Mungkin kau sudah sangat sering atau bahkan bosan mendengar sebuah kalimat bijak berikut. “Mempertahankan lebih sulit daripada mencapai”. Benar. Kekuatan untuk mempertahankan sesuatu dibanding dengan mencapainya memiliki selisih yang besar. Kita berupaya dalam pencapaian dengan satu tujuan: ketercapaian. Mempertahankan, harus mampu melihat dan mengungguli kemampuan lawan jika tetap ingin menjadi pemenang. Terlalu teoritis ya?
Hal yang kumaksud lebih sulit daripada mempertahankan adalah... “membangun kembali”. Ya, saat kita sudah (pernah) mendapatkan sesuatu, memilikinya, lalu suatu ketika kita kehilangannya, apa yang akan terjadi? Sedih, kecewa, kesal, sakit hati, atau apa? Oh ya, yang kumaksud dengan pencapaian dan kepemilikan itu bukanlah memiliki suatu benda, memiliki seseorang, tapi ini tentang hal non-fisik yang tak bisa disentuh. Apakah kau bertanya seperti apa contohnya? Mudah. katkanlah tentang prestasi, sikap, kebiasaan baik, kepercayaan, dan lain-lain.
Kalau mau melankolis, rasanya begitu sakit memang. Kejatuhan yang kita alami sangat tidak enak rasanya. Tentu. Seperti berada pada tempat yang sangat berlainan dengan diri kita. Kita seperti kehilangan diri kita. Mungkin juga itu menyangkut jati diri kita. Dan tak perlu aku jelaskan sesakit apa rasanya. Sebuah rasa pun relatif, entah itu menyakitkan atau membahagiakan.
Pesan selanjutnya, jagalah. Jagalah apa-apa yang sudah ada dalam genggamanmu. Semisal kamu berada pada situasi baru yang menuntut penyesuaian, maka pastikan kamu telah mengambil keputusan yang terbaik. Namun jika ternyata kamu telah salah “memilih”, tak perlu bersedih. Akan selalu ada kesempatan jika kamu mau melihatnya. Rasakan, perbaiki apa yang menurutmu kurang tepat dalam dirimu. Harapan yang dipenuhi sikap dan pikiran positif akan membantumu memulihkan rasa kehilangan itu.
Surabaya, 12-13 Mei 2013