Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Tangisan Pelacur…Jakarta Undercover 3

29 Oktober 2009   01:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:30 8685 0
Ningsih tertegun di pinggir tempat tidur. Tangannya tersingkap diantara kedua kakinya. Tatapan matanya kosong. Pandangannya tak bergerak dari satu titik di ujung pintu kamar yang terbuat dari triplek itu. Goyangan gordyn yang tertiup kipas angin tak mampu menggoda lamunannya.

"Ningsiiih...." Sapa mesra Rudy, pelanggan barunya

"Ningsih, kamu kok belon siap-siap....?" Rudy kembali menyapa dengan pertanyaan ringan

Tak ada jawaban. Ningsih masih terdiam dalam lamunannya.

"Ningsih...ningsih..." Rudy memanggil sambil menggoyangkan tubuh Ningsih

Ningsih tersentak. Lamunannya buyar. Bola matanya bergerak ke kiri dan kenanan. Mulutnya bergerak tak bersuara

"Kamu kenapa...enggak jadi neh....?" Tanya Rudy heran

"..eh...ee...eee" Ningsih tergagap. Kepalanya tertunduk malu

"Kamu kenapa.....sakit..?" Tanya Rudy kembali

Ningsih kembali terdiam. Dia menarik nafas panjang. Tangan kanannya diayunkan kebelakang, mengusap permukaan rambut panjangnya yang sedikit ikal. Kemudian dia menggelangkan kepalanya. Seolah ada satu beban yang menghimpit pundaknya.

"...Mas aku gak bisa...." Katanya perlahan nyaris tak terdengar

"Gak bisa..tadi kamu yang nawarin ‘mao enak' apa enggak...kok sekarang bilang gak bisa...emang kenapa..?" Rudy semakin heran

"...Huuiih..." Ningsih kembali menghela nafas panjang

"...Mas...." Katanya lagi

"...aku tadi sudah siap...aku juga lagi pengen.....tapi saat buka kancing baju, kamu nanya gimana keadaanku, kabar anak-anakku,....apa mereka tahu kerjaan aku......huk..huk..huk.." jelasnya. Matanya mulai basah oleh butiran-butiran air dari sudut kelopak matanya.

"...aku malu Mas. Malu sama anakku. Inget ibuku di kampung....mereka tahunya kau kerja di Jakarta jadi pembantu.....huk..huk..huk.." sambungnya lagi. Bulir-bulir air mulai mengalir membasahi pipinya. Beberapa helai rambutnya menempel di aliran air matanya.

Tangan Rudy spontan mengusap pungungnya. Membelai pelan rambutnya. Rudy membiarkan wanita asal Sukabumi itu terus menangis.

"....maafin aku Mas. Aku gak bisa....Aku gak bisa...huk...huk..."

Rudy menarik pelan kepala Ningsih dan menjatuhkan lembut di dadanya. Tangan kanannya tetap mengusap lembut kepala Ningsih.

"...Gak papa...gak papa..." bisik Rudy pelan

Ucapan itu terasa melegakan Ningsih. Dia menarik nafas panjang, seolah ingin menunjukkan kebahagiaannya terlepas dari beban berat. Beban moral kepada seorang pelanggan, pelanggan baru yang tertarik dengan penampilannya yang kalem, sopan dan ramah khas wanita desa.

Ingin sekali Ningsih tenggelam dalam dekapan dada pemuda itu. Namun dia sadar, Rudy adalah pelanggan setia Panti Pijat tempatnya bekerja. Sedangkan dia adalah pramu pijat yang harus melayani pelanggan. Hanya kadang-kadang, bila pelanggan membutuhkan dia memberikan layanan ‘service plus‘. Lumayan untuk nambah penghasilan, katanya dalam hati. Tak jarang diapun suka menawarkan diri kepada pelanggannya. Apalagi jika dia sendiri sedang mengalami ‘gejolak hasrat keinginan' yang tak pernah terpenuhi lagi sejak cerai dengan suaminya.

Rudy masih mendekap erat kepala Ningsih, seolah tahu apa yang sedang dipikirkannya. Kesempatan itu tentu tidak disia-siakan oleh Ningsih. Sekali-sekali dia mencuri kesempatan dengan mencium butiran kecil di dada Rudy.

Suasana hening. Tak ada satupun suara keluar dari mulut mereka. Masing-masing larut dalam pikirannya sendiri-sendiri. Hanya bunyi gerakan kipas angin kecil di atas kamar sewaan itu. Kipas angin yang sudah agak rusak dan sering berdenyit....kreeekkk..krekkk....kreeeekkk

"...Sudah satu jam Mas...." Ningsih mengakhiri pengembaraan pikiran mereka

Waktu menunjukkan Pk. 08.00 malam. Detak jarum jam dinding kecil seolah menyadarkan mereka bahwa sudah lama mereka berdiam diri, berpelkukan di sudut ruang kecil terbuat dari kayu ber-ukuran 2x4 itu. Jam dinding kecil yang sudah agak kusam itu memang sengaja dipasang diatas tempat tidur sebagai pengingat dan pembatas waktu bagi pelanggan

"..oh ya..rapihin bajumu..." bisik Rudy

"hehehe..apanya yang mau dirapihin Mas. Khan kita gak ngelakuin apa-apa...hehehe" sela Ningsih

Rudy terkesima. Dia melihat keadaan dirinya. Masih seperti semula. Tidak ada satupun yang terbuka. Baju, celana, sepatu, bahkan topi ‘Sherlock' kesayangannya....(Sherlock adalah tokoh Detektif abad 18-19)

Seperti biasa, sebelum melakukan terapi Rudy selalu berbincang dengan si terapis. Hanya entah kenapa, tadi Rudy kebablasan menanyakan keadaan anaknya, ibunya, suaminya, keluarganya. Hingga alasan mengapa Ningsih bisa sampai ke lokasi Panti Pijat. Apakah sudah seijin orang tua dan anaknya, atau sembunyi-sembunyi.

Rudy tersenyum memandang Ningsih. Kemudian mereka tertawa bersama...."Hehehehehehehe..."

Dua hari kemudian Rud berkunjung ke rumah Ningsih di bilangan Jakarta Timur. Persis di depan gang rumahnya dia dikejutkan oleh laju bajaj yang berlari cepat. Secara reflex Rudy meloncat ke pinggir jalan. Malang kakinya tak menjangkau ujung parit sebagai pijakannya. Dia terjerembab kedalam parit jalan yang kotor. Spontan dia berteriak....."Bajaj gila....Uedan..."

Dari dalam keluar seraut wajah. Seraut wajah itu meneriakan kata maaf. Wajah wanita berkulit putih, berambut ikal, dan berparas khas tanah pasundan...

Rudy membersihkan kotoran yang melekat di sekujur badannya dengan dedaunan pohon di pinggir jalan. Bajunya yang putih semakin memperlihatkan warna kotoran itu"..Uch...masih bau ..." keluhnya

"Ngomong apa nanti ama Ningsih...." bathinnya

"Dasar bajaj sableng.."

Rudy bergegas kembali, melupakan kotornya pakaian. Tujuannya hanya satu, melihat senyum Ningsih di pagi hari.

Tepat di ujung gang dia berhenti. Hatinya ragu. Apakah layak dirinya bertemu seorang pelacur..? Apakah memang gadis sudah tidak ada lagi di dunia ini? Pergulatan pikiran memaksanya berhenti sejenak. Melanjutkan atau kembali pulang.

"Ach, aku toch bukan manusia suci....aku juga bukan seorang perjaka lagie...lagi pula dia berbuat itu untuk anak dan ibunya....." bahtin Rudy

Dengan langkah pasti dia menepi dan menuju rumah kecil berwarna biru muda. Rumah tua tak berpagar dan banyak dihiasi tamanan.

"Permisi...." Teriaknya. Jantungnya berdegup mulai tak beraturan

"Permisi....Ningsih..." Degup jantungnya semakin kencang

"Spada..Permisi....Ningsihh" teriaknya berulang ulang

"Maaf Pak, Ningsih gak mesen sepeda....dia biasa naik bajaj" sahut suara dari dalam

"Saya bukan jual sepeda...saya mencari Ningsih..." jawab Rudy

"Kamu siapa....?" Terdengar suara dari dalam kembali

"Saya Rudy...."

"Oh Rudy....pacarnya Teh Ningsih ya..."

Kemudian keluar dua orang wanita muda. Matanya masih sayu. Ceplakan alas tidur tampak jelas dikedua pipinya. Ah, mereka baru bangun..., terlihat dari pakaian tidur yang masih mereka kenakan, daster terusan yang satu berwarna biru motif bunga yang lainnya coklat lurik. Sambil mengucek mata, wanita yang mengenakan daster lurik berkata

"Mas Rudy...Mas pacar Teh Ningsih ya..."

Rudy terdiam. Lidahnya kelu. Tak tahu harus jawab apa. Senang...atau ..malu. Bangga dianggap sebagai pacar Ningsih, salah satu terapis pavorit...atau justru menandakan dirinya tak laku....

Senyum kecut Rudy semakin memperlihatkan kegundahannya...

"..Mas Rudy...kok diem siih.." celetuk wanita berdaster biru ...

...Lalu...."hahahahahahahahaha..." dua wanita itu tertawa ngakak bersama...

Rudy semakin malu. Wajahnya berubah merah.....

"...Mas Rudy kok mau sih sama Teh Ningsih. Die kan janda. Punya anak kecil lagi....mending ama kita-kita..masih perawan ting ting...." Sambung wanita berdaster biru itu lagi

"...hahahahahahahahah....." mereka tertawa ngakak kembali

Rudy tersentak. Benar Ningsih hanyalah seorang pelacur....'bermasker' pramu pijat. Seorang janda dengan anak satu. Diam-diam Rudy memperhatikan dua wanita muda dihadapannya....dua wanita yang terlihat cantik. Meski baru bangun tidur, berdaster dan berceplak alas tidur tak mengurangi ‘warna' kecantikannya....Rudy juga menyapu seluruh tubuh wanita itu. Mulai dari rambutnya yang hitam hingga tungkai kakinya.... Benar mereka memang cantik...

"... Mas Rudy...aku Tina....yang ini Winda...." Jelas wanita berdaster lurik, lalu tangannya dijulurkan sebagai tanda perkenalan

Rudy terdiam dan ragu. Namun kemudian menerima uluran tangan tersebut...dan wanita satunya lagi

"...Ningsih mana....?" Tanya Rudy perlahan, seolah sudah melupakan tujuannya semula

"Teh Ningsih....Teh Ninsih baru aja pulang...paling baru lima menit naik Bajaj...." Jawab Winda

"Kemana.....?"

"...Loch emang Mas Rudy gak tahu...kan teh Ningsih pulang ke Sukabumi...dia dah keluar dari Panti Pijat...."

"..Geleegaarrrrrr.." bagai tersengat aliran listrik Rudy mendengar jawaban itu

"...Jadi...jadi...Bajaj yang tadi hampir mencelakakannya......." Rudy terdiam

"...oh..pantas saja wajah manies yang keluar dari dalam bajaj seperti dikenalnya...."

Rudy menggelengkan kepalanya. Ada rasa penyesalan, mengapa dia tidak menggunakan sepeda motornya untuk menemui Ningsih. Mengapa justru ber-angkot ria, di tengah hutan beton belantara kota Jakarta yang angkuh dengan kemacetannya...dengan merdeka sang sopir angkot yang rajin ‘ngetem' dihampir setiap perempatan....

"Mas Rudy khan masih punya saya....." seru Winda, gadis ayu asal Jawa Timur, yang bernama asli Runati

Rudy tidak menanggapi. Namun suara hatinya berubah. Dia tersenyum. Dia menatap erat kedua wajah yang ada di hadapannya...wajah manies dan ayu. Mengapa tidak dimanfaatkan, Demikian pikir Rudy...

Dari seberang jalan terdengar lagu Iwan Fals.

"Habis berbatang batang tuan belum datang..dalam hati reasah menjerit bimbang...apakah esok hari anak-anakku dapat makan...."

"....Ya Ningsih sudah kembali. Dia mungkin pelacur yang sudah siap bertaubat...." bathin Rudy

"...Dia tidak perlu lagi menunggu tuan-tuan yang akan memberikannya tips atau bayaran atas ‘tubunya' dengan menghabiskan beberapa batang rokok...."

"....Klo Winda kerja dimana....?" tanya Rudy

"....hik.hik..hik..aku sama dengan Ningsih......kalau Tina dia biasa nunggu panggilan lewat HP...." jawab Winda diiringi tawa renyah tanpa beban

Rudy kembali terdiam. Tak percaya dirinya berada dalam komunitas ‘ekstra'.

"..Jadi....jadi kamu bukan....?"

"...Mas..emang masih perlu kegadisan....?" tanya mereka hampir bersamaan

Rudy tak menjawab. Dia ngeloyor pergi. Dalam hatinya dia berpikir....dirinya bukanmakhluk suci. Dan dia menyaksikan wanita-wanita yang menggunakan kesucian dan mahkotanya untuk materi....

Ningsih jelas melakukan itu demi anak dan orang tuanya. Tapi kedua wanita tadi...?...mereka tak merasa bersalah....

"Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra. : aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda, "siapa pun yang ingin memperbanyak rejekinya dan berumur panjang, harus bersilaturahim dengan sanak kerabat"

Dari Abi Hurairah r.a. dari Rasulullah SAW berabda, "Telah diampuni seorang wanita pezina yang lewat di depan anjing yang menjulurkan lidahnya pada sebuah sumur. Dia berkata, "Anjing ini hampir mati kehausan". Lalu dilepasnya sepatunya lalu diikatnya dengan kerudungnya lalu diberinya minum. Maka diampuni wanita itu karena memberi minum. (HR Bukhari)

Suara itu masih terngiang di telinga Rudy. Jawaban curhatnya pada seorang teman lama yang secara tak sengaja bertemu di sebuah food court.

Nun jauh disana, di sebuah Bis antar kota jurusan Jakarta - Sukabumi, seorang wanita termenung dengan mata berkaca-kaca

"...Mas Rudy..aku sebenarnya ingin berbagi raa dan cinta dengan Mas..namun aku harus kembali menemui anak dan orang tuaku. Aku tak membiayai hidup mereka dengan jalanku selama ini...Maafkan aku Mas.."

Salam ukhuwah

elha - pegasuh KLINIK CINTA

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun