Awan, hadirmu memayungi sengatan panas. Panas hadir coba bakar kulit tubuh kami, hampir menyudahi segenap karya terkini. Hadirmu telah meredam hati dari segenap amarah, menyiram darah hampir mendidih.
Panas menyengat hadir tak di undang, kepongahannya telah jauh merajalela. Hampir lumpuh kaki berdiri, namun sekejap tegak kembali. Tangan lembutmu merangkul jiwa-jiwa kosong, nyalakan api kehidupan hampir padam tak tertolong.
Andai saja hadirmu setia di sini, takkan ada panas membakar segenap nurani. Sengatan panas telah merantai segenap kreasi, hingga karya kami lumpuh tiada terperi.
Sengatan panas memasung selaksa abjad, hingga kami tak mampu mengeja hari. Kami terpasung dalam suara parau, hingga musim berganti tiada hirau. Kami hanya mampu mengais sisa udara di musim kumarau.
Singkirkan hegemoni aroma dusta, biar kami bebas dari derita. Bawakan kembali udara sejuk di tiap sendi, biar badan kami kokoh kembali. Harapan kami padamu awan, dalam selaksa cinta dan kemuliaan.
(Sungai Limas, 12 Maret 2019)