Indonesia sebagai negara dengan keragaman budaya, agama, suku, dan ras, memiliki tantangan besar dalam menjaga keharmonisan sosial di tengah masyarakat yang pluralis. Moderasi beragama menjadi kunci untuk memfasilitasi pemahaman dan toleransi antar umat beragama dalam menghadapi perbedaan ini. Pelaksanaan moderasi dalam berbagai aspek kehidupan merupakan langkah yang penting dan harus diterapkan, dengan tujuan menghindari perilaku ekstrim dan mendorong sikap positif dalam masyarakat yang beragam agama. Pendekatan moderasi agama memiliki peran penting dalam mencegah dan mengatasi konflik serta klaim absolut, subjektivitas, dan penolakan yang dogmatis terhadap keyakinan agama. Selain itu, ini juga merupakan upaya untuk melawan radikalisme dan pandangan sekuler. Prinsip utama dari moderasi agama adalah memupuk sikap toleransi sebagai cara terbaik untuk menangani pandangan yang absolut dalam agama, serta menyikapi sektarianisme yang dapat mengganggu harmoni dalam kehidupan beragama. Pemahaman ini penting dalam menjaga persatuan dan kesatuan dalam kehidupan sosial, kebangsaan, dan negara. Generasi muda memiliki peran penting dalam membangun kerukunan, karena mereka adalah agen perubahan yang dapat membawa nilai-nilai toleransi ke dalam kehidupan sehari-hari. Pemerintah telah mengatur dalam UUD NKRI tahun 1945 pasal 281 ayat 1 dan UU no 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 22 ayat 1 dan 2. Secara garis besar kedua pasal tersebut telah mengatur dan menjamin hak seluruh masyarakat Indonesia untuk bebas memilih dan menentukan agama manapun yang mereka percayai tanpa ada unsur paksaan dari pihak manapun dan harus berasal dari hati nurani. Dalam kehidupan politik kebangsaan, konflik yang menggunakan kekerasan merupakan suatu realitas yang tidak membutuhkan pembenaran moral, karena kekerasan memiliki kualitas pembaruan, membebaskan manusia untuk mengikuti ketentuan tidak rasional dari sifat bawaannya sendiri. Oleh karena itu, penting untuk mengeksplorasi bagaimana generasi muda, khususnya melalui inisiatif moderasi beragama, dapat berkontribusi dalam menciptakan masyarakat yang lebih harmonis. Terdapat tiga perspektif utama yang menonjol dari pemikiran Ibn Khaldun mengenai konflik, ketiga perspektif tersebut berkaitan langsung dengan kondisi sosial politik dan ekonomi masyarakat pada masa hidupnya. Pertama, perspektif psikologis yang merupakan dasar sentimen dan ide yang membangun hubungan sosial diantara berbagai kelompok manusia (keluarga, suku, dan lainnya). Kedua, fenomena politik yang berhubungan dengan tujuan memperebutkan kekuasaan dan kedaulatan yang melahirkan imperium, dinasti, dan negara. Ketiga, fenomena ekonomi yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi baik Tingkat individu, keluarga, maupun kelompok Masyarakat dan Negara. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2019), moderasi beragama di Indonesia dipandang sebagai langkah yang sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan keberagaman. Penelitian ini menggambarkan bagaimana Forum Komunikasi Generasi Muda Antar Umat Beragama Surabaya menjadi salah satu contoh implementasi moderasi beragama yang efektif. Rohmawati (2019) menekankan bahwa pendekatan moderat tidak hanya sekadar teori, tetapi sebuah praktik yang harus diterjemahkan dalam bentuk kegiatan konkret, seperti diskusi lintas agama, pelatihan, dan edukasi yang melibatkan generasi muda. Generasi muda, dalam hal ini, diharapkan dapat menjadi penggerak utama dalam memperjuangkan harmoni, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dan saling menghormati. Rohmawati (2019) juga menyebutkan pentingnya peran media dan teknologi digital dalam mendukung pendidikan toleransi kepada anak muda yang berada dalam dunia yang semakin terhubung secara global. Selain itu, Luthfiah (2024) dalam jurnalnya yang berjudul "Moderasi Beragama di Indonesia: Membangun Toleransi dan Kerukunan dalam Masyarakat Pluralis" menjelaskan bahwa moderasi beragama adalah pendekatan yang dapat menjembatani perbedaan, baik dalam agama, budaya, maupun sosial. Luthfiah (2024) menekankan bahwa moderasi beragama harus terintegrasi dalam pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, dengan tujuan untuk membentuk sikap toleran dan demokratis di kalangan generasi muda. Dalam masyarakat yang majemuk seperti Indonesia, pendidikan multikultural dan pengembangan karakter toleransi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya menjaga keutuhan bangsa. Luthfiah (2024) juga mengungkapkan bahwa generasi muda perlu dilibatkan dalam berbagai platform untuk memperkenalkan moderasi beragama, baik melalui pendidikan formal maupun non-formal. Ini sejalan dengan pendapat Rahmawati (2019), yang juga menekankan pentingnya ruang dialog dan kolaborasi antarumat beragama di kalangan pemuda sebagai fondasi bagi terciptanya masyarakat yang harmonis. Forum Komunikasi Generasi Muda antar Umat Beragama atau yang lazim disebut FORKUGAMA provinsi Jawa Timur, beranggotakan para pemuda yang merupakan wakil dari tiap- tiap majelis Agama di provinsi Jawa Timur, dari pemuda Hindu (Organisasi Perada Provinsi Jawa Timur), pemuda Budha (Organisasi Buddhis Muda Indonesia/BUMI), pemuda Konghucu (Organisasi Gerakan Pemuda Konghucu/ Gema Konghucu), Pemuda Katolik, Pemuda Kristen, dan dari perwakilan pemuda Islam (Organisasi pemuda NU dan Muhammadiyah). Forum Komunikasi Generasi Muda Antar Umat Beragama (FORKUGAMA) hadir dalam masyarakat untuk memberi contoh kepada masyarakat yang masih intoleran terhadap masyarakat lain agar mereka bisa berubah menuju sikap toleransi. Sebagai individu maupun kelompok harus memiliki kesadaran bahwa tujuan dari sebuah masyarakat adalah keseimbangan kehidupan di tengah kemajemukan yang ada. Oleh karena itu, menjadi bagian dari sistem, individu maupun kelompok harus berfungsi dengan baik untuk menjaga keseimbangan kehidupan bermasyarakat seperti konsep syarat yang ditawarkan oleh Talcott Parsons, dan konsep ini telah dipraktekkan oleh Forum Komunikasi Generasi Muda Antar Umat Beragama (FORKUGAMA). Komunitas Forum Komunikasi Generasi Muda Antar Umat Beragama inilah yang akan menjadi fokus kajian pada penelitian ini, tentang bagaimana komunitas ini dapat berfungsi sebagai penjaga toleransi dalam Membangun Harmoni Masyarakat Pluralis. Esai ini akan membahas bagaimana moderasi beragama dapat diimplementasikan oleh generasi muda Indonesia dalam membangun harmoni masyarakat pluralis. Dengan mengeksplorasi perspektif berbagai kajian dan inisiatif, termasuk yang dilakukan oleh Forum Komunikasi Generasi Muda Antar Umat Beragama (FORKUGAMA), esai ini akan menyoroti pentingnya toleransi, kerja sama, dan peran strategis generasi muda dalam menjaga persatuan bangsa di tengah keberagaman. Permasalahan Utamanya merupakan Moderasi beragama secara sederhana dapat diartikan sebagai sebuah pendekatan dalam beragama yang menekankan pada sikap tenggang rasa, penghargaan terhadap perbedaan yang ada, serta mendukung dialog antaragama. Moderasi beragama berusaha mendorong untuk mampu memahami dan menerima bahwa setiap agama memiliki nilai-nilai universal yang didalamnya mengajarkan cinta, perdamaian, dan kebaikan. Di Indonesia, walaupun penduduknya menganut agama Islam, namun juga diharuskan untuk hidup berdampingan dengan agama-agama lainnya, sehingga moderasi beragama merupakan sebuah keharusan dan kehadirannya memiliki peran sentral dalam menjaga keseimbangan dan kedamaian sosial. Indonesia adalah negara yang memiliki keragaman agama, etnis, dan budaya, yang menjadikannya salah satu contoh pluralisme terbesar di dunia. Dalam konteks ini, moderasi beragama menjadi sangat signifikan untuk menjaga stabilitas sosial dan politik. Hal ini sangat penting untuk memastikan bahwa keberagaman yang ada tidak menimbulkan gesekan sosial, tetapi justru memperkaya kehidupan bermasyarakat. Tanpa moderasi beragama, potensi konflik antar kelompok agama dapat meningkat, yang berpotensi mengganggu keharmonisan dan kedamaian dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, moderasi beragama memainkan peran penting dalam menjaga perdamaian, menyatukan perbedaan, dan memperkuat rasa persatuan dalam masyarakat Indonesia yang majemuk. Tujuan utama dari moderasi beragama adalah untuk menciptakan harmoni di tengah-tengah keberagaman yang ada, khususnya antar umat beragama. Selain itu, moderasi beragama juga berfungsi sebagai sarana untuk memperkuat hubungan sosial antar individu, menciptakan ruang dialog, dan memfasilitasi kerjasama lintas agama dalam menyelesaikan isu-isu sosial, politik, dan ekonomi yang dihadapi bangsa. Indonesia adalah negara multikultural, Keberagaman tersebut dapat bersatu diatas perbedaan yang ada sehingga menjadi negara yang merdeka pada tahun 1945, hal tersebut bisa terjadi karena para pendiri bangsa meletakkan bhineka tunggal ika sebagai semboyan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Masa depan keberagaman menjadi sesuatu yang sangat penting, mengingat banyak tantangan di era perkembangan zaman yang semakin berkembang, sehingga generasi penerus bangsa khususnya pemuda harus memiliki jiwa nasionalisme dan jangan mudah terpengaruh dengan nilai-nilai yang bertentangan dengan kepribadian bangsa. Hal tersebut menjadi sangat penting untuk menjadi pusat perhatian, karena derasnya arus informasi yang berkembang di media sosial. Keberagaman yang ada di Indonesia memang memberikan banyak potensi bagi perkembangan budaya, tetapi juga membawa tantangan besar dalam menciptakan kehidupan yang harmonis. Salah satu tantangan utama adalah terjadinya konflik antar kelompok yang berbeda agama atau etnis. Perbedaan pandangan dan interpretasi agama dapat memicu ketegangan, bahkan kekerasan, yang merusak perdamaian dan stabilitas sosial. Konflik ini seringkali disebabkan oleh ketidakpahaman terhadap ajaran agama lain, atau ketakutan akan kehilangan identitas budaya dan agama. Selain itu, diskriminasi terhadap kelompok tertentu, baik berdasarkan agama, ras, maupun status sosial, masih sering terjadi di Indonesia. Diskriminasi ini bisa dalam bentuk pengucilan, stereotip negatif, atau perlakuan tidak adil dalam bidang pendidikan, pekerjaan, atau akses terhadap layanan publik. Tak kalah penting, ketidaksetaraan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti ekonomi dan politik, juga sering menjadi sumber ketegangan antar kelompok, yang memperburuk hubungan sosial di masyarakat. Tantangan-tantangan ini menuntut adanya upaya yang lebih serius dalam membangun kesadaran tentang pentingnya moderasi beragama dan keberagaman sebagai bagian dari identitas bangsa.
KEMBALI KE ARTIKEL