Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan Pilihan

Mendukung Anggito: Bukan hanya Berubah menjadi Borjuis, UGM juga Berubah Menjadi Aliran Sesat?

20 Februari 2014   07:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:39 4252 20
[caption id="attachment_323603" align="aligncenter" width="480" caption="Dr. Aggito Abimanyu | www.kemenag.go.id"][/caption]

Dalam pemberitaannya berjudul Jiplak karya orang, MWA UGM dukung Anggito, Sindonews memberitakan pandangan ketua Majelis Wali Amanat Universitas Gadjah Mada (MWA UGM) Sofian Effendi atas mundurnya Anggito Abimanyu karena kasus plagiasinya.

"Anggito itu dosen yang cemerlang, dan menurut saya apa yang terjadi ini tidak bisa sepenuhnya dikatakan plagiarisme karena tulisan milik Habonar sudah merupakan informasi publik. Kita tahu tulisan itu sudah pernah tayang di koran yang sama Tahun 2006 lalu. Jadi tidak salah juga kalau Anggito mengutip sebagian isinya," ujar Sofian sebagaimana dikutip Selasa 18 Februari 2014oleh Sindownews.

"Sayang kalau Anggito keluar. Dan ini sudah saya sampaikan pada Rektor UGM, jangan terlalu kejam menghukum orang. Menurut saya, Anggito hanya perlu meminta maaf pada Hotbonar dan rekannya atas keteledorannya," imbuhnya sebagaimana dikutip Sindo.

Saya tidak tahu apakah Sofian Effendi sudah membandingkan artikel yang dimuat Kompas pada 2006 silam berjudul Menggagas Asuransi Bencana karya Hotbonar Sinaga dan Munawar Kasan dengan muatan Kompas 10 Februari 2014 berjudul Gagasan Asuransi Bencana oleh Anggito Abimanyu sehingga berkata Anggito hanya mengutip sebagian isinya. Tampak jelas dari beberan yang disampaikan oleh akun Kompasiana bernama samaran Penulis UGM bahwa Anggito Abimanyu telah menjiplak habis-habisan, bukan sekedar mengutip sedikit. Fakta ini secara implisit sesungguhnya juga sudah diakui oleh Anggito sendiri dalam argumen “salah kirim naskah” yang disampaikan ketika menyampaikan pengunduran dirinya melalui jumpa pers tempo hari itu. Jika Sofian Effendi bilang itu hanya mengutip sebagian, kenapa Anggito tidak berkata demikian pula? Jika Sofian Effendi berkata seperti itu kenapa Anggito justru berkata salah kirim naskah yang secara implist berarti dia mengakui plagiasinya? Lewat argumen itu sesungguhnya Anggito berkata “Betul itu bisa disebut plagiasi, tapi saya tidak sengaja melakukannya”.

Sofian Effendi juga berkata itu tidak bisa sepenuhnya dikatakan plagiarisme karena tulisan milik Hotbonar sudah merupakan informasi publik, dengan demikian ijinkan saya bertanyatebal-tebal “Badut dari sirkus mana pula itu Sofian Effendi?”. Sebuah karya tulis disebut plagiasi atau bukan tidak dinilai dari apakah sumber informasinya telah menjadi milik publik atau belum, tapi dari susunan redaksional dan ada atau tidaknya atribusi terhadap penulis aslinya ketika mengadopsi informasi itu ke dalam sebuah karya tulis baru – sudah terbukti dan implist diakui oleh Anggito bahwa naskahnya itu nyaris identik dengan karya Hotbonar Sinaga dan Munawar Kasan, tanpa atribusi sedikitpun.

Sudah menjadi informasi publik bukan berarti orang boleh mengakui (klaim) itu sebagai hasil karyanya. Definisi plagiasi esensinya adalah mengakui karya orang lain sebagai karyanya sendiri. Ilmuwan sekaliber Anggito sudah menulis ribuan karya tulis, dia tentu tahu bagaimana cara mensiasati informasi yang tidak diketahui sumbernya, jika pun mau diadopsi sebagai bahan tulisan atas pertimbangan tertentu, misalnya dengan mengatakan “Menurut laporan berbagai sumber ….. bla …. bla …. bla”. Dalam konteks anonimitas sumber informasi ini intinya adalah jangan mentang-mentang tidak diketahui sumbernya lantas diakui sebagai hasil dari observasi atau investigasinya sendiri.

Blunder berikutnya adalah pernyataan Anggito bahwa itu terjadi karena salah kirim. Salah kirim itu berarti tanpa disadarinya yang dia kirim ternyata soft copy naskah asli yang sudah dimuat Kompas 2006 karya Hotbonar Sinaga dan Munawar Kasan itu. Jika betul begitu maka seharusnya tulisan yang dimuat Kompas pada 10 Februari 2014 itu identik (seratus persen sama) dengan yang dimuat Kompas pada 2006 silam. Pada kenyataannya tidak demikian, pada bagian judulnya saja sudah sedikit berbeda — artinya sudah ada modifikasi, selanjutnya berarti itu bukan tanpa sengaja salah kirim. Mengenai sinyalemen kesalahan asisten, kalau betul Anggito bisa membuktikan kenapa tidak dibuktikan saja, bukan malah mengundurkan diri.

Juga menarik untuk dipertanyakan adalah siapa sesungguhnya akun Kompasiana yang menggunakan nama samaran Penulis UGM itu? Selama dua tahun saya menulis di Kompasiana belum pernah saya mendengar nickname itu. Apa yang dia pertimbangkan sehingga tidak berani tampil sebagai dirinya sendiri? Setelah saya tengok akunnya ternyata artikel yang membongkar plagiasi Anggito itu adalah satu-satunya artikel dia di Kompasiana sejauh ini dan artikel itu ditulisnya tepat pada tanggal dia bergabung. Tampaknya membongkar plagiasi Anggito adalah satu-satunya tujuan dia bergabung di Kompasiana, so who the hell is he/she?

Sebagai sesama almamater tentu bisa dimaklumi jika banyak pihak terkejut dan kecewa, termasuk saya yang satu fakultas dengannya walaupun saya tidak seekstrim sejumlah rekan KAGAMA lainnya yang marah hingga mengancam lewat Facebook Group akan membakar kartu anggotanya jika pernyataan Sofian Effendi itu oleh Sidang Kode Etik diakomodir menjadi keputusan menolak permohonan pengunduran diri Anggito Abimanyu. Kami sudah sekian lama kecewa terhadap almamater kami yang memutuskan untuk meninggalkan asas merakyatnya dan berubah 180 derajad menjadi perguruan tinggi paling borjuis di negeri ini, sekarang ditambah pula pernyataan resmi Sofian Effendi itu dalam kapasitasnya sebagai ketua MWA UGM. Apakah UGM tercinta kami akan berubah lagi menjadi semacam aliran sesat dalam dunia pendidikan tinggi? Kita tunggu seperti apa kelanjutan dari apa yang dikatakan Rektor UGM Pratikno tentang masukan senat dan sidang kode etik terkait dengan keganjilan tersebut, dari situ nanti bisa diketahui apakah dalam konteks ini kredibilitas UGM sebagai insitusi pendidikan tinggi bisa pulih kembali, atau sebaliknya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun