Seseorang menulis dengan pendekatan belah bambu, pihaknya dia angkat sementara pihak orang lain dia injak. Padahal ia menggunakan simbol-simbol organisasi yang identitasnya jelas. Dengan beraninya si penulis menyatakan pihak lain harus belajar pada pihak dirinya dengan mengesankan pihak lain itu sangat dungu. Padahal dengan pengetahuan kerohanian yang tidak perlu terlalu dalam kita dapat mengetahui bahwa ia telah menulis tentang pihak lain yang tidak ia ketahui dan kuasai dengan baik.
Jika memang ia berilmu yang cukup, maka akan sangat menyenangkan untuk berdiskusi dengan orang semacam ini karena ia kelak akan bisa melihat apa kelebihan dan kekurangan masing-masing pihak. Insya Allah orang yang cerdas dan memang mencari kebenaran, akan terbuka pikirannya sehingga setidak-tidaknya akan menimbulkan saling pengertian dan penghargaan. Tapi bila pendekatannya hanya sepihak dan berangkat dari asumsi “look down” pada pihak lain, tentu pihak lain itu akan mudah tersulut dan bereaksi secara proporsional sehingga timbullah friksi di dunia maya ini yang sudah menjadi bagian dari domain publik.
Terlepas dari kandungan substansinya, ketika berkomunikasi dan tampil di depan publik, tidak seorangpun boleh bersikap melecehkan, diskriminatif, apalagi menista yang bukan pihaknya. Dalam hal keyakinan, masing-masing pihak pasti punya pegangan kuat sendiri sehingga akan menjadi masalah prinsipil ketika itu diusik oleh orang lain yang terasa tidak pula berilmu tentang yang dikemukakannya. Karena masing-masing pihak bisa melakukan hal yang sama, sangatlah tidak etis--tepatnya tidak sopan--bila seseorang mengungkapkan hal orang lain sementara ia tidak cukup ilmu dan pemahaman tentangnya!
Sebetulnya apa yang dicari seorang Kompasioner dengan tulisannya? Apakah sekedar ingin populer, untuk menunjukkan kehebatan diri, mau melepaskan nafsunya menista orang atau pihak lain yang berbeda dengannya? Semestinya ajang ini digunakan secara positif utnuk berbagi informasi, menebar saling pengertian, memberikan pencerahan dengan sesama, meningkatkan kemampuan menulis dan jurnalistik, dan sebagainya yang dapat membawa pada peningkatan kemaslahatan bangsa.
Sebagai ajang yang difasilitasi oleh sebuah media massa yang besar, sebenarnya Kompasiana sudah mengarah ke sana sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan yang dicantumkan Tim Admin Kompasiana. Entah karena tidak membacanya, lalai, atau bersengaja (celakalah ia bila demikian), masih saja ada kita jumpai Kompasioner yang menulis dengan pendekatan yang destruktif sebagaimana dijelaskan di atas, khususnya “masuk kamar orang lain” atau memberikan komentar yang sinis serta apriori. Sebenarnya bila kita tidak senang dengan suatu hal, bisa dilakukan masukan atau koreksi dengan santun dan berimbang. Bila tidak juga memberikan hasil atau makin parah, bukankah kita punya Tim Admin yang bertanggungjawab terhadap lurusnya Kompasiana ini?