Bermula dari curhatan seorang teman dalam obrolan WA. Saya mulanya kaget tak biasanya ada foto seseorang yang dikirim diiringi sebuah pesan yang berbunyi, "Kau mengenal orang ini?"
Dengan bertanya-tanya dalam hati sambil menebak apa yang diharapan dari keterangan saya. Maka beberapa pertanyaan pembuka pun terikirm.
+ Memangnya kenapa dengan orang ini?
- Baru kenalan tadi, orangnya seperti apa?
+ Kalau bisa cari kenalanan lain saja
- Memangnya ada apa?
+ Reputasinya jelek dahulu. Pokoknya cari yang lain saja.
Percakapan panjang pun terjadi. Intinya dia berusaha mengorek keterangan tentang orang itu. Saya berusaha tidak membuka aib. Bagi saya aib orang diceritakan kembali sama halnya dengan memakan bangkainya. Jadi dengan berbagai alasan saya menolak membuka informasi yang saya ketahui.
Gigih saya menutupi, ternyata lebih gigih lagi dia mengoreknya. Berkali-kali obrolan saya pindahkan ke topik lain, tetap saja ujungnya kembali ke pokok persoalan yang sama. "Orang itu seperti apa?"
Saya kemudian berpikir, apa yang melandasi kegigihan teman saya tersebut. Hingga akhirnya sampai pada kesimpulan, oh dia sedang jatuh hati padanya. Tapi soal itu pasti akan menjadi lain ceritanya jika kejadian yang sama menimpa pada diri saya.
Rasa penasaran terhadap detail kepribadian dan informasi pribadi orang yang menjadi idola tentu saja akan begitu membanggakan mengetahuinya. Sebuah kewajaran bagi kita semua mungkin.
Hal lain yang menggelitik adalah bukankah setiap orang memiliki masa lalu. Tidak semua orang masa lalunya gilang gemilang dan berisi catatan putih yang harum semerbak. Ada saja, termasuk kita mungkin sekali waktu memiliki catatan kelam berbau amis. Siapa saja tentu pasti akan berusaha semaksimal mungkin untuk menutupinya.
Kenalan kita di masa yang akan datang jika memiliki ketertarikan yang kuat tentu saja ingin mengetahui banyak sepak terjangnya di masa yang lampau.
Kontradiktif memang. Salah satu sisi si empunya diri ingin agar masa lalunya tertutup rapat, sementara di lain pihak mereka ingin kita membeberkannya secara gamblang.
Namun, begitulah kehidupan. Ada yang jalannya mulus dan ada yang berliku. Menemukan seseorang dengan kepribadian dan masa lalu yang jauh berbeda dengan kita sekarang terjadi. Entah karena kesengajaan mendekatinya, atau tiba-tiba saja menjadi akrab.
Kulit luarnya terlihat sama, "Dia orangnya baik, kok." Memangnya kriteria baik itu seperti apa? Standarisasi baik tiap orang berbeda. Jika dia tidak jahat pada saya, maka akan saya anggap baik. Persetan perbuatannya dengan orang lain. Dan seterusnya.
Jika begitu banyak fenomena di media sosial kita temukan begitu ringanya mulut seseorang menceritakan aibnya agar mendapatkan simpati. Dan kalau dicermati lebih teliti akibat apa yang dilakukannya tentu saja banyak negatifnya dari pada positifnya.
Paling orang yang mengetahui kemalangan itu akan berkata, "Duh! Kasihan. Yang sabar ya." Sudah begitu saja. Selebihnya seperti mencuci muka sendiri di dulang, akan memercik wajah sendiri.
Lantas bagaimana sebaiknya? Pendapat tiap orang pasti berbeda. Jika menurut saya sih sebaiknya tutup rapat masa lalu kita. Soal mereka ingin menjadi dekat atau menjauh setelah prinsip yang kita pegang itu terserah mereka.
Sederhananya, jika dia suka dengan apa yang ada sekarang silakan. Jika tidak suka, saya kan tidak sedang memiliki hutang dengannya. Jadi tak ada yang perlu dirisaukan. Pergi pun tak ada yang dirugikan.
Bayangan kelam masa lalu, kecil atau besar, sederhana atau rumit, jika ditutup rapat dalam waktu tertentu akan hilang ditelan malam.
Jika kenangan kelam tersebut diungkit-ungkit kembali, sama saja dengan mengungkit mimpi menakutkan. Memangnya bisa mengubah masa lalu? Tidak bukan? Kalau tidak, lalu mengapa masih diungkit-ungkit?