Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Aroma di Bibir Srati

31 Maret 2013   10:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:57 292 2
Hari sempurna melukis jejaknya. Sesuai sabda alam. Bayangku kini tepat terinjak kakiku sendiri. "Auuhh" mungkin seperti itu bunyi erangannya. Jika saja Tuhan menyunahkannya bersuara.

Kutatap serakah seluruh sudut laut yang terhampar luas di depanku. Tebing-tebing nan menjulang gagah. Gemericik air sungai yang terdengar riang. Di pantai ini semua berpadu. Begitu pun denganku. Tak sampai hitungan menit aku telah menyatu dengan oksigen di sekelilingku. Memenuhi seluruh rongga dadaku.

"Aroma itu!" Aku terhentak.

Tiba-tiba seluruh ingatanku terampas. Aroma itu memaksaku meneliti tiap butir pasir di tepian pantai Srati ini. Mencermati tiap butirnya. Berharap ada pecahan senyum yang tak sengaja tersangkut di sana. Tak ikut serta terkubur waktu bersama pemiliknya.

Debur ombak membawa serta beberapa kerang ke bibir pantai. Salah satunya lirih menyentuh kaki telanjangku. Kuseksamai kerang itu. Biasa saja. Tak ada bedanya dengan kerang yang lainnya. Aku kecewa. Kulempar kerang itu sembarang.

"kltakkk!!"

Sepertinya kerang itu menghantam karang. Ah, biarlah. Semua makhluk di dunia ini punya nasibnya sendiri. Aku memutuskan untuk menyeksamai butiran pasir kembali.

"Aroma itu lagi!" Aku meneguk ludah.

Aroma yang kuakrabi dalam setiap malamku kini menguras bersih seluruh isi kepalaku. Yang tertinggal hanyalah sebuah perintah, 'Lekas balikkan badan'. Dan ragaku manut saja tak melawan.

Astaga. Kerang yang tadi kulempar itu telah sempurna terlentang di samping karang. Benturan yang lumayan keras tadi tak sengaja membuatnya terbuka. Memperlihatkan isinya. Sepasang cincin logam kini menyembul di antara rekahannya. Membuat aroma itu tercium semakin jelas. Seperti ada seseorang yang dengan sengaja menambahkan aroma melati saat tumbuhan hijau berfotosintesis. Sehinggalah aroma melati bisa begitu kuat menghipnotis.

Nafasku tersengal. Kepalaku pusing. Sebentar saja aroma melati itu telah membuat penglihatanku kabur. Pandanganku tak jelas. Saat pandanganku tak jelas itulah, samar-samar kulihat sosok wanita berpakaian serba hijau ala putri keraton muncul di tengah lautan. Dia tersenyum padaku. Cantik sekali. Aku pun tersenyum membalasnya.

Lamat-lamat, sekitarku terasa gelap. Sebelum kesadaranku sempurna hilang, sebuah suara terdengar begitu lembut berbisik di telingaku.

"Selamat pemuda, kau telah terpilih menjadi tamu di kerajaan pantai selatan."

Esok harinya, penduduk sekitar geger dengan hilangnya salah satu pemuda, warga di kampung mereka. Tak seorang tahu. Bahkan pasir pun bisu.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun