Semua bangsa yang sehat pastilah ingin membangun dirinya dengan baik. Membangun sebuah bangsa, bisa dilakukan dengan baik apabila filosofi fundamental yang benar sudah ditentukan dan bisa diimplementasikan. Filosofi fundamental yang benar hanya bisa dibuat apabila akal sehat yang dipakai. Apa yang membuat sebuah bangsa bisa menjadi lebih cepat dalam membangun dirinya? Fundamental solusinya adalah kebutuhan manusia-manusianya yang paling mendasar harus terpenuhi. Kebutuhan-kebutuhan itu tidak hanya berupa pangan - sandang - papan. Namun lebih dari itu, manusia-manusianya harus sehat dan harus berpendidikan. Bagaimana membuat manusia-manusia menjadi sehat? Yang terutama adalah kualitas kebersihan dan kualitas makanan. Kualitas kebersihan rumah, lingkungan, dan sanitasi. Kalau kebersihan sudah baik tapi tetap ada yang sakit juga? Untuk mengembalikan kesehatan, tentulah harus berobat. Karena kesehatan adalah salah satu hak hidup yang paling hakiki, biaya pelayanan kesehatan yang meliputi biaya dokter dan obat tidak boleh dijadikan komoditi. Tidak boleh diperjualbelikan. Bagaimana kenyataannya di negara kita? Pelayanan kesehatan dikomersialkan habis. Harga obat membubung tinggi mengikuti harga pasar. Pelayanan kesehatan di rumah sakit bersaing dengan harga-harga kamar hotel berbintang. Rumah sakit menjadi tempat jual beli komoditi pelayanan kesehatan. Artinya, rumah sakit menjadi pasar tempat berjual beli pelayanan kesehatan. Tidak ada belas kasihan. Rumah sakit berdiri di mana-mana dengan motivasi bisnis, bukan motivasi menolong sesama. Akibatnya, orang takut jatuh miskin karena sakit. Karena takut jatuh miskin karena sakit, banyak yang mengambil jalan pintas: korupsi dulu untuk menumpuk harta. Supaya kalau sakit tidak kekurangan uang untuk berobat. Faktor kedua adalah pendidikan. Dalam APBN, anggaran pendidikan sudah sesuai dengan amanat konstitusi, yaitu 20% dari anggaran belanja. Realitasnya di masyarakat apa? Mayoritas, sekali lagi mayoritas keluarga Indonesia masih harus membayar mahal untuk pendidikan anak-anaknya! Realitas yang lainnya? Masuk ke perguruan tinggi negeri harus membayar uang ratusan juta rupiah! Dan realitas lainnya lagi? Kualitas pendidikan sudah sangat jatuh. Kalau 20 tahun yang lalu perguruan-perguruan tinggi negeri di Indonesia menempati ranking yang tinggi di Asia dan menjadi panutan universitas-universitas Malaysia, sekarang yang terjadi adalah sebaliknya. Universitas-universitas Indonesia ada di ranking ratusan! Dan universitas-universitas di Malaysia menempati ranking puluhan. Akibatnya? Daya saing manusia Indonesia rendah. Ekspor jasa terbesar masih didominasi oleh TKI dengan keterampilan rendah. Martabat bangsa Indonesia menjadi pertaruhannya. Solusinya? Bebaskan biaya pelayanan kesehatan. Bebaskan biaya pendidikan. Kalau melakukan ini, dalam waktu 5 tahun, Indonesia akan menjadi bangsa yang sangat disegani. Penulis menjamin!
KEMBALI KE ARTIKEL