Adapun dugaan potensi kerugian Negara itu didapat dari pelelangan jasa jaminan pemeliharaan kesehatan dewan, pengadaan pakaian anggota dewan, serta belanja mubazir tunjangan perumahan bagi pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Lampung tahun 2013
Berdasarkan audit BPK pada semester pertama 2013,pimpinan dan anggota dewan yang berjumlah 75 orang mendapatkan alokasi anggaran untuk belanja tunjangan perumahan bagi pimpinan dan anggota DPRD sebesar Rp 6.014.400.000 dan telah direalisasikan Rp 5.967.500.
Sebelumnya, ada hasil penilaian harga sewa rumah dinas anggota DPRD yang dilaksanakan oleh kantor jasa penilai publik MBPRU dan rekan No. 070A/MBPRU-BDR/SM/MS/XI/2011 tanggal 15 November 2011 mengeluarkan nilai sewa pertahun berdasarkan harga di pasar yaitu Rp 52.004.786 untuk tanah, bangunan. Kemudian untuk tanah, bangunan dan perabot sebesar Rp 80.004.786. Dan ditemukan lagi harga sewa untuk tanah, bangunan dan perabot sebesar Rp80.000.000. Sehingga berdasarkan hasil penilai appraisal tersebut, Gubernur menerbitkan Peraturan no. 6 tahun 2012 tentang Tunjangan Perumahan Pimpinan dan Anggota DPRD yang menetapkan sebesar Rp 8.500.000. Sedangkan bagi anggota DPRD sebesar Rp 6.700.000 yang diberikan dalam bentuk uang setiap bulan dan realisasi tunjangan perumahan itu sebesar Rp 5.967.500.
Dari gambaran diatas ternyata Pergub no. 6 tahun 2012 tentang tunjangan perumahan bagi pimpinan dan anggota DPRD itu melanggar surat edaran (SE) Mendagri no.188.31/006/BAKD yang menyatakan besarnya tunjangan perumahan yang dibayar, harus sesuai dengan standar satuan harga sewa rumah yang berlaku umum, dan jumlah yang harus dibayar sesuai dengan perhitungan appraisal diatas sebesar Rp 52.004.786 atau perbulannya sebesar Rp 4.333.732. Sehingga, tunjangan perumahan yang harus dibayar sebesar Rp 3.245.315.387. Dari kalkulasi itu, terdapat potensi kerugian Negara Rp1,8 Miliar. Dengan demikian, Uchok mengatakan pimpinan serta anggota DPRD harus segera mengembalikan potensi kerugian Negara itu. Kalau tidak baiknya aparat kejaksaan atau kepolisian menyelidiki kasus ini.
Bukan hanya itu, pihaknya juga menduga ada kerugian Negara akibat lelang jasa jaminan pemeliharaan kesehatan dewan tahun 2013 sebesar Rp1. 485.000.000. Panitia lelang memenangkan PT Asuransi Bosowa Periskop.Padahal, penawaran perusahaan ini jauh lebih mahal dibandingkan PT. Asuransi Bumi Putera Muda.
Ditahun yang sama, Uchok menambahkan terdapat juga pengadaan pakaian anggota DPRD Provinsi Lampungv sebesar Rp739.979.000 yang dimenangkan Traco Global System di Bandung dengan penawaran sebesar Rp 680.234.000
Nilai penawaran ini sungguh besar dan tinggi, sehingga mengakibatkan kerugian Negara. Pemda Provinsi Lampung, tidak memilih perusahaan yang penawarannya lebih rendah dan murah seperti CV. Seagear Barkah sebesar Rp612juta, CV Manggal Karya kencana sebesar Rp666juta, CV. Putri Za’pa sebesar Rp670juta. Dengan demikian, dia berharap aparat hukum tidak masuk angin dan segera melakukan penyidikan atas kasus-kasus itu.
Lebih rinci Uchok mengkalkulasikan, dengan anggaran jaminan kesehatan dewan yang digulirkan sebesar Rp1.398.975.000 itu, bila dibagi rata-rata perorang, maka premi asuransi yang mereka terima sebesar Rp.18.653.000 pertahun atau Rp.1.554.416 perbulan. Padahal premi asuransi kesehatan masyarakat yang berasal dari BPJS hanya Rp20ribu untuk kelas 3.
Ironis premi asuransi antara dewan dengan rakyat sudah sangat jauh perbedaannya. Sedangkan pembelian pakaian anggota dewan sebesar Rp 680.234.000. Jika dirata-rata pertahun, 75 anggota dewan memperoleh harga pakaian sebesar Rp9.069.786.
‘Adanya jatah pakaian dari uang APBD membuktikan anggota dewan provinsi seperti pengemis. Masa sudah digaji tinggi dan besar, masih mau menerima pemberian baju dari uang pajak rakyat. Seharusnya, jatah baju dari APBD itu diberikan kepada rakyat miskin yang belum tentu bisa membeli baju baru dalam satu tahun berjalan,’ kata Uchok.
Sementara, Ketua Komisi Informasi Lampung Juniardi menjelaskan dana-dana bantuan bagi masyarakat memang sangat rawan dikorupsi baik dengan modus mark up maupun penyalahgunaan. Maka sangat diperlukan partisipasi masyarakat dalam bentuk kontrol penggunaan anggaran.
Menurutnya, apabila ada indikasi mark up, dirinya mempersilahkan masyarakat untuk membuka atau mengakses dokumen-dokumen informasi yang menunjukkan dugaan korupsi dalam dana jamkes anggota dewan ataupun realisasi pembuatan baju 75 anggota dewan itu.
Sedangkan Ketua DPRD Lampung Marwan Cik Hasan terkesan menutupi adanya hasil audit BPK ini. Bahkan dia yakin bila pihaknya tidak melakukan mark up anggaran.
“DPRD Provinsi Lampung saya rasa nggak, karena saya belum dapat laporannya jadi saya belum bisa komentar,” singkat dia.
Sungguh ironi, wajah wakil rakyat saat ini. Bancakan anggaran Negara terjadi mulai dari pusat hingga daerah.