Namun, babak belur di sini adalah tentang statement atau wacana mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut yang akan melonggarkan atau relaksasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang tengah dilaksanakan oleh beberapa daerah di tanah air mendapat serangan dan penolakan dari berbagai kalangan.
Sebagaimana diketahui, sejak awal bulan April lalu, pemerintah sudah mulai memberlakukan aturan PSBB. Aturan tersebut kemudian disempurnakan dengan pedoman pelaksanaan teknisnya melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020.
Untuk apa PSBB diberlakukan?
Seperti diketahui sejak awal bulan Maret 2020, Indonesia dihadapkan pada serangan endemi virus corona atau covid-19. Untuk kemudian karena penyebarannya yang semakin masif dan menginfeksi ratusan negara di dunia. Pada tanggal 11 Maret di tahun yang sama, badan kesehatan dunia (WHO) menjadikan virus asal Wuhan, China ini menjadi pandemi.
Sangat beralasan jika akhirnya WHO mendaulat covid-19 jadi pandemi. Alasannya seperti disebutkan di atas karena penyebarannya cepat dan masif serta mampu merambah luas hingga ribuan kilometer jauhnya dari tempat asal virus pertama kali di temukan, yakni Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China.
Dan, Indonesia menjadi salah satu negara yang tidak luput dari serangan wabah virus corona dimaksud. Bahkan, akibat dari penyebarannya yang masif, jumlah angka kasus yang terkomfirmasi positif sejak ditemukan kasus pertama pada tanggal 2 Maret 2020 lalu, tiap harinya terus menunjukan grafik meningkat.
Betapa tidak, setelah lebih dua bulan berlalu atau hingga hari ini, Kamis (7/5/2020) jumlah angka kasus positif di tanah air, menurut rilis data pemerintah yang disampaikan Juru Bicara khusus pemerintah, Achmad Yurianto, mencapai 12.776 orang, dengan 930 orang diantaranya meninggal dunia. Sedangkan jumlah angka kesembuhannya menyentuh 2.381 orang.
Putus Rantai penyebaran Covid-19 dengan PSBB
Dengan semakin masifnya penyebaran virus corona di tanah air telah memaksa pemerintah pusat untuk mengerahkan segenap upayanya guna memutus rantai penularan virus dimaksud.
Awalnya, pemerintah pede dengan langkah kebijakannya, yakni hanya dengan memberikan anjuran atau himbauan berupa social distancing, physical distancing dan work from home.
Ternyata, kalau dengan hanya sebatas himbauan tidak membuat masyarakat taat. Himbauan pemerintah dianggap angin lalu. Aktifitas di luar rumah terus berjalan sebagaimana biasanya, terutama bagi masyarakat yang mengandalkan hidupnya dari sektor informal. Dampaknya, anjuran tersebut tidak berjalan efektif. Kasus positif akibat infeksi virus corona terus bertambah. Pun dengan jumlah kematian.
Sadar himbauannya tidak berjalan efektif, akhir bulan Maret 2020, pemerintah membuat regulasi khusus penanganan virus corona, yakni PSBB.
Pada prinsipnya, PSBB tidak jauh berbeda dengan anjuran pemerintah sebelumnya berupa social dan physical dialstancing serta work from home. Hanya saja dalam penerapannya, PSBB ini diberlakukan dengan aturan lainnya berupa Undang-undang karantina kesehatan.
Dengan Undang-undang karantina kesehatan ini, memaksa masyarakat untuk mematuhinya. Karena dalam PSBB ada sanksi bagi siapapun yang melanggarnya.
Daerah pertama yang menerapkan PSBB adalah DKI Jakarta. Kemudian disusul oleh daerah Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi). Dari sini, beberapa daerah lainnya pun menyusul, termasuk salah satunya Kabupaten Sumedang.
Meski belum benar-benar memperoleh hasil maksimal. Tapi diyakini jika penerapannya lebih serius dan dibarengi kedisiplinan tinggi dari masyarakat, akan mampu memutus rantai penyebaran virus corona.
Tapi, alih-alih PSBB ini lebih diperketat dalam pelaksanaannya, pemerintah dalam hal ini Mahfud MD malah merencanakan akan adanya pelonggaran atau relaksasi. Pasalnya, PSBB ini dianggap telah mengekang aktivitas masyarakat sehingga mengakibatkan stress.
Mahfud MD Babak Belur
Tak pelak, rencana yang dilontarkan Mahfud MD ini mendapat penolakan sejumlah pihak. Pasalnya, dianggap akan semakin menambah jumlah pasien covid-19.
Beberapa pihak mengingatkan pemerintah agar tidak terburu-buru melakukan relaksasi PSBB. Tak sedikit pihak agar pemerintah lebih mendengarkan pendapat para kepala daerah.
Benar, dengan adanya PSBB, semua pihak merasakan tidak nyaman. Namun demi keselamatan dan kesehatan, terpaksa hal itu harus dijalani. Dengan kata lain, sebelum kecepatan penularan Covid-19 terkendali, relaksasi PSBB sebaiknya jangan dilakukan.
Itulah pendapat yang disampaikan beberapa pihak, menanggapi rencana relaksasi PSBB yang dilontarkan Mahfud MD.
Puncaknya, serangan terhadap Mahfud MD terjadi pada program talk show Indonesia Lawyer Club (ILC) di TV One, Selasa malam (5/5/2020).
Salah satunya datang dari politikus PKS Mardani Ali Sera. Dia mengkritik keras Mahfud MD. Menurutnya, relaksasi PSBB justru akan menimbulkan masalah baru terkait Virus Corona.
Tak hanya itu, seperti dikutip dari Tribunnews.com, Ali Sera juga kembali mengungkit soal lambatnya tindakan yang diambil pemerintah di saat awal Virus Corona terdeteksi di Indonesia.
KEMBALI KE ARTIKEL