kaukah di sana
sembunyi dalam comberan
matamu melotot
melahap aku yang lantang dengan sajakku
kau menari berkejaran
menggerogoti hak-hakku
lalu kau dekati aku lagi
bulu-bulumu mengkilat
rambutmu bersasak-sasak
baru saja aku ingin melemparmu dengan batu
ekormu sudah tak terlihat
kadang aku tak percaya
kenapa tikus sepertimu
memakai dasi klimis
membuat kucing miris
membuat anjing ciut
membuat harimau takut
kau tampakkan lagi perutmu
yang kini membusung
tahukah kau itu jatahku
dari bapak moyangku dulu
sementara aku tengah kehausan
kau keenakan mandi hujan
dasar kau tikus liar
tempatmu bukan di sini
dalam singgasana istana
dengan kereta kencana
juga setumpuk kemewahan
kau layaknya di sana,
gorong-gorong bangunan
di bawah jembatan layang
bahkan di selokan
sudah,kubacakan lagi sajakku
enyahlah kau pergi
tak usah pura-pura kasihani
negriku sudah kau ludahi
dengan lidahmu
yang mengais-ngais korupsi
lalu kau berlari sembunyi
kau tutupi busuk mulutmu dengan sejuta janji
yang kini menyumbat nadi
membuatmu selalu lapar
tikus liar
sajakku sudah kubaca selembar
dan ini yang kedua kau dengar
tapi kau tengah asyik
makan keju sisa sarapanku
aku percuma menyapamu
kau penuh kecongkakan
tikus dengan kesombongan
parit-parit depan rumah mampat
itukah ulahmu
kau tak beda dengan sampah masyarakat.