Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Valentine's Party

12 Desember 2010   07:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:48 471 0
Di sudut ruang yang tak tersentuh suasana keceriaan, Manda hanya dapat terpaku membisu. Dalam suasana ruang yang dipenuhi tawa-tawa renyah, teman-temannya begitu sibuk mempersiapkan semuanya. Manda tetap memilih diam dalam kesendirian.

Sesaat pikirannya berkelebat pada peristiwa dua bulan silam. Manda bareng teman-teman sepakat membikin EO (event organizer) kecil-kecilan. Salah satu proyek yang membuat sibuk hampir dua bulan terakhir adalah Valentine's Party. Alasannya sederhana, Manda dan teman-teman udah bete kalau harus mendatangi acara Valentine, kali ini Manda bareng temen-temen ingin merasakan gimana repotnya membikin acara. Dari cari tempat yang pas, cari sponsor, gimana repotnya menjual tiket undangan sampai membuat susunan acara plus mencari band dan penyanyi buat ngisi acara.

Berkat kegigihan dan kerja keras bersama, akhirnya Valentine's Party dapat digelar disebuah kafe bergengsi dan dapat mengundang salah satu band papan atas yang sedang digandrungi anak muda.

Dan malam ini, acara yang satu minggu lalu nyaris mematahkan semangat temen-temennya dan hampir dibatalkan, ternyata tetap berjalan. Tamu undangan mulai datang berpasangan. Satu per satu mulai memenuhi ruangan kafe yang temaram. Di tempat ini Manda merasa seperti asing. Bukankah acara ini sudah susah payah dibuat. Sekarang berjalan sesuai yang diinginkan? Tapi malam ini Manda benar-benar merasa aneh berada di tengah teman-temannya sendiri.

Di antara mereka matanya menangkap sesosok cowok, tingggi bersih. Wajahnya tak asing bagi tamu undangan yang sebagian besar adalah pasangan muda ABG. Semua pasti kenal siapa Tommy, model kondang yang tampangnya selalu menghiasi sampul majalah remaja, tampangnya juga gampang dijumpai di setiap iklan yang muncul di TV sekaligus presenter musik di salah satu TV swasta. Malam ini Tommy muncul sebagai MC di acara Valentine's Party.

Bukankah malam ini aku berpasangan dengan Tommy untuk menjadi MC di acara Valentine's Party? Manda terpekik dalam hati dan bangkit dari keasyikannya duduk sendiri.

"Hei, Tom..." sapa Manda sambil menepuk pundak sosok tinggi bersih.

Tommy menoleh sebentar. Dengan sedikit kebingungan matanya seolah mencari sesuatu. Namun sedetik berikutnya dengan cuek Tommy melangkah menuju panggung.

"Hei, Tom..." jerit Manda lagi.

Aneh. Manda bingung dengan sikap Tommy, keningnya berkerut beberapa garis. Ditariknya napas dalam-dalam dan bergegas melangkah menuju belakang panggung. Tapi lagi-lagi Manda harus memastikan kembali pandangannya, karena di atas panggung sudah berdiri Tommy dengan si centil Mili yang sudah nggak asing lagi bagi Manda. Mili adalah sohib kentalnya. Keduanya begitu renyah dan akrab membuka acara Valentine's Party malam ini.

Jengkel, gondok, sebel, dan sakit hati yang sekarang tengah bergejolak dalam benak Manda. Matanya mulai memanas, dadanya setengah bergemuruh. Dengan langkah mantap Manda menghampiri Niko yang bertanggung jawab sebagai ketua panitia sekaligus koordinator acara dalam Valentine's Party yang belakangan ini juga mulai mengusik hati dan hari-harinya.

Teman-teman bilang akibat cinlok, bener juga. Soalnya sejak awal proyek acara Valentine's Party, hari-hari Manda selalu dilewatinya bersama Niko.

"Nik, gue mau bicara..." Manda meraih lengan Niko yang sedang berdiri di pojok panggung.

Niko tersentak sejenak.

"Kok bisa sih, Nik? Seenaknya main ganti orang begitu?" suara Manda mulai meninggi. Tepuk tangan riuh menyambut band pembuka, menambah bising suasana.

"Kalo gini caranya gue nggak bisa terima, Nik. Lo harus jelasin semuanya ke gue. Kalo harus Mili yang nemenin Tommy ngemsi, paling nggak konfirmasi dulu dong ke gue." Manda masih meninggikan suaranya.

Niko makin bengong. Matanya menerawang entah kemana.

"Eh, Nik... Jangan cuma bisa diem?!" Manda menarik lengan Niko.

"Elo ngerasa bersalah, kan? Sampai lo nggak bisa menjawab?"

Niko masih terdiam tapi hanya sebentar, detik berikutnya Niko malah ngeloyor pergi meninggalkan Manda. Manda melongo hebat. Heran bercampur kesel dan jengkel menari-nari di kepalanya.

"Nik, tunggu...!" jerit Manda sambil melangkah menjajari langkah Niko. Dengan susah payah Manda berjalan di antara meja-meja yang sudah padat dipenuhi tamu undangan.

"Nik..." Manda berteriak kesal begitu berada di samping Niko.

Cowok yang terlihat kelelahan itu menghentikan langkahnya. Pandangannya tetap saja kosong.

"Elo tega banget, Nik, sampai acara di mulai nggak ada yang ngasih tahu bahwa gue harus diganti sama Mili," kali ini Manda sedikit mengecilkan suaranya.

"Gue nggak masalah kalo memang nggak dipakai buat ngemsi," suaranya mulai bergetar. Sesaat sia mengatur nafasnya.

"Please... hargain gue sedikit." Manda mulai mengontrol emosinya.

Niko melemparkan pandangan. Manda menatapnya lekat dan berharap ada sesuatu yang akan keluar dari mulut cowok yang mulai membuat panas hatinya itu.

"Hei, San..." Niko melambaikan tangan pada sesosok tubuh tinggi semampai berbalut gaun malam warna merah muda.

Sesaat Manda terhenyak. Semua protes kerasnya pada Niko bagai angin lewat. Tak digubris sama sekali. Sialan.

Manda begitu akrab dengan sosok yang mulai mendekat.

"Apa kabar, Nik?" Sandra menyalami.

"Baik... makasih, San, udah di support. Bayangin aja kalo nggak ada elo, acara ini nggak bakal jalan."

Sandra tersipu.

"Nik..." Sandra meraih tangan Niko.

"Gue turut berduka cita, sori gue nggak bisa datang di pemakaman. Yang tabah, Nik..." ucap Sandra hati-hati.

Pemakaman? Siapa yang meninggal? Manda tambah bingung.

"Thanks, San... Sebenernya gue juga mau mbatalin acara ini, seperti nggak adil banget."

Diam sesaat.

"Tapi gue harus profesional. Semuanya udah beres, tiket juga udah terjual. Nggak mungkin buat dibatalin," mata Niko mulai nanar.

Sandra menguatkan pegangan tangannya.

"Semua sudah digariskan, Nik. Biarkan Manda damai di alamnya.:

Manda kembali terhenyak. Sejenak dia mencoba memahami apa yang diucapkan Sandra. Dan begitu Manda tersadar, semua persendiannya lemas tak bertenaga.

Ingatannya menerawang pada peristiwa satu minggu silam. Ketika sebuah truk menabraknya dari belakang Baleno yang dibawanya. Pertengkaran dengan Niko membuat Manda pulang meskipun cuaca kurang bersahabat malam itu. Dan terjadilah peristiwa tragis yang merenggut jiwanya.

Manda menengadah, sesaat ia menatap Sandra dan Niko yang masih terus berbincang. Tapi kali ini Manda benar tidak dapat memahami apa yang dibicarakan keduanya. Hanya mulut mereka yang terlihat bergerak-gerak dengan sesekali melemparkan senyuman. Ditariknya nafas dalam-dalam tapi seolah tidak dapat dilakukannya lagi. Bukankah orang mati tidak bernafas? Manda mencibir.

Angin berdesir lembur menerpa wajahnya yang pucat sayu, menyusup lembut ke seluruh persendiannya. Dengan langkah yang begitu ringan dan gontai Manda meninggalkan Sandra dan Niko, meninggalkan acara yang dua bulan lalu telah menyita hari-harinya, meninggalkan kafe yang masih riuh dengan tawa. Meriah. Dan bagi Manda ini sangat membosankan. Manda sadar, itu bukanlah tempatnya.

Di langit, bulan begitu pucat putih. Kabut tipis berarak meninggalkan purnama yang begitu redup.

Pantas saja bila Niko tak mengenalinya, tak menggubris ocehannya. Purnama di langit semakin memucat dengan cahaya yang semakin menghilang tertutup kabut awan yang berarak. Dan Manda harus tetap melangkah sendiri menuju dunia lain.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun