Di teras ini kuterkesima. Kerlipan cahayamu menembus sukma, merangkul raga tersedu lirih di ruang hampa. Walau tiada pesan pasti di antara kita, biarlah cukup berjanji di hati saja. Meski suatu hari kita lupa melukis awan, namun teguh menjentikkan hujan.
Sekejap kumendesah. Tak cukup rangkaian kata mewakili segenap puji, untuk dipersembahkan pada bintang setia berdikari. Ucap lisanmu tak penah ingkar janji, rangkul jiwa-jiwa kosong jadi terayomi. Raga rapuhpun segar kembali.
Sekali lagi kutatap langit. Acapkali gulita mencengkram nurani, tegas menghempas bagai tirani. Hadirmu patahkan gulita yang merantai sepi, tutur lisanmu lembut ajak untuk kembali, menuntun pada sebuah refleksi diri.
Dan malam pun berlalu. Biar bulan enggan menemani, surat ini tetap kami titipkan di sudut malam. Sosokmu bintang sudah tak bermisteri, hingga jiwa kami menunggu di ujung hari. Desah rindu ini tanpa emosi, di setiap abjad malam kami menanti.
(Sungai Limas, 13 Maret 2019)