Sedang mbah Giyo begitu, tiba-tiba istrinya menghampiri,
"Mbok saya dibelikan HP baru toh pakne. Smartphone..."
"Lha kenapa HPmu...?" tanya mbah Giyo
"Wis, suka ngadat. Malu aku sama teman-teman arisan"
Mbah Giyo jengkel. Ingin rasanya menyadarkan istrinya dengan mengguncang tubuhnya, seandainya bisa. Hanya, ya mbah Giyo tau kalau istrinya itu, karena istri sambungan, ya masih kinyis-kinyis. Tentu seleranya masih kinyis-kinyis juga. Masih ingin menurutkan kemauannya sebagai orang muda. Ya, punya smartphone. Itu lho, HP pintar yang bisa chatting. Bisa kirim email. Bisa faximili. Kameranya di atas 5 megapixel. Akses internetnya cepat. Bisa FB. Twitter dan segalanya, hehe.
Mbah Giyo terdiam. Terdiam cukup lama hingga membuat istrinya jengkel lalu meninggalkannya di gazebo itu. Sepeninggalan istrinya, mbah Giyopun berdesah,
"He..., smartphone. Tai kucing..''
"Kalau suka ngadat, cepat rusak, bukan smart namanya.."
" Buatku smartphone itu kalau HP itu bisa mengerti kondisi tuannya. Itu baru smart.."
" Tidak suka ngadat. Tidak suka ngambek (seperti istrinya). Terlebih kalau tuannya sedang bokek..."
"HP sederhana tapi sesuai kebutuhan dan awet, itu smartphone buatku..", ujarnya lagi
"Cukuplah bisa telpon, sms, sesekali untuk terima atau kirim email.."
Mbah eling. Siapa suruh punya istri masih kinyis-kinyis. Cari istri itu harus smart supaya gak minta dibelikan smartphone saat sedang bokek, hahahahaha.
Begitulah gesah tentang mbah Giyo. Maka kau yang kebetulan membaca kisah ini. Berkacalah dengan smart tentang tentang makna smart. Jangan percaya kata para pabrikan.
Saya anggap ini hiburan. Sebab kasus sandal jepit dan ikan salmon itu mulai menjengahkan. Psttt jangan bilang Mbah Giyo kalau kisahnya ini saya tuliskan, hehe...