Bendera yang tak lagi utuh, benar-benar menggambarkan kondisi dan situasi negeri kita saat ini. Compang-camping. Jika tak mau dikatakan porak-poranda.
Warna merah yang memudar, seolah mengisyaratkan bahwa keberanian kita telah berada di level yang memprihatinkan. Bilapun jiwa berani itu masih ada, itu bukan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Keberanian kita bukan dalam upaya untuk memajukan kesejahteraan umum.
Keberanian kita bukan lagi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Tak ada lagi keberanian untuk ikut melaksanakan perdamaian dunia.
Warna putih kian pudar, berubah menjadi abu-abu. Ya, lihatlah! Semua tingkah polah, mind set, dan nilai, hingga gagasan para pemegang kekuasaan. Dari hulu hingga hilir, semua bersikap abu-abu. Tak berani menunjukkan keberpihakannya pada rakyat.
Mengapa? Jawabannya tentu sangat jelas. Takut tidak kebagian kue bernama kekuasaan. Bahkan hanya remah-remahnya pun, masih sangat menggiurkan. Remah-remah kue kekuasaan saja mampu mematikan hati nurani mereka. Tak ada yang kekal bagi mereka, kecuali kepentingan partai, golongan, perut, dan napsu pribadi. Hanya casingnya saja, menggunakan label rakyat  Indonesia.
Naudzubillah...
Tsumma naudzubillah...