Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Telaah kritis Kasus Syiah di Sampang

28 Agustus 2012   01:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:15 3088 1

Oleh : Inang Zainal Elmadury


Beberapa waktu yang lalu sebelum terjadi konflik antara muslim sunni-syiah ( 26/08/2012) di desa Nanggernang, Omben, Sampang Madura, secara kebetulan ada salah seorang sahabat yang menghubungi saya untuk sekedar konsultasi (sharing) dan menanyakan banyak hal mengenai syiah , latarbelakang serta ajaran-nya. Nampak sekali dalam percakapan kami, dia sedang gundah, risau dan hawatir  karena dalam beberapa waktu terahir , ayah dan kakak lelaki-nya semakin sering mengikuti kajian dan berinteraksi dengan para penganut syiah. Puncak-nya , tepat satu bulan yang lalu kedua orang yang dia cintai tersebut, telah resmi dan terang benderang menyebut dirinya sebagai seorang syiah.


Beberapa jam pasca konflik meletus, saya menghubungi kembali sahabat tersebut  , sekedar konfirmasi dan menanyakan kondisi terkini di Sampang setelah kejadian yang menewaskan satu orang korban jiwa dan beberapa lainnya luka-luka. Bersyukur, keluarga yang dia risaukan selama ini tidak termasuk menjadi bagian dari korban penyerangan .


Dengan kejadian ini, semakin menambah kegundahan dalam diri sahabat  tadi, ketakutan yang begitu membuncah jika kondisi yang sama menimpa keluarganya, karena kehadiran ajaran syiah dalam beberapa tahun terahir, selalu mendapat penentangan dari warga sunni  yang sebagian besar dari kalangan nahdiyin .

Asal Mula Kehadiran Syiah di Pulau Garam, Madura.

Jika di Banda Aceh kita lebih mengenal dengan sebutan "Serambi Mekah", dengan kondisi sosial budaya nya yang begitu khas dan  kental dengan nilai-nilai keislaman, maka hal yang sama juga terjadi di Pulau Madura, saya menyebut nya sebagai " Serambi Madinah". Sekalipun, dari sisi politik sangat jauh berbeda dengan kondisi di Aceh yang  menerapkan(sebagian dari-) regulasi syariah didalam mengelola daerah-nya, sekalipun demikian di Madura masih tergolong sangat konsisten dalam menjaga dan menerapkan nilai-nilai keislaman ditengah-tengah masyarakat. Bahkan, hampir semua masyarakat madura menjadikan pendidikan agama  sebagai pendidikan paling pokok dan paling utama dalam menjalankan kehidupannya. Hal ini terlihat, hampir semua warga madura pernah mengenyam pendidikan di pondok pesantren.


Namun ada salah satu pondok pesantren yang belakangan menjadi pusat sorotan masyarakat luas, sebuah pondok kecil yang dibina oleh KH. Ali Murthada, atau yang lebih dikenal dengan sebutan KH. Tajul Muluk. Pondok ini dibangun sekitar tahun 2004-2005 di desa karang gayam, kecamatan Omben, kabupaten Sampang Madura.  Namun, saya pribadi lebih sepakat jika tidak menyebutnya dengan sebutan pondok pesantren . Karena ia hanya sebuah surau (musolla) kecil yang berukuran sekitar 3x4 m2,tepat berada di depan kediaman KH. Tajul Muluk. Surau semacam ini merupakan pemandangan yang khas dan lumrah  terdapat di tiap-tiap rumah warga di hampir seluruh daratan pulau Madura. Selain itu tidak terdapat  Mesjid, tidak terdapat pula ruang-ruang kelas untuk pembelajaran yang umum nya ada di lingkungan sebuah pesantren.

Kendati demikian, di surau  kecil inilah yang menjadi cikal bakal meluasnya ajaran syiah di Madura, hingga meluas dari ujung Bangkalan hingga ke dataran Sumenep. Sebelum terjadi penyerangan kemaren,  Surau ini pula yang beberapa waktu sebelumnya (29 dember 2011) menjadi pusat amarah warga, hingga menjadi korban pembakaran beserta beberapa rumah warga syiah lainnya.

Kemunculan ajaran syiah di sampang sendiri, sebenarnya dimulai dari sejak ahir tahun 1980-an , saat itu ayah Tajul Muluk , KH Makmun yang pernah belajar kepada Ustadz Husein Al-Habsyi, Pimpinan Pesantren YAPI (Yayasan Pesantren Islam) ,Bangil Pasuruan. Sejak saat itu, KH. Makmun membawa ajaran syiah ke Sampang, namun mulai sejak awal penyebarannya hingga sebelum tahun 2005-an , praktis tidak pernah ada konflik  dengan warga sunni setempat. Hal ini dikarenakan belum ada dakwah secara terbuka dan terang-terang-an dari pihak penganut syiah.

Pesantren YAPI merupakan tempat menimba ilmu bagi keluarga KH Makmun, dari 8 putra-putri beliau, salah satu-nya KH. Tajul Muluk dan KH. Roisul Hukama di ketahui juga pernah menimba ilmu di pesantren syiah ini. Namun, tidak semua putra KH. Makmun menganut paham syiah, tercatat tinggal KH. Tajul Muluk, KH. Iklil Al-milal dan saudara perempuannya, Hanni, yang masih menjadi penganut dan tokoh syiah di Sampang, sementara KH. Roisul Hukama sendiri, sudah kembali ke sunni, meskipun dia pernah belajar di YAPI bersama Tajul.

Sejak dakwah syiah dilanjutkan oleh KH. Tajul Muluk inilah, aktifitas dan dakwah syiah mulai berani terbuka dalam mengembangkan ajarannya. Perlahan tapi pasti, gesekan demi gesekan mulai tumbuh dan mengakar antara muslim sunni dan syiah. Karena dalam dakwah syiah, memancing profokasi yang bersifat fundamental dalam kehidupan beragama Muslim sunni.

Sekilas Tentang Syiah.

Syiah menurut etimologi bahasa arab bermakna : pembela dan pengikut seseorang. Selain itu juga bermakna : Setiap kaum yang berkumpul/bersatu diatas suatu perkara (Tahzhibul Lughah 3/6).
Adapun menurut terminology syariat bermakna : Mereka yang berkedok dengan slogan kecintaan kepada Ali bin Abi Thalib beserta anak cucunya bahwasanya Ali bin Abi Thalib lebih utama dari seluruh sahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak cucu-nya sepeninggal beliau ( Al-Fishal Fil Milali Wal Ahwa Wan Nihal 2/113, karya Ibnu Hazm)


Syiah, dalam sejarahnya mengalami beberapa pergeseran. Seiring dengan bergulirnya waktu , kelompok ini terpecah menjadi lima sekte yaitu, kaisaniyah, Imamiyyah (Rafdhah), Zadiyyah, Ghulat dan Isma’illiyah. Dari kelimanya, lahir pula sekian banyak cabang-cabangnya (Al-Milal Wan Nihal hal 147, karya Asy-Syihristani).

Tidak diketahui secara pasti, syiah disampang termasuk golongan yang mana. Namun, berdasarkan temuan MUI Jatim yang sudah mengkaji sejak tahun 2006, berdasarkan kitab-kitab rujukan yang ditemui di lapangan, MUI memutuskan bahwa ajaran Tajul Muluk merupakan ajaran syiah Imamiyah Itsna Asyariyah yang sesat menyesatkan.

Fatwa tertanggal 21 Januari 2012 itu menyatakan, penggunaan istilah Ahlul Bait oleh Syiah adalah pembajakan kepada keluarga Rasulullah SAW. Hasil kajian MUI jatim membuktikan syiah Imamiyah meyakini para Imam mereka ma’shum (terjaga dari dosa) seperti para nabi, syiah menolak keaslian Al-qur’an dan meyakini masih ada wahyu setelah wafatnya Rasulullah SAW. Selain itu, Syiah meyakini orang-orang yang tidak beriman kepada imam-imam Syiah adalah syirik dan kafir, syiah mengkafirkan para sahabat nabi SAW dan menganjurkan nikah kontrak ( baca fatwa MUI tentang syiah ).

Jalan Panjang Menuju Damai

Seperti yang terjadi di berbagai penjuru negeri lainnya, pertentangan antara muslim sunni dan syiah menyisakan konflik yang panjang dalam ratusan tahun silam. Mulai dari sejak munculnya syiah dari seorang yahudi dari Shan’a Yaman, Abdullah bin Saba’ yang menabuh genderang perpecahan  dalam tubuh umat islam di masa Kholifah Usman bin Affan , perpecahan tersebut terus terjadi dan semakin melebar dari masa ke masa serta tidak pernah kunjung usai, mulai dari padang pasir, Irak, hingga sampai ke padang garam, sampang.

Di sampang, terhitung sejak tahun 2006 benih-benih konflik sudah mulai terasa. Dan sejak itu pula sudah tiga kali perundingan (2007,2009 dan 2011) telah menghasilkan kesepakatan  antara tokoh muslim sunni dan syiah yang difasilitasi oleh pemerintah setempat. Namun , konflik masih tetap berlangsung.

Mencari Penyebab Konflik.

Ada banyak data yang bisa terus berkembang terkait penyebab terjadinya konflik syiah di sampang, masing-masing saling terkait dan kembali kepada satu muara yaitu “sesat dan tidak sesat” . Ungkapan “sesat” menjadi senjata yang ampuh untuk memberikan profokasi dan memobilisasi massa , dengan  ungkapan sesat ini pula kejadian demi kejadian terjadi berulang dalam kasus-kasus serupa di banyak daerah lainnya.

Salah satu yang menjadi akar permasalahan yang memancing amarah warga karena adanya pelanggaran dari kesepakatan yang sudah dibuat sebelumnya. Klausul tentang adanya larangan aktifitas dakwah syiah di Karang Gayam Omben Sampang, tidak di jalankan oleh pihak syiah.

Selain itu, pertentangan antara internal keluarga antara KH. Tajul Muluk , dengan adiknya KH. Roisul Hukama (muslim sunni) ,  juga disebut menjadi latar belakang terjadinya konflik. Dalam hal ini, tidak ada kaitan antara muslim sunni dan syiah. Karena pertentangan internal keluarga lah, yang menjadi pemicu hingga meluas menjadi konflik muslim sunni dan syiah.

Sementara itu, ditengah-tengah kondisi yang masih tergolong belum stabil,  terdengar kabar bahwa KH. Tajul Muluk akan mendirikan Masjid dan pondok pesantren syiah di sekitar desa karang gayam, ini terlihat dalam beberapa hari terahir terlihat didatangkannya material di kawasan tersebut. Hal ini pula yang menyulut amarah warga, yang mudah terprofokasi hingga konflik tak terhindarkan.

Jalan Kekerasan , Bukanlah Solusi

Warga syiah sampang, sekalipun dirinya mengklaim merupakan bagian dari penganut syiah, sebagian besar dari mereka masih banyak yang belum paham tentang syiah dan apa saja yang menjadi akar perbedaan dengan muslim sunni. Dan segala sesuatu yang dinyatakan sesat oleh MUI terkait syiah, tidak sepenuhnya telah dijalankan menjadi sebuah ajaran dan keyakinan bagi warga syiah sampang. Hanya sebagian kecil saja, salah satunya mereka yang di sekolahkan di YAPI yang telah benar-benar paham dan menjalankan ajaran sesat syiah. Sementara warga syiah setempat, tidak banyak yang dipahami kecuali penghormatan yang setinggi-tingginya kepada Kholifah Ali . Selebihnya, mereka hanya menjalankan aktifitas ibadah layaknya warga Nahdiyin pada umumnya.

Dengan kondisi seperti ini, dibutuhkan pendekatan dan pembinaan secara intensif , terutama harus turun langsung ulama /kiayi untuk membantu mnyegarkan kembali secara perlahan pemahaman mereka yang sudah terkena paham syiah . Peran Kiayi sangatlah penting, mengingat posisi kiayi di posisikan tinggi oleh warga madura, apapun golongannya. Karena penghormatan kepada kiayi pula, mereka yang kini menjadi pengikut syiah menjadi taklid buta hingga perlahan terpengaruh oleh KH. Tajul Muluk. Oleh karena itu masih terbuka lebar kesempatan untuk bisa kembali mengajak warga syiah untuk kembali ke asal dengan aswaja nya, tekanan dengan kekerasan malah semakin membangun ketakutan dan kebencian yang mendalam, bahkan sebaliknya rasa cinta yang berlebihan akan semakin tumbuh menjadi seorang syiah.

Peran Negara, Bekukan Syiah

Apa yang sudah terjadi di Sampang, apapun alasannya harus segera diambil tindakan secara cepat oleh pemerintah dan pihak terkait. Terlebih, karena sudah menelan korban jiwa dan pembakaran, maka harus segera pula mencari dan menangkap pihak-pihak yang paling bertanggungjawab dalam kejadian ini.

Namun, tidak hanya terhenti disitu. Menangkap dan memproses hukum bukanlah solusi mendasar untuk mengahiri konflik tertsebut , akar permasalahan tetap kembali kepada ajaran syiah itu sendiri. Syiah dan Sunni lebih tepatnya bagaikan air dan minyak yang sangat tidak mungkin bisa disatukan , inilah fakta yang sulit terbantahkan. Masyarakat Madura yang kita kenal sebagai sebuah komunitas islam yang kental , selama ini sangat toleran dalam menerima perbedaan dan keyakinan lain (agama lain) , terbukti dalam sepanjang sejarah belum pernah ada konflik dengan agama lain, agama lain bisa hidup berdampingan dengan komunitas islam di Madura.

Berbeda dengan syiah, dakwah mereka akan selalu bersingguhan dengan komunitas islam sunni, karena apa yang selama ini dimuliakan oleh muslim sunni, sebaliknya menjadi objek hinaan dan penghujatan oleh syiah, inilah yang membuka celah dan potensi untuk konflik. Kondisi seperti ini, tidak akan pernah bisa sejalan dengan komunitas muslim Madura yang dikenal keras dalam membela akidah.

Sejatinya, jika ada pihak yang seolah peduli dan membela kaum minoritas yang saat ini sedang terdholimi, kemudian mereka mengutuk kejadian ini dan mendesak untuk membiarkan syiah beraktifitas di Madura dengan atas dasar hak dan kebebasan, maka saya katakana hanya ada dua kemungkinan . Pertama, mereka tidak paham fakta tentang Madura dan syiah. Kedua, mereka tidak ada niatan untuk mengakhiri kasus-kasus serupa sehingga kembali ada pihak-pihak yang terdholimi.

Inilah fakta, bahwa celah untuk konflik akan terus ada jika tetap membiarkan aktifitas syiah terus berjalan di sampang, Madura. Kondisi masyarakat Madura sangat sulit di leburkan jika di saat yang sama akidah yang mereka yakini merasa ternodai, bagaimanapun kita memoles nya. Pun, dalam beberapa waktu kondisi terlihat sudah menerima, maka dalam beberapa waktu yang lain tidak ada jaminan akan terus bisa hidup berdampingan.

Oleh karena itu, solusi agar tidak ada kasus serupa terjadi di sampang. Maka pemerintah perlu kembali mempertegas regulasi tentang undang-undang penodaan agama . Dengan kata lain, aktifitas syiah tidak boleh ada lagi di sampang. Inilah salah satu solusi, jika kita tidak ingin melihat ada lagi orang-orang yang kembali menjadi pihak yang terdholimi. Regulasi yang sama, juga untuk Indonesia secara keseluruhan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun