Di pojokan kios yang mungkin bangkrut lantaran selalu tutup. Empernya berdebu. Banyak sampah plastik. Wajahnya tak terlihat, ia menghadap arah Kali Pemali. Tak jauh dari jembatan. Kuhampiri bocah cilik itu. Kutepuk pundaknya. Ia menoleh. Rupanya tengah menangis, entah apa sebabnya. Ia menyapu air matanya dengan tangannya penuh debu. Bahkan, sudah bercampur keringat. Mengerak jadi daki. "Hei, kenapa menangis?" tanyaku. Ia menggeleng. Ia menata bajunya yang compang-camping. Ia mengajakku bersalaman.
KEMBALI KE ARTIKEL