Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Renungan di Malam Takbiran

30 Agustus 2011   16:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:21 260 5
Saat Saya menulis blog ini, takbir berkumandang di segala penjuru Indonesia. Sesekali diiringi bunyi petasan dan kembang api. Suaranya beragam: ada yang berbunyi halus, ada juga yang berbunyi seperti suara ledakan bom, dan ada juga yang cemplang tapi memunculkan warna warni yang indah setelah diletuskan ke udara.

Saya yakin semua rumah di bawah kembang api itu sedang sibuk menyambut idul fitri. Seorang ayah dengan sabar mengajak seisi keluarga untuk memberikan sedekah, lalu ibu yang tidak mengenal lelah bolak balik dapur untuk melihat masakannya apakah sudah matang atau belum. Di kamar, anak-anak bersenda gurau mematut-matut dirinya di depan cermin dengan baju yang baru dibeli bersama ayah dan ibu di sebuah pertokoan beberapa minggu sebelum ramadhan berakhir.

Suasana yang nyaman dalam sebuah keluarga hanya dapat dirasakan satu dengan yang lain ketika semua anggota keluarga mempunyai rasa hormat untuk saling berbagi dan memperhatikan. Kata "memperhatikan" di sini tentu kata yang mengandung arti positif. Di mana seseorang akan mengingatnya kembali sebgai sesuatu yang sulit untuk diungkapkan. Pikiran Saya pada malam takbiran ini mengembara kepada orang-orang tahanan, taruhlah pada Nazaruddin. Apa yang dirasakannya sebagai seorang ayah? Ketika di saat-saat seperti ini sosok ayah sangat dibutuhkan untuk memimpin anggota keluarga mengakhiri bulan ramadhan.

Siapa yang tahu apa yang ada di dalam pikiran dan hatinya. Sebagai seorang individu, rasa penyesalan pasti ada. Apa yang kita pikirkan kalau kita berada di tempatnya? Pasti penyesalan pada masa lalu yang selalu terungkap keluar: "coba Aku dulu begini dan begitu". Penyesalan kemudian tidak ada gunanya. Bagaimanapun kita menyesali apa yang telah terjadi, waktu toh telah terbuang. Saya punya contoh kecil, yaitu menulis blog ini. Saya membuka akun di blogspot ini pada tahun 2008 dan terakhir Saya menulis adalah pada bulan September 2009. Setelah itu Saya sibuk menulis di Kompasiana dan pada tahun 2011, pikiran dan badan Saya terlalu letih untuk menulis karena urusan kantor. Beberapa waktu yang lalu, Saya membuka akun ini lagi. Ketika Saya membaca apa yang Saya tulis, Saya lalu berpikir: "Kenapa ya..tidak Saya teruskan blog ini dulu.."

Saya tidak ingin seperti Nazaruddin atau tersangka lainnya. Tekad Saya sekarang adalah selelah apapun, Saya tetap ingin menggunakan waktu sebaik mungkin dengan menulis. Cita-cita Saya ada dua: yang pertama, Saya bermimpi Saya dapat bekerja di salah satu lembaga internasional seperti PBB. Mimpi yang kedua adalah, Saya dapat mencetak buku dan berbagi pengalaman dengan semua orang. Dari kedua mimpi ini, mimpi yang kedua adalah yang paling mudah untuk Saya lakukan dan syaratnya hanya satu yaitu pergunakan waktu sebaik mungkin untuk menulis:  mencari ide untuk menulis, mencari cara untuk memperkenalkan blog kita dan yang terakhir hilangkan rasa malas untuk menulis. Saya tidak mau seperti Nazaruddin dan teman-temannya itu. Mengakhiri renungan ini,kepada seluruh pembaca, Saya ingin menghaturkan: Selamat Hari Raya Idul Fitri, 1 Syawal 1432H, minal aidin wal faidzin, mohon maaf lahir dan batin. (ls, Jakarta, 30 Agustus 2011)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun