makin bertambahnya jumlah kasus warga negara Indonesia (WNI) positif terinfeksi virus corona (covid-19), desakan publik terhadap pemerintah untuk segera memberlakukan Lockdown atau mengunci seluruh akses masuk maupun keluar dari suatu daerah maupun negara. Lockdown diberlakukan untuk membatasai ruang gerak penyebaran virus asal Wuhan, Provinsi Hubei, China semakin meningkat.
Betul, desakan penerapan lockdown di tanah air ini masih terus mengundang pro kontra. Tentu saja mereka memiliki argumentasi dan pembenarannya masing-masing.
Boleh jadi bagi mereka yang hidupnya berkecukupan dan berkantong tebal, lockdown bisa jadi alternatif terbaik. Karena tinggal memborong segala kebutuhan hidup selama diberlakukan lockdown, urusan selesai.
Tapi bagaimana dengan penduduk Indonesia yang maaf sebagian besarnya masih dalam kondisi hidup pas-pasan? Bisa jadi pemeberlakuan lockdown akan menjadi kiamat kecil bagi mereka.
Jadi dalam hal ini, maaf menurut hemat penulis kita sebagai anak-anak bangsa jangan terjebak pada kepentingan pribadi dan sekelompok orang hingga latah dengan negara-negara lain yang telah lebih dulu menerapkan lockdown dalam rangka penanganan dan pencegahan penyebaran wabah virus corona lebih massif.
Kita ambil contoh Italia, sebagai negara yang tercatat paling parah setelah China dalam jumlah kasus positif virus corona termasuk angka kematiannya.
Namun demikian, bagi otoritas tertinggi negara yang pernah dikuasai Musolini ini bisa dengan mudah memberlakukan lockdown, mengingat populasi penduduknya kurang lebih sekitar 60 juta jiwa atau kurang dari seperempatnya jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 260 juta lebih. Pun dengan luasan wilayahnya, Italia jelas jauh lebih kecil dibanding dengan Indonesia.
Dan yang paling utama adalah taraf hidup perekonomian penduduk Italia bisa penulis pastikan jauh lebih baik dibanding dengan taraf hidup sebagian besar masyarakat Indonesia.
Jadi jika Italia berani memberlakukan lockdown mungkin dampaknya tidak akan separah apa yang akan menimpa Indonesia jika memberlakukan hal serupa.
Terus satu hal lagi yang perlu dicatat, seperti penulis tulis di atas, bahwa Italia adalah negara paling parah terdampak virus corona setelah China. Artinya jumlah kasus dan angka kematiannya juga paling tinggi.
Sementara di Indonesia, meski terus bertambah jumlah kasusnya, namun persentase kematiannya pun masih dibilang sangat rendah, yakni lima orang dari 172 kasus per hari ini, Selasa (17/3/20). Seperti dikutip CNNIndonesia.
Nah, sekarang pertanyaannnya bagaimana jika lockdown akhirnya diberlakukan di Indonesia?
Bisa jadi dampak yang akan dirasakan pemerintah dan masyarakat Indonesia akan jauh lebih besar dibanding negara lain termasuk Italia.
Tengok saja, berapa ribu bahkan ratusan ribu atau mungkin juga jutaan jiwa di tanah air yang menggantungkan hidupnya dari sektor informil, seperti pedagang kaki lima, jualan makanan semisal bakso, siomay, ketoprak dan lain sebagainya.
Seberapa kuat mereka akan bertahan jika lockdown diberlakukan. Dalam situasi normal saja banyak yang hidupnya kembang kempis, apalagi jika diberlakukan lockdown. Seperti penulis sebut, kemungkinan besar akan menjadi kiamat kecil bagi mereka. Karena jelas tidak ada lagi penghasilan yang mereka dapatkan. Sementara kebutuhan tidak bisa ditunda-tunda.
Apakah pemerintah siap dan sanggup untuk menanggung segala kebutuhan masyarakatnya selama proses lockdown diberlakukan. Tentunya ini masih tanda tanya besar.
Dilansir Detikcom, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menyebut jika lockdown terjadi, pemerintah harus menyiapkan bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat menengah ke bawah yang bekerja di sektor informal.
KEMBALI KE ARTIKEL