itu, interior masjid ini juga mempesona, dengan kaligrafi  indah dan dekorasi Islami menutupi dinding dan langit-langit. Kaligrafi indah dan dekorasi Islami di interior masjid tidak hanya berfungsi sebagai elemen estetika, tetapi juga sebagai sarana komunikasi yang menyampaikan pesan keindahan dan kedalaman makna agama. Ini menciptakan atmosfer spiritual yang memperkaya pengalaman ibadah. Masjid ini memiliki dua pintu masuk, salah satunya gerbang utama yang memiliki dua daun pintu. Di masing-masing daun pintu terdapat hiasan dengan motif teratai, simbol ini menandakan akulturasi budaya Hindu-Budha. Pintu masuk menjadi titik komunikasi visual yang mencerminkan sejarah budaya dan perjalanan panjang interaksi yang terjadi antarbudaya dalam masyarakat.

Masjid  Sang Cipta Rasa sebagai tempat bersejarah dan beragam nilai keagamaan memiliki relevansi yang kuat dengan nilai masa kini. Nilai-nilai keagamaan yang dipegang teguh pada masa lalu di masjid ini dapat terus menjadi sumber inspirasi dan petunjuk bagi umat Muslim pada masa kini. Pada zaman sekarang Masjid bukan hanya tempat untuk menjalankan ibadah, tetapi juga menjadi pusat pendidikan moral dan spiritual. Melalui khotbah, ceramah, dan program pendidikan lainnya, masjid menyampaikan nilai-nilai keagamaan yang membentuk landasan moral umat Muslim. Masjid memberikan petunjuk moral dalam kehidupan sehari-hari, membantu umat Muslim menghadapi dilema etika dan moral yang mungkin mereka hadapi. Ini melibatkan penerapan nilai-nilai keagamaan dalam situasi kehidupan nyata.

Dalam menjelajahi jejak sejarah dan keanekaragaman budaya Islam di Jawa Barat, kita dapat melihat betapa Islam telah menjadi bagian integral dari identitas sosial dan budaya masyarakat setempat. Melalui perpaduan kearifan lokal dan ajaran Islam, terbentuklah mozaik budaya yang kaya dan unik, menciptakan harmoni antarkepercayaan di tengah masyarakat Jawa Barat. Masjid Sang Cipta Rasa, sebagai saksi bisu perjalanan Islam di wilayah ini, tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga pusat pendidikan moral dan spiritual. Melalui bangunan megahnya yang mencerminkan keagungan, pembangunan masjid ini telah memperkaya pengalaman ibadah umat Muslim. Dari arsitektur yang memadukan pengaruh Islam dan Hindu, hingga hiasan pintu masuk yang mencerminkan akulturasi budaya Hindu-Budha, masjid ini menjadi titik komunikasi visual yang merefleksikan sejarah budaya dan interaksi antarbudaya dalam masyarakat.

Komunikasi budaya di Masjid Sang Cipta Rasa tidak hanya terjadi melalui simbol-simbol visual, tetapi juga melalui tradisi dan kegiatan sehari-hari, seperti salat Jumat yang dihargai sebagai upaya untuk memperkokoh nilai-nilai keagamaan. Hal ini menunjukkan bahwa masjid tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga panggung bagi penyampaian pesan keindahan dan kedalaman makna agama. Dengan demikian, nilai-nilai keagamaan yang dipegang teguh oleh Masjid Sang Cipta Rasa pada masa lalu tetap relevan dan menjadi sumber inspirasi bagi umat Muslim pada masa kini. Masjid ini tidak hanya menyediakan petunjuk dalam ibadah, tetapi juga membentuk karakter dan etika umat Muslim, membantu mereka menghadapi tantangan etika dan moral dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai bagian dari warisan budaya Jawa Barat, Masjid Sang Cipta Rasa adalah bukti sejarah peradaban Islam yang besar dan kaya. Dengan menjaga keasliannya, masjid ini tidak hanya menjadi situs bersejarah, tetapi juga peluang untuk merenungkan dan memahami bagaimana Islam berintegrasi dengan kebudayaan lokal, menciptakan harmoni dan keberagaman yang menjadi ciri khas Jawa Barat.

Referensi : 

https://unswagati.ac.id/post/index?id=166-legenda_adzan_pitu_masjid_agung_sang_cipta_rasa_cirebon

https://an-nur.ac.id/blog/sejarah-masuknya-islam-ke-jawa-barat.html 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun