Setiap kelahiran seorang anak manusia telah siap disambut dengan mengenakan baju untuk sepanjang hidupnya. Kadang terlalu sesak, menyiksa siang malam. Kadang pula terlalu longgar hingga merasa tak memiliki baju. Garisan takdir telah menghiasi. Dan siap untuk dinikmati.
Ini tentang kisah seorang gadis yatim bernama Asma yang dinikahi Farid seorang duda beranak satu berprofesi sebagai dokter sekaligus seorang pengusaha kaya yang punya rumah sakit sendiri.
Menikah dan memiliki anak, hidup berdampingan dengan suami pengertian memang menjadi idaman setiap perempuan. Sayangnya apa yang tampak baik pada mulanya, perlahan-lahan belang belontengnya terlihat dengan berjalannya waktu.
Lelaki yang terlihat sopan, lembut dan pengertian, menyembunyikan kekejaman yang sungguh mengakibatkan kesedihan berkepanjangan.
Asma seorang gadis kampung yang lugu dan miskin, hanya lulus SMK jurusan Tata Busana. Tak mampu kuliah. Sewaktu dokter Farid bertugas di puskesmas kampung itu dia tertarik dengan Asma walaupun bukan termasuk wanita yang cantik, namun karena kesholehahannya saja.
Setelah menikah, dokter Farid memboyong Asma ke ibu kota provinsi (tempat tinggal dokter Farid). Bersamaan itu pula dokter Farid pindah tugas di rumah sakit milik orang tuanya sendiri.
Di awal pernikahan memang segalanya terasa manis. Hari demi hari mereka lalui dengan bahagia dan penuh canda tawa. Meski dalam pandangan orang lain jurang perbedaan antara keduanya terlalu dalam, namun dokter Farid tetap menyayangi istrinya sepenuh hati.
Tapi apa mau dikata, keluarga besar dokter Farid tidak merestui pernikahan itu. Bahkan keluarganya selalu ingin membuat Asma sedih dan tidak betah di rumah dokter Farid.
Apalah daya, gadis desa yang terbiasa sepanjang hidupnya terisi dengan kasih sayang orang tua tanpa pernah mengenal yang namanya kepalsuan. Tiba-tiba harus menghadapi kenyataan itu dengan berusaha selalu tegar.
Mulai dari fitnah dituduh selingkuh, dan menggunakan uang pemberian dokter Farid untuk dikirim ke kampung. Api masalah pun mulai bermunculan. Farid mulai goyah dan kian lemah kepercayaannya terhadap Asma. Hingga peristiwa kdrt terjadi terhadap diri Asma yang tak berdaya dan tengah hamil muda.
Asma tak sempat mengatakannya, tapi sudah diusir dengan menyedihkan. Akhirnya Asma pulang kampung dengan perasaan berkeping-keping. Kehidupannya pun miskin kembali. Derita selalu menyerbu hari- harinya.
Ketabahan wanita bak hujan deras menerpa batu karang. Biar pun hitam legam, tetap teguh menahan susah dan derita. Begitulah kenyataan hidup yang harus Asma hadapi.
Sampai Asma melahirkan saja tak punya uang untuk biaya melahirkan. Semua hanya ditangani oleh ibunya sendiri. Belum lagi orang-orang kampung yang begitu tidak senang dengan Asma, dituduh macam-macam kenapa sampai pisah dengan dokter Farid yang dianggap laki-laki yang baik dan sholeh. Semua berusaha dihadapinya dengan tabah. Bagaimanapun juga ia tidak bisa menyalahkan mereka seratus persen, maklum mereka tidak mengetahui detil masalah yang ia hadapi.
Pengalaman menikah pertama kali mungkin telah menjadikan siapa pun memiliki kenangan tersendiri. Apalagi jika pernikahan harus diakhiri dengan perpisahan.
Sedikit banyak akan menjadikan kegagalan tersebut menggores kuat di lubuk sanubari terdalam. Disadari atau tidak.
Setelah berpisah dengan Asma, dokter Farid menikah lagi dengan seorang wanita bernama Risanti, wanita cantik dan anak dari seorang pengusaha properti.
Namun seiring waktu, karena kesibukan keduanya pada pekerjaan masing-masing, Risanti mulai berubah. Ia tak segan menghabiskan banyak uang suami dengan belanja online secara kalap demi eksis di medsos, dan hampir tak pernah lagi mengurus rumah tangganya. Termasuk pula tidak pernah lagi mengurus Zahwa, yang merupakan anak sambungnya, hasil pernikahan pertama dokter Farid bersama almarhumah Atikah.
Puncak dari ketidaknyamanan dokter Farid dengan istrinya adalah pilihan berat untuk mengakhiri pernikahan itu. Meski harus melalui proses bertimbangan yang cukup lama, akhirnya pernikahan itu pun berakhir pula.
Di suatu ketika pula, entah kenapa Zahwa rindu dengan sosok ibu Asma yang begitu sayang dan mengasihinya seperti anak kandungnya sendiri. Zahwa, anak berusia 13 tahun itu sebenarnya tidak percaya sama sekali dengan tuduhan demi tuduhan yang ditujukan ke ibu sambungnya itu. Tapi apalah daya seorang anak kecil untuk membela dan mempertahankan ibu sambungnya itu untuk tetap bertahan di rumah ayahnya.
Zahwa memberanikan diri dan merengek pada ayahnya untuk mencari ibu Asma. Dokter Farid cuma diam tak menghiraukan apa yang diinginkan anaknya itu.
Pasca berpisah dengan Risanti, hari-hari dokter Farid dipenuhi dengan kesibukan kerja, baik siang bahkan sampai malam. Sebab ia berpendapat bahwa menenggelamkan diri dalam pekerjaan adalah pelarian terbaik dari perasaan kecewa dan terluka akibat kegagalan pernikahan sebelumnya.
Hingga di suatu secara tak sengaja dokter Farid menemukan kertas putih lusuh terselip di bawah lemari pakaian. Hampir saja dibuangnya kertas itu ke tempat sampah, namun ia hentikan ketika tangannya menyentuh benda kecil yang ada di balik gulungan kertas itu. Setelah dibuka, ternyata sebuah alat tespek dengan tanda dua garis merah yang sebenarnya sudah mulai kabur, maklum sudah beberapa tahun lamanya.
Di kertas itu ada tertulis keterangan Ny. Asma. Dia syok dan hampir tak percaya. Padahal dia sudah menyakiti hati dan menyakiti Asma secara fisik. Ternyata saat dia melakukan itu istrinya sedang hamil muda. Sungguh sesal yang terlambat.
Tuhan memang tidak pernah tidur. Dia akan menunjukkan kebenaran bagi hamba yang baik dengan caraNya sendiri. Dengan kuasaNya, bukti bahwa Asma tidak bersalah sama sekali mulai terkuak satu persatu.
Ketika itu Farid sedang iseng coba mencek rekaman cctv beberapa tahun yang lalu. Matanya terbelalak melihat bahwa Asma ternyata sering dimarahi ibunya, menyuruh pembantunya hanya mengerjakan pekerjaan ringan. Selebihnya pekerjaan rumah hampir semuanya dikerjakan Asma. Bila ada tamu yang datang, Asma selalu disuruh menyiapkan hidangan dengan mengatakan bahwa Asma hanyalah seorang pembantu. Itu semua terjadi pada Asma ketika ia tidak ada di rumah (sedang bekerja).
Farid ingat bahwa ada suatu ketika pakaiannya yang mahal hangus kena setrika. Asma dipaksa ibunya Farid untuk mengaku, padahal itu hasil rekayasa ibunya saja.
Farid ingat pula sewaktu dia marah dan tak sengaja memukul wajah istrinya hingga darah mengucur disela kedua bibir Asma. Tangis dokter Farid kian tak terbendung lagi saat menatap rekaman demi rekaman cctv itu, sebenarnya yang tak sengaja dia temukan gudang yang terselip begitu rapat oleh ibunya.
Dengan adanya bukti rekaman cctv itu, dokter Farid bertekad untuk menuruti keinginan Zahwa (anaknya) untuk mencari Asma ke kampungnya dan meminta maaf.
Rombongan keluarga dokter Farid tiba ke kampung Asma, dan mobil mereka langsung parkir di halaman rumah Asma. Walaupun halaman itu tidak pula terlalu luas.
Setelah membuka pintu mobil, Zahwa langsung menghamburkan dirinya ke depan pintu rumah yang tampak sunyi seakan tak ada aktivitas sama sekali. Dokter Farid coba memberanikan diri mengetuk pintu. Sekitar 15 menit mereka menunggu, baru pintu dibuka dari dalam rumah. Nampak seorang anak laki-laki kurus dengan perut agak buncit berusia 4 tahun berdiri menatap rombongan dokter dengan sedikit takut. Matanya agak berair dan kedua tangannya gemetar.
Dokter Faris dengan senyum khasnya sambil menyapa si anak kecil itu sambil menanyakan namanya. Anak kecil itu menjawab dengan terbata bahwa namanya adalah Ihsan. Belum sempat mereka bicara lebih banyak, dari dalam rumah muncul seorang wanita dengan pakaian lusuh dan begitu melihat pada rombongan keluarga dokter Farid, segera wanita itu menggendong Ihsan. Matanya berkaca dan butiran bening pelan mengalir menyusuri pipinya.
Zahwa tak sanggup menahan gejolak batinnya untuk segera memeluk wanita itu yang tak lain adalah ibu sambung yang selama ini dirindukan kehadirannnya kembali.
Dokter Farid merengek bagaikan anak kecil memohon maaf pada Asma dan ibu mertuanya atas segala kesalahannya selama ini. Begitu pula dengan ibunya dokter Farid yang sesunggukan memohon maaf.
Namun, bukan Asma namanya jika kesalahan orang lain tak dimaafkannya. Dengan jiwa besar, Asma memaafkan kesalahan mantan suami dan mertuanya. Walaupun sebenarnya masih ada sesak dalam dada, namun coba tersenyum pada mereka, bukan apa-apa, karena keikhlasanlah yang telah bicara dihati yang bersih, seputih pasir di pantai .
Cerita ini telah dikisahkan oleh seorang isteri. Kemudian diceritakan kembali agar kita para pembaca mampu mengambil hikmah atau pelajaran dari setiap kejadian.
(Sungai Limas, 9 Januari 2021)