Ujian sering menjadi momen yang cukup menegangkan bagi kebanyakan siswa. Sudah menjadi rahasia umum jika banyak siswa yang dilanda kecemasan saat menghadapi ujian, baik ujian harian, ujian tengah semester, maupun ujian akhir semester.
Kecemasan yang berlebihan dapat berdampak kurang baik pada hasil siswa. Beberapa siswa bahkan jatuh sakit karena terlalu cemas dan stres dalam menghadapi ujian. Gejala kecemasan umumnya meliputi perasaan gelisah, ketegangan otot, kesulitan berkonsentrasi, rasa takut yang berlebihan, dan gejala fisik lainnya seperti sakit kepala atau gangguan pencernaan.
Sebagai seorang guru, perlu menerapkan pendekatan psikologis untuk mengatasi permasalahan tersebut. Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, mengemukakan bahwa rasa aman dan nyaman adalah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi setelah kebutuhan fisiologis. Jika siswa merasa cemas dan stres, maka kebutuhan akan rasa aman dan nyamannya tidak terpenuhi.
Beberapa hal yang bisa kita terapkan sebagai solusi di antaranya yaitu menciptakan lingkungan ujian yang kondusif, memberikan pujian dan sugesti positif sebelum ujian dilakukan, serta mengajarkan teknik relaksasi dan pengaturan napas untuk mengontrol kecemasan. Interaksi positif dengan orang terdekat dapat membantu secara emosional, mengurangi perasaan kesepian bagi siswa, dan meningkatkan rasa percaya diri. Orang yang memiliki dukungan sosial tentu akan lebih mampu dalam menghadapi rasa stres dan kecemasan dengan lebih baik. Melalui dukungan sosial, seseorang pun dapat memperoleh pandangan baru, saran, bahkan bantuan untuk mengatasi tantangan yang dihadapi.
Dari sisi penilaian, guru juga perlu meninjau ulang sistem yang ada. Misal dengan mengurangi bobot ujian mencapai 70-80%, dan meniadakan atau mengganti dengan penilaian proses seperti tugas, kuis, serta ulangan harian dengan komposisi yang lebih banyak.
Dengan demikian, menjadi harapan besar bahwa kecemasan siswa dalam menghadapi ujian bisa berkurang. Performa akademik siswa juga diharapkan dapat meningkat karena lingkungan ujian menjadi lebih nyaman dan sistem penilaian yang lebih adil. Guru seharusnya tidak hanya mengejar target kognitif saja, namun juga memperhatikan perkembangan mental dan psikologis peserta didik.