Sejatinya, Pilkada yang akan digelar secara serentak ini dijadwalkan pada bulan September 2020, namun karena terjadi pandemi virus corona atau covid-19, terpaksa diundur hingga akhir tahun. Pilkada serentak ini sendiri akan di selenggarakan di 270 daerah meliputi Provinsi dan kabupaten/kota.
Dipastikan Pilkada kali ini akan lebih menarik karena kandidat-kandidat yang dicalonkan oleh partai masing-masing cukup bisa memberikan aroma persaingan yang cukup alot. Namun, yang paling menyedot perhatian dari semua itu adalah Pemilihan Walikota Solo.
Bisa difahami jika pemilihan orang nomor satu di Kota Batik itu mendapat perhatian lebih dari publik termasuk para pengamat politik. Soalnya ada nama Gibran Rakabuming Raka yang akan meramaikan kontestasi pemilihan pimpinan daerah dimaksud.
Tentu Gibran menjadi bahan sorotan mengingat dirinya merupakan putra dari Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi).
Banyak spekulasi yang berkembang saat Gibran memutuskan maju pada Pilwakot Solo. Diantaranya merupakan cara Jokowi untuk membentuk dinasti politik. Namun begitu, seiring perjalanan waktu spekulasi tersebut menguap dengan sendirinya.
Apakah sebagai anak Presiden, Gibran akan melenggang mulus menuju tahta Solo satu? Sesungguhnya ini yang akhirnya menjadi saga politiknya.
Persaingan sengit Gibran pada Pilwakot Solo, bukan datang dari calon lawannya kelak di Pilwakot, melainkan justru datang dari internal partai pengusung yaitu PDI Perjuangan (PDIP).
Pasalnya, selain Gibran, ada tokoh lain dari partai berlambang banteng gemuk moncong putih ini yang juga akan ikut meramaikan persaingan Pilwakot Solo. Dia adalah Ahmad Purnomo.
Ditilik dari kafasitas, kematangan dan pengalaman politik, Purnomo pasti jauh mengungguli Gibran.
Selain sudah lama malang melintang di partai politik bersama PDIP, Purnomo juga merupakan petahana. Dia dua kali berturut-turut menjabat sebagai Wakil Walikota Solo mendampingi FX Rudy.
Sementara Gibran hanyalah pendatang baru di ranah politik dengan tanpa pengalaman apapun. Menjadi kader PDIP pun masih bisa dihitung dengan hitungan bulan.
Adapun hal yang bisa menjadi keunggulan Gibran untuk menyaingi senioritas Purnomo hanyalah statusnya sebagai putra presiden yang diduga kuat akan "memberikan kemewahan" pada Gibran untuk dijadikan oleh dirinya dalam meyakinkan calon pemilih.
Hal lain yang mungkin bisa dijadikan andalan Gibran adalah statusnya sebagai "Rising Start". Posisi ini dimungkinkan akan mampu menggiring para pemilih pemula serta generasi milenial untuk memilihnya.
Dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh kedua kandidat ini terang saja menjadi saga panas bagi Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP dalam menentukan pilihannya guna diberi rekomendasi.
Boleh jadi karena faktor ini pula, saat DPP PDIP mengumumkan para kandidat calon kepala daerah di wilayahnya masing-masing, nama yang akan diusung pada Pilwakot Solo masih di pending.
Gibran Sempat bernafas Lega
Di tengah panasnya persaingan antara Gibran dengan Purnomo dalam berebut rekomendasi dari DPP PDIP, tiba-tiba saja mengendur.
Pasalnya tanpa diduga, Ahmad Purnomo si pesaing kuat Gibran memutuskan untuk mundur dari pencalonan dengan dalih ingin berkonsentrasi pada tugasnya sebagai Wakil Walikota Solo dalam menangani pandemi covid-19.
Dan, keputusan mengejutkan dari Ahmad Purnomo ini tidak banyak mendapat rintangan berarti karena mendapat restu dari Dewan Pengurus Cabang (DPC) PDIP Kota Solo.
Sebagai catatan, meski bersaing di internal PDIP, tapi usungan yang diberikan terhadap keduanya berbeda. Ahmad Purnomo mutlak diusung dan dicalonkan langsung oleh DPC PDIP Kota Solo.
Sedangkan Gibran diusung oleh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDIP Jawa Tengah. Karena DPC PDIP Solo jelas-jelas telah menolaknya.
Nah, dengan mundurnya Ahmad Purnomo dari pencalonan, sudah bisa dipastikan bahwa peta persaingan internal partai sudah tamat. Hal ini membuat cita-cita Gibran berkuasa di Kota Solo lebih dekat jadi kenyataan.
Rekomendasi dari DPP sudah bisa dipastikan dalam genggaman dan Gibran tinggal konsentrasi pada persiapan jelang Pilkada saja.
Namun, baru juga bisa bernafas lega, Gibran kembali "panas dingin". Dia kembali harus berpikir keras dan jantungnya berdegup kencang.Â