Pernyataan ini disampaikan Rasio Ridho Sani, direktur jenderal Penegakan Hukum KLHK setelah PN Palembang menolak gugatan perdata senilai Rp7,9 triliun dalam kasus kebakaran hutan dan lahan di konsesi PT Bumi Mekar Hijau (BMH), anak perusahaan salah satu perusahaan kertas terbesar di dunia, Asia Pulp and Paper (APP), pada 2014.
"Hakim tidak berpihak kepada rakyat yang terkena dampak kebakaran di lokasi PT BMH di Kabupaten Ogan Komering Ilir (pada 2014 dan 2015)," kata Rasio.
"Demi keadilan bagi ratusan ribu rakyat yang selama ini menderita akibat kebakaran dan (demi) harga diri bangsa, pemerintah akan banding dan menempuh upaya hukum lainnya," tambah Rasio. Ia mengatakan penanggung jawab izin harus bertanggung jawab terhadap kebakaran di lokasi mereka, apa pun penyebabnya.
Tapi dalam persidangan yang digelar hri Rabu(30 Desember 2015) majelis hakim yang dipimpin Parlas Nababan menyatakan bahwa gugatan pemerintah ini ditolak karena bukti-bukti yang diajukan tidak kuat. Hakim Parlas Nababan membacakan putusan yang menolak gugatan KLHK terhadap PT BMH.
Kasus terhadap PT BMH ini digelar dalam beberapa pekan terakhir dan pemerintah melalui KLHK menuntut ganti rugi material Rp2,6 triliun dan biaya pemulihan Rp5,6 triliun atas kebakaran di areal seluas 20.000 hektar.
KLHK mengatakan PT BMH lalai, sehingga gagal mengendalikan kebakaran yang terjadi.
Keputusan PN Palembang juga dikecam oleh direktur WALHI Sumatera Selatan, Hadi Jatmiko, yang mengatakan putusan hakim menjadi bukti bahwa tidak ada keseriusan dari badan penegak hukum dalam menindak pelaku perusakan lingkungan.