Jawabannya karena racikan material yang dipakai untuk membangun jalan-jalan di Aceh, proses pengerjaan dan desainnya memenuhi persyaratan teknik rekayasa jalan yang benar. Ilmu Teknik Sipil jalan raya diterapkan di sana. Tidak percuma negeri ini punya banyak perguruan tinggi dengan fakultas teknik dan meluluskan ribuan sarjana setiap tahun. Insinyur-insinyur yang berkompeten dan jujur dipekerjakan di sana, dengan penerapan kontrol mutu.
Dana pembangunan jalan dan infrastruktur di Aceh tidak dikorupsi. Dana yang dianggarkan dibelikan material bermutu, dipakai menggaji insinyur Teknik Sipil yang benar. Jalan-jalan yang terbangun berkualitas, tidak mudah luruh terkena hujan, dan jalan-jalan tidak berubah menjadi sungai saat hujan seperti yang terjadi di ibukota negara Jakarta.
Pertanyaannya, apakah di daerah lain tidak dilakukan dengan cara yang benar seperti itu? Wah itu sih penulis tidak tahu dan tidak mau berasumsi. Tapi tentunya kita mempunyai dugaan-dugaan jawabannya sendiri.
Di balik pembangunan kembali Aceh pasca tsunami, ada Kuntoro Mangkusubroto, insinyur yang andal. Dia yang dulu mengetuai Badan Rekonstruksi Aceh. Mestinya orang-orang dengan kompetensi dan integritas seperti dia yang dijadikan menteri dan pejabat di negeri ini. Ada banyak kok. Jangan menempatkan politisi melulu karena kita bisa memperkirakan hasilnya dan memang sudah terbukti demikian selama puluhan tahun.
Kalau dana-dana APBN dipakai untuk pembangunan dengan metode seperti di Aceh, alangkah sudah makmurnya negeri ini. Sudah sejahtera masyarakatnya, sehat, maju dan terpandang.