"Kepada beliau saya memberikan tugas untuk mengembangkan dialog dan kerjasama antaragama baik, di dalam negeri maupun di luar negeri," kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat konferensi pers di Istana Merdeka Jakarta, Senin.
Pesan Presiden ini mengandung makna bahwa tugas Din demikian mulia, namun berat. Din, demikian kalangan awak media biasa menyebutnya, memang sudah terbiasa berbicara tentang toleransi. Tetapi, ia kini justru diharapkan dapat mempromosikan kerukunan antaragama yang ada di Indonesia.
Di berbagai forum internasional, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah memang sering tampil berbicara tentang pentingnya kerukunan antaragama. Ia berpegang pada pijakan yang sudah berakar di Tanah Air, yaitu Pembukaan UUD 1945, bahwa Indonesia terlibat dalam memlihara ketertiban dunia dan mewujudkan perdamaian abadi.
Atas dasar itu, Din telah mempromosikan Indonesia sebagai negara pemeluk Islam terbesar. Namun ia sering mengingatkan bahwa Indonesia bukan negara agama. Agama hadir di bumi nusantara itu telah lama ikut mewarnai prilaku kehidupan warganya sehingga dapat hidup harmonis.
Apakah ini overlapping dengan tugas Kemenag?
Tentu tidak. Sebab, seperti diingatkan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin beberapa waktu lalu, Pancasila sarat dengan nilai-nilai agama. Nilai tersebut antara lain ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah dan keadilan.
Karenanya, Pancasila bukan milik satu agama atau kelompok tertentu.
"Semua agama memiliki ajaran terkait substansi dan esensi Pancasila," tutur Menag saat memberikan Pembinaan Peningkatan Kerukunan Umat Beragama se-Provinsi Gorontalo di Asrama Haji Gorontalo, Kamis (12/10).
Sudah lama warga Indonesia memahami bahwa isi Pancasila semuanya adalah nilai-nilai agama. Lima sila Pancasila didapat dari nilai-nilai agama. Yang perlu kita luruskan adalah, Pancasila bukan milik suatu kelompok tertentu.
Dengan demikian, pesan Presiden Jokowi agar Din mengembangkan dialog dan kerjasama antar agama dan antar peradaban dengan mempromosikan kebudayaan dan peradaban Indonesia berdasarkan Pancasila, sungguh tepat.
Hal itu bisa dilihat dari kemampuan Din ketika tampil pada acara silaturahim dengan Perwakilan Pengurus Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) United Kingdom, di London, Senin (5/12/2016).
Kala itu, Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini mengharapkan komunitas Muslim Indonesia mengkampanyekan model Islam Indonesia berkemajuan, toleran dan damai di tengah masyarakat Inggris yang majemuk.
Komunitas Muslim Indonesia di Inggeris diharapkan mampu mengkampanyekan model Islam Indonesia yang berkemajuan, toleran dan damai di tengah masyarakat Inggris yang majemuk. Dunia Barat, memang, perlu mengenal dan mempelajari lebih jauh Islam Indonesia yang terbukti mampu berjalan beriringan dengan demokrasi dan kemajemukan.
Sebelumnya Din Syamsuddin mengatakan dirinya telah menerima putusan Presiden dengan Bismillah sebagai bentuk pegabdian kepada bangsa dan negara. Alasannya, kini dunia penuh ketidakpastian, ketegangan dan konflik. Indonesia sering dimintai terlibat untuk menyelesaikannya.
Din mengaku sebelumnya telah mengusulkan melalui Mensesneg Pratikno agar orang lain yang menjalankan tugas ini, namun Presiden mengharapkan dirinya.
"Sebenarnya apa yang saya lakukan ini sudah saya lakukan selama ini, baik sebagai Presiden sebagai Asian Conference of Religions for Peace maupun sebagai co-presiden World Conference on Religion for Peace (WCRP)," katanya.
Catatan Om Wikipedia menyebut Prof. Dr. KH. Muhammad Sirajuddin Syamsuddin, MA, lahir di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, 31 Agustus 1958; umur 59 tahun, adalah seorang tokoh Muhammadiyah.
Ia juga menjabat sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-2010 dan 2010-2015, jabatannya ini lalu digantikan oleh Dr. KH. Haedar Nashir, M.Si. Istrinya bernama Fira Beranata, dan memiliki 3 orang anak. Ia diamanati untuk menjadi Ketua Umum Majelis Ulama IndonesiaPusat, yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Pusat menggantikan Dr (HC). KH. Sahal Mahfudz yang meninggal dunia pada Jumat 24 Januari 2014.
Din Syamsuddin menempuh pendidikan mulai dari: Pondok Modern Darussalam Gontor Jawa Timur (1975), IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Sarjana Muda, Fakultas Ushuluddin (BA, 1980), IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Fakultas Ushuluddin Jurusan Perbandingan Agama (Drs, 1980), University of California, Los Angeles (UCLA) di Amerika Serikat, Interdepartmental Programme in Islamic Studies (MA, 1988),
University of California, Los Angeles (UCLA) di Amerika Serikat, Interdepartmental Programme in Islamic Studies (Ph.D, 1991).
Sumber bacaan: Wikipedia, Kompas.com, Antaranews.com dll.