Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Reposisi Mahasiswa Peternakan Indonesia

11 Januari 2010   15:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:31 1315 0
Tempat nongkrong, depan Majalah Dinding “Zul ... kamu setelah lulus mau kerja dimana ?” kata Rony yang saat itu mengenakan baju Opspek putih dipadu celana jeans. “Aku juga bingung Ron”. “yah ... gimana nasib aku aja nanti ... kalo IP pas-pasan mungkin aku ngelanjutin peternakan ayam buras punya Bapak aja di kampung, tapi kalo IP-ku agak bagusan aku mau ngelamar jadi Farm Manager atau TS. Kalau kamu mau kerja dimana ?” timpal Izul sambil membetulkan kemeja flanelnya. “kalo aku sih kayaknya pengen jadi dosen aja deh. Gampang koq, asal bisa tulis bahan kuliah di transparansi, cuap-cuap, kursus bahasa Inggris terus sekolah lagi deh S-2 ato S-3. keluar negeri lagi”, sambar Rony enteng. “eh ... itu Agus, dari ngadep dosen kayaknya”. “Hoi Gus !!” teriak Izul. “halo frento ! lagi ngapain aja belom pulang”, Agus menghampiri mereka berdua sambil nenteng map berisi tugas akhirnya. “biasa Gus ... ngomongin masa depan”, kata Rony sambil nyamber map yang ditenteng Agus dan mbaca isinya. “masa depan kayak gimana yang kalian maksud ? jelas masa depan kita ya dunia peternakan ini”, kata Agus sambil nyruput es teh milik Izul yang tinggal separo. “dunia peternakan ini masih luas dan masih sangat prospek untuk bisa kita geluti sekaligus kita kembangkan”, cerocos Agus yang sudah agak basah tenggorokannya. “ah ... kamu gaya banget, abis diceramahin dosen pasti !!”, timpal Rony yang memasukkan lagi bendel milik Agus kedalam mapnya kembali. “betul teman, aku baru aja diceramahin abis-abisan tentang dunia peternakan Indonesia. Meskipun badai besar melanda tapi peternakan kita tetep oke. Coba sadari, kita udah bebas anthrax, PMK dan sapi gila”, lanjut Agus. “tapi kamu inget, kita masih kelimpungan lho dengan wabah AI yang jelas meluluhlantakkan perunggasan Indonesia yang baru saja bangkit dari keterpurukan ekonomi”, celetuk Izul bagai pujangga kehabisan inspirasi. “nha ... itu kekurangan kita, kita selalu berfikir bahwa kalau kita ketemu masalah, kita selalu berfikir bahwa ‘Dunia ini sudah Berakhir’, padahal itu merupakan suatu koreksi terhadap jiwa inisiatif dan korektif kita tentang kelangsungan hidup perunggasan ini”, potong Rony yang sedari tadi diam saja memperhatikan kedua temannya berdebat. Tiba-tiba pembicaraan terhenti, karena mendadak Lukman, dosen Unggas mereka melintas dihadapan mereka. “siang Mas”, sahut mereka bertiga menyapa dosen mereka yang memang masih muda. “siang, wah kayaknya seru sekali diskusinya”, sahut Lukman, sang dosen yang ternyata kakak angkatan mereka. “apa nih tema-nya ?”, sambil ikut-ikutan duduk disebelah Izul. “ini Mas, tentang masa depan kami bertiga”, jawab Agus. “kalau Mas Lukman sih udah enak jadi dosen, Pegawai Negeri lagi trus kalau pensiun nanti masih ada tunjangannya. Kalau kami nanti, bagaimana ? masih ‘gelap’ Mas”, sahut Rony. “jangan pesimis gitu dong, dunia kita ini masih sangat luas dan memberi peluang yang sangat cerah”, kata Lukman sambil tersenyum. “yuk kita lanjutin ngobrol-ngobrol kita diruangan saya, sambil makan gorengan dan es susu segar, pasti lebih nyaman”, ajak Lukman sambil berdiri dan mengajak mereka menuju ruangannya. Akhirnya berjalanlah empat insan itu menuju ke Lantai II, menuju Laboratorium Unggas, tempat Lukman ngepos. Sebelum memasuki ruang kerjanya, Lukman masih sempat memberi arahan pada beberapa mahasiswa yang sedang melakukan penelitian tentang kualitas karkas ayam broiler, seraya menyuruh Jono, pegawai Lab untuk memesan gorengan seperti yang dijanjikan Sang Dosen sekaligus menyalakan AC ruangan. Lalu mereka berempat duduk di ruang tamu. “wah, nyaman banget ya ruangan dosen”, kata Rony sambil menghenyakkan pantatnya ke sofa. “jelas Ron, dingin gak kena polusi. Terus bisa ngeliatin mahasiswi yang cakep-cakep, itung-itung cuci mata”, cekikik Agus. “huss, kalian itu bisa aja. Makanya belajar yang rajin biar kalian semua bisa merasakan nikmatnya ruangan yang nyaman, ruangan ini masih belum ada apa-apanya dibandingkan dengan ruangan Direktur atau Manajer Farm yang sukses”, timpal Lukman sambil membawa majalah Unggas kiriman World Poultry dan menyurungkan empat cup es susu segar dari lemari es yang ada di sudut ruangan. Lanjutnya, “begini adik-adik, kalian harus optimis akan masa depan kalian. Saya harus menempuh jalan yang berliku untuk bisa mendapatkan apa yang saya rasakan sekarang”. Lukman memang termasuk mahasiswa brilian dikelasnya dahulu, dia menempuh pendidikan S-1 hanya dalam waktu 3,5 tahun dengan predikat Cum Laude. Lalu ia diterima sebagai dosen untuk mengampu mata kuliah Perunggasan, saat ini dia telah merampungkan pendidikan S-2 dalam waktu 1,5 tahun dengan predikat Suma Cum Laude di Belanda dan baru tiga bulan diangkat menjadi Kepala Laboratorium Unggas. Pak Jono, pegawai Lab memotong diskusi mereka. Sambil membawa dua piring tempe-tahu dan pisang goreng, dia berkata “silahkan Pak”. “Makasih Pak Jono”, kata Lukman. Ternyata Pak Jono tidak sendiri. Adi, sang aktivis kampus berada dibelakang pak Jono. “siang Mas”, kata Adi. “saya mau konsultasi Skripsi”, lanjut Adi sambil menyerahkan map. Dia agak kaget melihat tiga temannya ada diruangan Dosen Pembimbingnya. “he ... kalian, aku kira tadi siapa. Hampir aku gak jadi masuk, untung aku tadi tanya Pak Jono kalau gak ..... “. “sudahlah Di, ayo duduk. Kita ngobrol-ngobrol dulu, urusan Skripsi nanti malam saya baca, besok pagi kamu menghadap saya untuk ambil koreksinya”, potong Lukman “Lagi ada apa Mas ? koq semuanya kumpul disini ?”, tanya Adi tanpa mampu menyembunyikan keheranannya seraya duduk di sebelah Lukman. “begini Di, kita semua lagi mbicarain tentang masa depan kita, Sarjana Peternakan. Mau kerja apa saat kita lulus dan apa yang bisa kita lakukan besok”, sahut Agus. Adi sambil manggut-manggut berguman agak keras, “iya juga ya, besok apa yang bisa dilakukan seorang Sarjana Peternakan ?”. “lho kenapa kamu jadi ikutan bingung Di ?”, kata Lukman sambil menepuk-nepuk pundak Adi. “Bukankah kamu sudah punya modal sebagai seorang aktivis kampus !”. “kalau Adi bisa menghayati serta mengambil manfaat dari aktivitasnya di kampus, maka dia telah memiliki satu modal lebih dibandingkan mahasiswa biasa. Juga kalau ada mahasiswa pintar, memiliki kemampuan intelektual baik maka dia telah memiliki satu langkah lebih maju dibandingkan mahasiswa biasa. Apalagi kalau dia memiliki keduanya, pintar dan menjadi aktivis kampus yang baik .... wah kalau itu berlangkah-langkah”, urai Lukman panjang lebar. “menarik nih Mas”, timpal Izul. “bisa lebih jelas lagi Mas ?” “baiklah, saya akan uraikan lebih dalam”, sambil menarik nafas dalam Lukman meneruskan kalimatnya. “seorang mahasiswa yang memiliki kepintaran, bukan hanya pintar menghapal teori kuliah atau praktikum. Dia juga harus dapat mendalami dasar ilmiah tentang teori atau nilai praktis suatu mata kuliah. Kalian sama-sama paham bahwa, masing-masing mata kuliah yang kalian terima setiap semesternya memiliki benang merah yang sangat jelas, masing-masing saling berhubungan dan saling mendukung. Sehingga bila kalian tidak dapat memahami secara dalam dan menghayati secara jernih, kalian hanya akan menjadi ‘Sarjana Text Book’ - otak kalian kosong melompong. Kalian tidak mampu menghasilkan kreativitas dan inisiatif yang jitu dan praktis untuk diterapkan oleh masyarakat peternakan Indonesia, akhirnya masyarakat awam hanya tahu bahwa sapi makan rumput, kambing makan ramban dan ayam makan jagung. Tidak pernah kalian fikirkan akan fermentasi pakan berserat dan bekatul sebagai sumber pakan ternak, lama penyinaran terhadap produksi telur atau mungkin pengaruh musik terhadap produksi air susu. Nah, itu semua kalian dapat hasilkan kalau kalian mendalami dan menghayati teori dan praktikum setiap mata kuliah”, luncuran kata-kata Lukman membuai keempat mahasiswa itu. “lho koq jadi bengong sih ? ayo sambil dimakan gorengannya. Di kamu ambil susu segar dingin di kulkas”, kaget Lukman yang membuat keempat mahasiswa itu tergelak. “kita semua terpesona Mas, saya pikir kalau jadi Dosen cukup dengan bisa bikin transparansi, cuap-cuap, bisa bahasa Inggris terus S-2 atau S-3 keluar negeri”, ujar Rony sambil tersipu-sipu menyadari kesalahannya tapi tangannya mencomot pisang goreng dan menjejalkannya ke mulut. “bukan masalah, yang penting kamu sadari kekeliruan kamu karena menjadi Dosen itu tidak hanya mampu menyampaikan bahan kuliah tok tapi juga harus bisa menyampaikan tentang kemajuan dunia peternakan yang dapat diaplikasikan ke masyarakat”, kata Lukman bijak. “sekarang saya akan sampaikan tentang hubungan kualitas Sarjana Peternakan dengan aktivitas mahasiswa ekstra kurikuler”, lanjut Lukman setelah meneguk air susu segar yang dingin dan menyehatkan. “Adi saat menjadi aktivis kampus harus menyediakan waktu agar kegiatan perkuliahan dan aktivitasnya tidak terganggu, manajemen waktu. Kemudian saat melakukan kegiatan ekstra kurikuler, Adi akan berhubungan dengan kolega, entah sesama aktivis atau sesama mahasiswa yang berangkat dari perbedaan sifat, tingkah laku, sosial ekonomi, ras dan seabreg perbedaan lain yang bermuara pada satu visi dan misi kegiatan, komunikasi dan pemahaman akan perbedaan. Dari dua keunggulan, yaitu Manajemen Waktu dan Kemampuan Berkomunikasi untuk Mengatasi Perbedaan Pendapat, seorang aktivis akan memiliki kelebihan saat dia menjadi Sarjana nanti. Mengapa tidak, didunia kerja atau dunia bisnis kita akan bertemu, berhubungan dan berkomunikasi dengan banyak pelaku bisnis lainnya. Bila kita mampu melakukan komunikasi dan mampu mengatasi permasalahan ditambah manajemen waktu yang sempurna, maka orang itu akan berhasil dan sukses dalam meniti dan membangun karir”, cerita Lukman gamblang. “tapi Mas”, kata Adi. “saya pernah mendengar kalau banyak Sarjana Peternakan setelah diterima di suatu perusahaan, ternyata harus menjalani banyak pendidikan-pendidikan, kalau tidak salah istilahnya ‘Training’ gitu ?”, sambung Adi. “benar Di, hal itu disebabkan karena kurangnya komunikasi antara dunia pendidikan, dunia bisnis dan dunia birokrasi”, jawab Lukman. Lanjutnya lagi, “bila dunia bisnis, misalnya GPMT (yang terdiri dari pabrik pakan ternak unggas), PPUI (Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia), ASOHI (pengusaha-pengusaha obat-obatan hewan kumpul disini), AFPINDO (kumpulannya pengusaha penggemukan sapi potong), PPSKI (peternak sapi lokal dan kerbau se-Indonesia sama-sama gabung diorganisasi ini), GKSI (wadahnya koperasi yang menangani perkembangan sapi perah di Indonesia) dan perkumpulan peternakan lain yang pada intinya merupakan para praktisi bisnis peternakan, menyampaikan parameter keahlian Sarjana Peternakan yang mereka butuhkan ditambah dengan gencarnya sosialisasi tentang kebijakan-kebijakan dunia peternakan oleh pihak Birokrat seperti, Balai Penelitian Ternak (ribuan hasil penelitian yang makan waktu dan biaya ada disini, tinggal dilakoni oleh peternak), Balivet (penyakit-penyakit ternak diuji dan dicari obatnya disini, tak perlu kuatir dengan wabah penyakit) atau Ditjennak (peran mereka dalam pembinaan untuk kemajuan dan perkembangan ternak sangat berarti), diiringi dengan keterbukaan dan keinginan kaum akademisi untuk tidak hanya membuat kurikulum, mengajar, cari kum dan naik pangkat belaka tetapi mampu membuka komunikasi dengan pelaku bisnis dan birokrasi serta menyerap temuan-temuan dan teknologi-teknologi baru sehingga dapat dipastikan akan tercetak Sarjana-sarjana Peternakan yang Sujana. Sarjana-sarjana peternakan yang mampu berkiprah banyak dalam percaturan bisnis peternakan, entah dia sebagai pelaku bisnis, akademisi atau birokrat”. “benar Mas, saya juga ikut dalam struktur kepengurusan Ismapeti (Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia). Berarti kalau Ismapeti dapat berperan untuk tidak hanya sekedar menjadi tempat berkumpulnya pengurus Senat (sekarang BEM) tok, tetapi juga disadari bersama bahwa Ismapeti adalah milik seluruh mahasiswa peternakan Indonesia, maka kita bisa lebih memiliki peran sebagai ‘Agent of Change’ ya Mas “, celetuk Adi. “sip Di, kamu bisa berinisiatif mengajak para Pengurus Ismapeti yang lain untuk menjadikan organisasi nasional Mahasiswa Peternakan Indonesia yang memiliki peran strategis dalam kemajuan Peternakan Indonesia, saya dukung Di. Karena saya juga dulu pernah jadi pengurus Ismapeti. TIMPI (Temu Ilmiah Mahasiswa Peternakan Indonesia), KKMPI (Kemah Kerja Mahasiswa Peternakan Indonesia), Lomba Tilik Ternak, Seminar Nasional dan Pelatihan-pelatihan sudah pernah kami laksanakan. Alangkah lebih baik bila Ismapeti juga memilki akses besar ke jalur bisnis, birokrasi dan akademisi”, sambar Lukman berapi-api. “so, kalian semua harus mulai mengasah dan menambah improvisasi keahlian kamu, misalnya bahasa asing (bahasa Inggris, misalnya), ikut kursus-kursus, pelatihan, diskusi dan seminar-seminar serta sering role play demi peningkatan kualitas pribadi. Bukan tidak mungkin, kalian beempat yang saat ini kompak akan menjadi saingan berat di dunia kerja. Tapi bukan tidak mungkin kalian akan jadi team yang tangguh dan bisa bekerjasama di bidang kalian masing-masing. Siapa tahu, Rony bisa jadi dosen atau peneliti yang handal, terus Izul jadi peternak yang sukses ditambah Adi yang jadi pejabat di Dinas Peternakan yang bersih dan lurus atau Agus yang sukses mengambangkan karir di Perusahaan Peternakan”, saran Lukman memberi semangat. “teman-teman !”, kata Izul dengan gaya pujangganya sambil berdiri. “kita harus meningkatkan kualitas kita sebagai calon Sarjana Peternakan, agar kita dapat menjadi Sarjana Peternakan yang tidak gagap teknologi, mengerti kebutuhan pasar, tahu perkembangan kebijakan pemerintah tentang peternakan serta mampu berkomunikasi dengan orang lain” “betul, jangan sampe kita hanya siap untuk dilatih, tapi kita juga siap untuk diterjunkan dibidang manapun”, sambut Rony. Agus menyela, “semuanya hanya untuk satu visi dan misi : MEMBANGUN DUNIA PETERNAKAN INDONESIA”. “mahasiswa peternakan Indonesia memang harus sadar bahwa mereka bukan hanya untuk mereka dan orang-orang terdekat mereka, mereka adalah asset bangsa dan negara”, kepal Adi meninju keatas disambut genggaman Lukman diikuti ketiga yang lain. Sementara dimeja praktikum, sepasang ayam broiler yang sebentar lagi menjadi bahan penelitian mahasiswa merasa bangga menyaksikan momen bersejarah. Meski rela mengorbankan dirinya sebagai bahan penelitian, ia bangga bahwa penerusnya kelak akan merasakan perubahan kearah yang menggembirakan, nanti.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun