Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan Artikel Utama

Saya tentang Pajak, Memelihara Reformasi Birokrasi dan Mengembalikan Rasionalitas Masyarakat (Bagian 2)

9 Maret 2012   00:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:20 1883 9

Prolog

Tulisan ini adalah lanjutan bagian 1 yang ditulis minggu lalu, menjadi lama karena kebingungan memadatkannya. Saya hanya berharap pada tulisan kedua ini: saya tidak terlalu membosankan J.

Spesies Baru Bernama Reformasi Birokrasi dan Remunerasi.

“Government machinery (red. Bureucracy) has been described as a marvelous labor saving device which enables ten men to do the work of one.”

John Maynard Keynes (Founding Father Keynesian Economics)

Seiring adanya kembali dugaan penyimpangan yang dilakukan oleh pegawai pajak, para tokoh politik menyampaikan opini melalui media bahwa reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dinilai gagal. Opini ini dengan gencar diulang pada tiap kesempatan, kegagalan ini disebabkan oleh ketidakmampuan sistem (dalam hal ini: remunerasi) dalam mencegah oknum-oknum semacam Gayus atau DW.

Sebelum menilai reformasi birokrasi itu gagal atau tidak, terlebih dahulu kita perlu tahu binatang bernama ‘reformasi birokrasi’ itu apa? apa yang membedakannya dengan birokrasi yang kita kenal? Definisi Reformasi Birokrasi adalah suatu proses untuk mengubah proses, prosedur birokrasi publik dan sikap serta tingkah laku birokrat untuk mencapai efektivitas birokrasi, pelayanan publik yang dipercaya dan tujuan pembangunan nasional (Quah, 1976). Aktivitas reformasi birokrasi antara lain: change, improvement, serta modernization.

Reformasi birokrasi, secara khusus pada Kementerian Keuangan terdiri dari 3 pilar: Penataan Organisasi, Penyempurnaan Proses Bisnis dan Peningkatan disiplin dan Manajemen SDM. Saya meluangkan waktu untuk melihat tulisan tentang reformasi birokrasi pada kompasiana, pada link berikut http://birokrasi.kompasiana.com/2012/02/28/harga-mahal-reformasi-birokrasi-djp/ dan http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2012/03/01/reformasi-birokrasi-direktorat-jenderal-pajak-itu-ada/ rekan Prabu Kresna dan Fajar Triyanto menjelaskan dengan sangat baik dan rinci mengenai reformasi birokrasi yang terjadi di Ditjen Pajak. Selain di Ditjen Pajak, semua unit eselon I Kemenkeu juga melakukan reformasi birokrasi menyangkut ketiga pilar tersebut.

Pada penyempurnaan proses bisnis, ribuan Standard Operating Procedure dievaluasi, kemudian diperbaiki demi kemudahan stakeholder. Misalnya: penerbitan SP2D (perintah pendebetan atas beban APBN) pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan yang sebelumnya 8 jam hingga satu hari kini bisa dilakukan dalam waktu 1 jam, Prosedur revisi Dokumen Anggaran pada tiap unit pengguna dana APBN dipersingkat, pemisahan kewenangan antara perencanaan anggaran serta pelaksanaan anggaran serta modernisasi kantor pelayanan. Pada penataan organisasi, terjadi restrukturisasi besar-besaran pada tahun 2007 dengan dipecahnya Ditjen Perbendaharaan menjadi Ditjen Kekayaan Negara, Ditjen Pengelolaan Utang, Ditjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, serta Ditjen Anggaran untuk mempertajam fungsi institusi tersebut. Pada peningkatan disiplin dan manajemen SDM, Kemenkeu adalah salah satu institusi yang paling awal menerapkan absensi elektronik, pembuatan sistem informasi kepegawaian, adanya penerapan kode etik pegawai Kemenkeu, adanya asessment center, pembentukan aparat pengawasan internal (semacam internal affair), serta pembuatan whistle blowing system. Kemudian pelaksanaan tiap-tiap bagian ini diukur dengan alat manajemen modern seperti: “Balance Scorecard”, “Risk Management Profiling”, dan lainnya.

Jadi jika birokrasi itu disederhanakan adalah “membuat susah hal yang mudah”, maka tugas reformasi birokrasi membenahinya yaitu: “membuat mudah hal yang susah”. dan jika birokrasi umumnya adalah “sebuah proses yang tidak jelas ukuran outcomenya”, maka tugas reformasi birokrasi untuk “menetapkan ukuran dan memastikan outcomenya”. Sejalan pada kutipan dari J.M. Keynes bahwa birokrasi adalah sebuah mekanisme yang jauh dari efisien maka tugas reformasi birokrasi untuk membenahi proses tersebut menjadi efisien. Namun seingin apapun kita mempercayainya (termasuk saya) apa yang disebut reformasi birokrasi bukanlah barang jadi melainkan sebuah continued process.

Remunerasi, yang selama ini diberitakan oleh media hanyalah bagian penopang kinerja dan kompensasi atas penataan sistem yang dilakukan secara berkesinambungan oleh jajaran Kemenkeu. Remunerasi ini timbul karena ada perhitungan manajemen risiko atas tiap-tiap jabatan pada Kemenkeu: risiko operasional, risiko kepatuhan dan risiko kecurangan (fraud). Sayangnya yang disampaikan media tentang remunerasi itu seolah-olah setiap pegawai Kemenkeu itu memiliki gaji yang luar biasa, padahal tidak, gaji yang diberikan tergantung risiko jabatan/tugas yang ia jalankan dan dilakukan secara berjenjang (job grading). Saya akan memberikan contoh seperti ini, jika anda bertugas menjadi pemeriksa pajak orang-orang yang beromzet 1 miliar perbulan, layakkah gaji anda 4 juta perbulan? Lalu apa yang membentengi anda dari godaan untuk melakukan kecurangan dengan potensi penyimpangan yang memberikan anda pendapatan lebih dari 2x lipat gaji anda? Pada tingkat paling dasar korupsi dapat dibagi menjadi tiga hal: by need (karena kebutuhan), by system (karena ketidaksempurnaan sistem) dan by greed (karena keserakahan). Remunerasi adalah upaya mencegah corruption by need dan bagian dari manajemen risiko terjadinya corruption by system, namun remunerasi tidak dapat mencegah corruption by greed.

Reformasi birokrasi berawal dari paham akan pentingnya good governance (tata kelola yang baik). Adalah keliru jika kita berpikir bahwa korupsi itu hanya terjadi pada lingkungan pemerintah karena korupsi juga terjadi pada lingkungan swasta. Contoh yang paling terkenal adalah Enron Corporation, sebuah perusahaan energi Amerika yang terkemuka di dunia. Fortune menamakan Enron "Perusahaan Amerika yang Paling Inovatif" selama enam tahun berturut-turut. Enron menjadi sorotan masyarakat luas pada akhir 2001, ketika terungkapnya bahwa kondisi keuangan yang dilaporkannya adalah bentuk penipuan akuntansiyang sistematis, terlembaga, dan direncanakan secara kreatif. Kasus itu merupakan kebangkrutan terbesar dalam sejarah AS dan menyebabkan 4.000 pegawai kehilangan pekerjaan mereka. Selain itu, skandal tersebut menyebabkan dibubarkannya perusahaan akuntansi terkemuka Arthur Andersen. Enron menjadi lambang populer dari buruknya governance, penipuan dan korupsi korporasi yang dilakukan secara sengaja. Yang mau saya sampaikan disini: even being extremely rich can not stop greed!

Memelihara reformasi birokrasi

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun