================
S = saya
I = ibu-ibu setengah baya
S : "Bu, usia sudah hampir lima puluh ga kepengen tindak haji? Kan anak2 sudah mandiri?'
I : "Pengen sih mbak ke Makkah, tapi antrinya itu lho, lama, sampe 10 tahun.."
S : "Ya, daftar dulu tho Bu, tinggal pasrah sama Allah, yang penting dah daftar,.."
mikir lama
S : "Atau tindak umroh dulu,.. Minimal dah pernah ke Mekkah,.."
I : "Kalau cuma umroh saya ga mau mbak, ga dapet panggilan bu Kaji,.."
=================
Lain lagi di rumah Pak RT
Pak RT : "Saya harus tanda tangan di mana?"
Saya     : "Di sini pak RT,.."
Pak RT : "Gelarnya ditulis apa ga? Mahal je gelare,.."
Saya     : (sambil mikir2, kan bapak RT ini lulusan SMU) "Ditulis gapapa Pak,.."
O,... Ternyata gelar yang dimaksud adalah gelar hajinya,.. H.Nama Pak RT
Usut punya usut, kalau ada tetangga yang tidak manggil Pak Kaji, peci yang dikenakan beliau dibanting,..
===============
Kesimpulan saya sendiri, ternyata haji sudah bergeser, menjadi semacam status sosial. Padahal haji kan rangkaian dari lima rukun Islam. Harusnya, kalau mau adil, setiap orang yang sudah melaksanakan rukun islam, dipanggil dengan nama pelaksanaan masing-masing rukun. Selain pak Kaji, ada Pak Zakat, ada juga Pak Puasa, Pak Sholat,..
Biar lebih adil,...