Banyak dari kita yang sudah mengenal laba-laba (spider) dan biasa kita jumpai membuat sarang (jaring) di sudut ruangan atau langit-langit rumah. Walaupun secara umum dikenal dua kelompok laba-laba yaitu laba-laba non jaring dan pembuat jaring. Laba-laba non jaring biasanya hidup di tanah dan pepohonan serta menangkap mangsanya dengan cara berburu, sedangkan laba-laba pembuat jaring biasanya hidup di ranting pepohonan atau di sudut dinding rumah dengan membuat jaring sebagai perangkap bagi calon mangsanya.
Terdapat ribuan jenis laba-laba dan lebih kurangnya, sekitar 40.000 spesies laba-laba telah dipetakan, dan digolong-golongkan ke dalam 111 suku. Akan tetapi mengingat bahwa hewan ini begitu beragam, banyak di antaranya yang bertubuh amat kecil, seringkali tersembunyi di alam, dan bahkan banyak spesimen di museum yang belum terdeskripsi dengan baik, diyakini bahwa kemungkinan ragam jenis laba-laba seluruhnya dapat mencapai 200.000 spesies.
Laba-laba termasuk hewan pemakan serangga (Carnivora), karena kebanyakan laba-laba memang merupakan predator (pemangsa) penyergap, yang menunggu mangsa lewat di dekatnya sambil bersembunyi di balik daun, lapisan daun bunga, celah bebatuan, atau lubang di tanah yang ditutupi kamuflase. Beberapa jenis memiliki pola warna yang menyamarkan tubuhnya di atas tanah, batu atau dahan pohon, sehingga tak perlu bersembunyi.
Penulis kebetulan melihat salah satu species Nephila pilipesyang berukuran besar walaupun masih belum sebesar Tarantula maupun saudaranya Nephila maculata atau yang biasa dikenal dengan laba-laba Kemlandingan. Namun biasanya laba-laba jantan ukuran tubuhnya tidak sebesar betinanya, kurang lebih hanya setengah dari ukuran laba-laba betina. Laba-laba jenis Nephila pilipesini sedang membangun jaring diantara pohon mangga dengan pohon sawo kecik di depan rumah penulis.
Laba-laba jenis Nephila pilipes ini memang sudah jarang ditemukan dikota besar seperti Jakarta, ukuran yang besar menjadikannya mudah dilihat dan dimusnahkan oleh manusia. Laba-laba dari sisi estetika sering diidentikan dengan kesan kumuh dan tidak terawat seperti halnya kecoa.Namun di daerah pinggiran seperti Bekasi Jawa Barat, laba-laba jenis ini masih mudah diketemukan di ranting pepohonan yang tidak begitu tinggi.
Laba-laba membuat jaring-jaring sutera berbentuk kurang lebih bulat di udara, di antara dedaunan dan ranting-ranting, di muka rekahan batu, di sudut-sudut bangunan, di antara kawat telepon, dan lain-lain. Jaring ini bersifat lekat, untuk menangkap serangga terbang yang menjadi mangsanya. Begitu serangga terperangkap jaring, laba-laba segera mendekat dan menusukkan taringnya kepada mangsa untuk melumpuhkan dan sekaligus mengirimkan enzim pencerna ke dalam tubuh mangsanya.
Sedikit berbeda, laba-laba pemburu (seperti anggota suku Lycosidae) biasanya lebih aktif. Laba-laba jenis ini biasa menjelajahi pepohonan, sela-sela rumput, atau permukaan dinding berbatu untuk mencari mangsanya. Laba-laba ini dapat mengejar dan melompat untuk menerkam mangsanya.
Laba-laba penenun seperti Nephila pilipes ini memiliki kemampuan membungkus tubuh mangsanya dengan lilitan benang-benang sutera. Kemampuan ini sangat berguna terutama jika si mangsa memiliki alat pembela diri yang berbahaya, seperti lebah yang mempunyai sengat; atau jika laba-laba ingin menyimpan mangsanya beberapa waktu sambil menanti saat yang lebih disukai untuk menikmatinya belakangan.
Ada yang unik dari jenis laba-laba Nephila ini yaitu perilaku kawinnya jika betina telah dibuahi oleh pejantan, maka biasanya pejantan spesies ini akan menanggalkan palp atau organ seperti penisnya setelah dipakai untuk kawin dan organ ini akan dibiarkan menyumbat saluran reproduksi betina.
Dan yang menarik lagi konon dari hasil penelitian di Jepang oleh Shigeyoshi Osaki seorang peneliti dari Medical University, Jepang bahwa benang sutera laba-laba ini dapat dibuat untuk dawai biola dan diklaim menimbulkan suara biola yang lebih lembut dan mendalam dibandingkan senar tradisional yang dibuat dari baja maupun usus binatang.
Memang sampai saat ini penelitian manfaat laba-laba baru sebatas kehebatan benang sutera yang dihasilkannya, yang selain sebagai bahan alternative untuk dawai biola juga terdapat penelitian sutera laba-laba untuk bahan rompi anti peluru. Bahkan untuk memudahkan produksi masal benang laba-laba ini telah dilakukan rekayasa genetika terhadap susu kambing oleh Jalila Essaidi seorang ilmuwan asal Belanda. Kedepannya dimungkinkan juga untuk menyisipkan gen pembuat sutra laba-laba pada genome manusia, sehingga bisa dilahirkan manusia kebal peluru seperti Spiderman.
Sedangkan di Indonesia sendiri telah dilakukan penelitian dari sisi lain yakni manfaat bisa/racun laba-laba. Racun laba-laba bersifat neurotoksin dan nekrotoksin, neurotoksin mengganggu impuls saraf pada saluran ion dan sinaps, sedangkan nekrotoksin bekerja pada reaksi sistematik misalnya ginjal dan darah.
Hasil penelitian Tina Safaria dari Universitas Pendidikan Indonesia dikatakan bahwa racun/bisa laba-laba ini dapat dimanfaatkan sebagai insektisida alternative yang ramah lingkungan karena berasal dari senyawa bioaktif. Racun dari Nephila sp ini tidak berbahaya bagi manusia, namun ternyata efektif sebagai pengendali larva nyamuk.